Newer Post!!! Newer Story ;) hohohoho
Semua makhluk hidup
membutuhkan oksigen untuk paru-parunya agar bisa terus bernafas, sama halnya
dengan hatiku kepadamu, Kau yang selalu ada dan terbiasa ada dalam hidupku,
tiba-tiba kusadari bahwa aku takut kau menjadi tidak ada, aku takut kehilanganmu..wahai
sosok yang perasaanku padamu tak dapat terdeskripsikan oleh hatiku..
---
Jakarta,
31 Desember 2008
“Berjanjilah...”
“Hm?”
Gadis cantik itu menoleh, menatap kekasihnya yang tengah menatapnya dalam.
“Berjanjilah
untuk selalu mencintaiku apapun yang terjadi.”
Ia
tersenyum, “Aku berjanji, bagaimana denganmu?”
“Pasti..
Aku berjanji apapun yang terjadi, aku akan selalu mencintaimu. Hatiku..hanya
untukmu.” Ujar Pria itu tersenyum menarik lembut gadisnya kedalam pelukan
hangatnya, menatap bersama matahari yang mulai kembali keperaduannya. “Tetaplah
disampingku sampai malaikat maut datang untuk mencabut nyawaku.”
Gadis
itu hanya diam, tersenyum miris dan mempererat pelukannnya, seolah itu adalah
pelukan terakhir, pelukan perpisahan diantara keduanya.
***
Jakarta,
26 April 2013
“Hei..”
Nadia menepuk pundak William, kekasihnya yang sedari tadi tampak melamun
ditengah keramaian pesta pertunangan sahabat karib mereka.
William
tersadar dari lamunannya dan kemudian tersenyum menatap kekasihnya yang malam
ini tampak lebih cantik dari biasanya. “kenapa?”
“Kamu
yang kenapa tuan William? Ada masalah ya di kantor?”
William
hanya menggeleng pelan. “Nggak kok, ya udah, kita gabung sama yang lain aja ya.
pasti Joshua sama Vebby udah nyariin kita.”
Nadia
hanya menghela nafas berat, selalu saja seperti ini. Ada apa dengan Willy?
Sudah bertahun-tahun ia mengenal Willy, tapi.. kenapa ia masih merasa belum
mengenal dalam lelaki yang dicintainya itu, ia merasa masih banyak rahasia yang
tak ia ketahui, ia merasa, lelakinya itu sangat misterius, sulit untuk
dijangkau oleh hatinya.
Dan
pada akhirnya Nadia hanya menganggukan kepala, mengikuti Willy yang sudah lebih
dulu berjalan didepannya, enggan mempertanyakan pertanyaan yang sudah menumpuk
dialam pikirnya, tak ingin mengacaukan suasana malam mereka yang sudah begitu
indah, dan tak mau memperburuk suasana hati lelaki itu, ia terlalu takut, takut
akan terjadi pertengkaran hebat diantara mereka kalau sampai ia bertanya, takut
hubungan yang baru seumur jagung itu kandas ditengah jalan. Pengecut bukan? Apa
boleh buat, ia sudah terlanjur mencintai lelaki itu terlalu dalam sampai takut
kehilangannya.
“Ada
apa?” Karen hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat dua sejoli itu, lalu
menatap kekasihnya yang sedari tadi sudah menggenggam erat tangannya.
“Willy..
dan Nadia.” Karen menghela nafas. “entahlah..”
“mereka
adalah pasangan yang serasi bukan? Paling tidak, Willy sudah mulai menemukan
kebahagiaannya lagi. iya kan?” Rizky tersenyum mengelus lembut pipi Karen.
“ya”
Karen bales tersenyum memegang tangan Rizky yang tengah mengelus pipinya.
“Semoga saja begitu.” tambahnya lirih.
***
“Kau
siap?” Tanya Willy tersenyum sambil menggenggam erat tangan Nadia.
Mereka
berdua kini tengah berdiri gugup dan saling menatap didepan sebuah pintu
berukuran besar, rumah Willy. Willy sengaja meminta izin pada Joshua dan Vebby
untuk pulang lebih awal karena berniat ingin mengenalkan Nadia pada sang Mama.
“Ya..asal
ada kau disampingku, aku akan selalu siap.”
Willy
kembali tersenyum lalu memeluk Nadia, ia mengecup pelipis gadis itu berusaha
menenangkan keresahan gadisnya. “tenang saja, mamaku baik. Dia tidak mungkin
menggigitmu! Lagi pula dia tidak suka memakan daging manusia.”
Nadia
menepuk pelan pundak Willy lalu melepaskan pelukan mereka. “kau ini! dalam
keadaan seperti ini masih saja main-main, cepatlah! Aku tak ingin dicap sebagai
gadis tak baik karena bertamu malam-malam kerumah calon mertuaku.”
Lelaki
tampan itu hanya terkekeh pelan, menarik tangan Nadia untuk mengikutinya masuk
kedalam rumah. “huh? Calon mertua? Kau Percaya Diri sekali ya?” Ujarnya
diiringi gelak tawa.
***
“Bagaimana?
Mama orang yang baik bukan? Sudah kukatakan padamu kalau mamaku itu tidak
mungkin menggigitmu, apalagi sampai memakanmu! Dagingmu kan sedikit, lihat
saja! Badanmu itu saja isinya tulang semua.”
“Hei!
Kau!!!! Apa katamu tadi??? Apa kau tidak berkaca, huh? Lihat juga tubuhmu itu!
seperti badanmu sendiri berisi saja, bahkan kalau dibandingkan dengan badanku,
kau itu masih jauh dibawah rata-rata! Dasar cungkring!” Cibir Nadia pura-pura
kesal kepada lelaki yang duduk disampingnyaa.
“Apa??
kau??”
Seorang
wanita yang walaupun sudah berumur tapi wajahnya masih tetap saja cantik itu
muncul sebelum Willy kembali melanjutkan ocehannya. Ia tersenyum menatap
anaknya, sepertinya orang yang menelpon wanita itu tadi memberikan kabar baik
untuknya, sehingga wanita itu sekarang tampak berbinar penuh bahagia.
“Mama
terlihat senang sekali, ada apa?” Tanya Willy penasaran melihat sang Mama yang
terus tersenyum bahagia.
“Tidak,
hanya senang saja.” Ujar mamanya dan lagi-lagi ia tersenyum manis. “Dan emmm..
siapa namamu tadi?” Kata Mama Willy, Cathy Wiryawan menatap Nadia masih penuh
dengan senyuman.
“Nadia
tante.” Balas Nadia tersenyum.
“ohh..Nadia,
sudah berapa lama kau menjadi pegawainya Willy?”
“udah
sekitar 4 tahunan tante.”
“wah..cukup
lama juga ya. dan.. emm kalau Tante boleh tau, apa ada masalah berat dikantor,
sehingga Willy mendatangkan kau kemari? Anak itu, biasanya tak pernah membawa
bawahannya kerumah.”
“Mama..”
Willy menyela perkataan sang Mama. “Nadia itu...pacar Willy ma.” Kata Willy
menggenggam erat tangan Nadia.
Cathy
terdiam beberapa saat, masih berusaha mencerna dengan baik perkataan anak
laki-laki satu-satunya itu. Senyuman diwajahnya menghilang, binar-binar bahagia
yang sempat bersemayam diwajah cantiknya juga lenyap tak tersisa, ia kembali
melihat Nadia, gadis yang kata Willy tadi adalah kekasihnya. Dari bawah sampai
atas, ia terus mengamati gadis itu. lalu tersenyum sinis.
“Iya
tante, saya pacarnya Willy.” Nadia tersenyum senang menatap Willy penuh cinta.
Senang sekali rasanya dapat diterima oleh sang calon mertua.
“pacar
ya?” cathy memasang wajah datarnya. Nadia menoleh kembali melihat Cathy, mama
Willy. “Sangat mengecewakan Willy! Gadis miskin, yang menjabat sebagai bawahanmu
kau jadikan pacar? Oh yang benar saja! Bahkan gadis ini tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan Y....”
“Mama!”
Nadia
terdiam, lalu ia menunduk berusaha menahan
tangis, ia pikir pertemuan awal dengan mama Willy tadi sudah berjalan lancar,
karena wanita itu terlihat sangat baik dan manis, sehingga ia juga dengan
mudahnya menebar senyuman manis. tapi entah kenapa setelah Willy mengenalkannya
sebagai pacar, wanita itu seolah bertransformasi dari malaikat menjadi iblis
yang memiliki kata-kata yang amat sangat tajam siap menghujam hatinya sampai
hancur berkeping-keping. Apakah ini tanda ‘penolakan’ dari sang calon mertua.
Setelah berbulan-bulan menjadi bahan pergunjingan dikantor atas berita
jadiannya dengan Willy serta penolakan dari semua orang, apakah dia harus
kembali mendapat penolakan dari sang calon mertua? Apa salahnya? Apa salah jika
seorang bawahan dan bos saling jatuh cinta? Disinetron saja banyak yang seperti
itu, lalu kenapa? Nadia memang bukan anak orang kaya, dia hanya anak yatim
piatu yang tinggal dipanti asuhan namun memiliki otak yang cukup cerdas,
sehingga bisa bergabung di perusahaan besar milik keluarga Wiryawan. Ia tidak
semiskin yang orang-orang katakan, dia punya penghasilan sendiri yang bisa
menunjang kehidupannya. Lalu apa? masa hanya karena dia hanya seorang bawahan
lalu ia ditolak mentah-mentah oleh calon mertuanya sendiri?
“Ma..tolong..jangan
banding-bandingkan Nadia dengan DIA, aku..aku menyayangi Nadia sekarang ma,
jadi aku harap, mama bisa menerima keputusanku.” Ujar Willy sesaat setelah ia
mengalihkan pandangannya dari Nadia.
Cathy
menghela nafas berat, lalu kembali tersenyum sinis. “Apapun yang terjadi Willy,
Mama tak akan pernah menerima gadis ini menjadi pacarmu atau bahkan sampai
menjadi istrimu. Kau tau, Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, dan yang
terbaik itu.. hanya...”
“Nadia
adalah yang terbaik untukku Ma, dia gadis baik-baik dan aku beruntung bisa
mendapatkannya.”
Lagi,
Cathy tersenyum miring, penuh sindiran. “Gadis baik? Gadis baik macam apa yang
kau bicarakan ini Wil? Mana ada seorang gadis baik-baik yang masih keluyuran
bersama seorang lelaki ditengah larutnya malam!”
“Cukup
ma! Ku kira, tadi mama akan menerima Nadia dengan baik.”
“Mama
memang menerimanya dengan baik kalau dia hanya temanmu, tidak lebih.”
“Maaf
membuat mama kecewa.” Kata Willy beranjak dari duduknya lalu menarik tangan
Nadia untuk ikut pergi bersamanya.
“Lihat!
Bahkan sekarang kau berani melawan perkataan mamamu sendiri Willy. Gadis itu
membawa pengaruh yang buruk untukmu.”
Willy
hanya menggelengkan kepalanya dan terus berjalan menuju pintu keluar rumahnya.
***
Sebuah
Camaro kuning berhenti dikawasan apartemen sederhana.
“Maafkan
mama yah, mungkin dia sedang ada masalah.” Ujar Willy memecahkan keheningan,
sedari pergi dari rumah Willy tadi, keduanya tetap bungkam, sibuk dengan
pikiran masing-masing.
“kau
benar Wil.” Nadia bersuara pelan menatap Willy. “Aku terlalu percaya diri
memanggil mamamu calon mertua.” Tambahnya menertawakan dirinya sendiri.
“seharusnya aku bisa belajar dari pengalaman dikantor, tidak semua orang bisa
menerima hubungan ini.”
“Nad...”
Willy menggenggam tangan Nadia, lalu menarik gadis itu masuk kedalam
pelukannya. “Aku sering sekali menonton sebuah drama yang ceritanya sangat
mirip dengan hubungan kita, kau tau.. semua orang awalnya memang menolak, tapi
pada akhirnya semua akan indah pada waktunya. Ini hanya sebuah ujian cinta
untuk kita berdua, aku yakin.. kalau kita tetap bersama, kita pasti bisa
melewatinya. Percayalah..kalau kita memang ditakdirkan untuk bersama, milyaran
orang yang mengatakan tidakpun takkan mampu mengalahkan kuatnya cinta kita.”
Ujar Willy panjang lebar berusaha menenangkan perasaan kecewa gadisnya.
“lagipula, seharusnya kau bersyukur! Setidaknya ucapanku memang semuanya benar,
dan mama..tidak benar-benar menggigitmu.”
Nadia
tersenyum mendengar perkataan Willy. “ya..setidaknya mamamu tidak berusaha
menggigitku.”
***
Seorang
lelaki tampan dan seorang gadis cantik terlihat tengah memasuki sebuah
restorant yang cukup ramai pengunjung, keduanya tampak serasi ketika berjalan
berdampingan seperti itu bak sepasang kekasih.
“Kau
mau makan apa?” Tanya sang lelaki yang memiliki tahi lalat tepat diujung hidung
itu.
“Seperti
yang biasa saja kak.” Jawab sang gadis tersenyum lembut melepaskan tautan
tangannya.
“Baiklah,
tunggu dimeja yang itu yah. Dokter Juna akan datang sebentar lagi.” perintah
lelaki itu menunjuk sebuah meja kosong disudut restorant, dan dibalas dengan
anggukan semangat oleh gadis itu.
Yua
Anastasya dan Kevin Antonio, dua kakak-beradik yang kini tengah menikmati makan
siang mereka bersama disebuah restorant terkenal yang ramai pengunjung, sambil
sesekali bersenda gurau keduanya tampak seperti sepasang kekasih.
“kak!!..
Juna mana sih? Kenapa lama sekali! Dia itu selalu saja terlambat! Tunggu saja
kalau dia datang nanti aku akan....”
“akan
kau apakan, huh?” Yua menoleh kebelakang tepatnya kesumber suara, seorang
lelaki berlesung pipit yang tak kalah tampannya dengan sang kakak tengah
tersenyum manis.
“Kau!!!”
Yua menggeram kesal. “kau akan kupecat jadi dokter pribadiku.” Ujarnya ketus
sambil membuang mukanya.
“Hanya
akan terjadi dialam mimpimu, Honey.” Kata lelaki itu tersenyum evil lalu
merangkul mesra bahu Yua.
“ihhhh...”
Gadis cantik itu mendelik. “kakak.. lihatlah lelaki ini, dia kurang ajar
sekali! Maukah kau memukul kepalanya untukku?”
“ahhh..dengan
senang hati, adikku tersayang.” Kata Kevin tersenyum jahil sambil
menyingsingkan lengan bajunya, seolah tengah bersiap untuk melakukan sesuatu.
“huh..kalian
berdua ini mainnya keroyokan, tidak adil! Tunggu saja akan kulaporkan pada
menteri perlindungan anak, kalau kalian berdua bersekongkol untuk menganiaya
anak lelaki kecil yang imut sepertiku.” Omelnya panjang lebar sambil
memanyunkan bibirnya, merajuk.
“aihhhh....
yang seperti ini anak kecil?” ujar Yua menekan-nekan otot lengan lelaki itu.
“cpcpcp...aku heran kenapa papa mau memperkerjakan orang seperti ini untuk
merawatku.”
Arjuna,
nama lelaki berlesung pipit itu, ia hanya tertawa mendengar keluhan dari sang
gadis cantik tanpa melepaskan rangkulannya. “tentu saja karena aku ini adalah
dokter tertampan yang pernah ada.” Katanya menaik turunkan alisnya menatap
kedua kakak-beradik itu bergantian.
Kevin
dan Yua hanya bergidik ngeri dan sedetik kemudian ketiganya malah larut dalam
tawa atas pertengkaran konyol mereka tadi.
---
Karen
tiba-tiba saja menghentikan langkah kakinya, terpaku memandang sesuatu yang
sudah amat sangat lama tidak ia lihat. Willy dan Nadia yang berjalan didepan
tak menyadari akan keterpakuan Karen, mereka masih terus saja melangkah maju
menuju pintu masuk sebuah restorant untuk makan siang.
“Sayang?
Ada apa? kenapa berhenti?” tanya Rizky saat sudah berhasil menyusul Karen,
tadinya ia memang sempat tertinggal jauh dibelakang karna sibuk memakirkan
mobil mereka dilapangan parkir. “Karen?”
Sang
empunya nama tak kunjung menyahut.
“Karen?
Sayang..hei, kenapa?” ujar Rizky menepuk pelan pundak Karen.
“Rizky....”
Akhirnya Karen buka suara, ia menatap Rizky lalu tersenyum. “Ada...Aku
melihat...”
“Apa?”
“Yua.”
“Hei
kalian berdua! Jangan pacaran terus! Ayo cepat, nanti kita kehabisan jam makan
siang!” teriak Nadia kesal saat menemukan kedua pasang sejoli itu masih terpaku
menatap satu sama lain.
“eh..em..
Nad..kau duluan saja, nanti kami akan menyusul.” Balas Rizky.
Nadia
menghela nafas lalu mengangguk mengiyakan.
“Karen?
Kau serius?” tanya Rizky memegang kedua bahu Karen setelah memastikan Nadia
telah menyusul Willy masuk kedalam restoran.
“Karen?
Rizky?” Belum sempat Karen menjawab sebuah suara lembut menyapa mereka,
keduanya serempak menoleh memastikan pendengaran mereka apa masih berfungsi
dengan baik atau tidak.
---
Gadis
itu menutup matanya lelah, lelah karena terus mengeluarkan air mata yang tidak
ia kehendaki untuk keluar, air itu terus saja mengalir dengan mulus dipipinya
yang chubby.
“Janji
yang sudah tidak berlaku lagi ya?” tanyanya pada diri sendiri dengan suara
lirih. Ia menghela air mata itu kasar, bosan merasakan air mata itu tiada
henti-hentinya membasahi pipinya, apakah bendungan air mata itu sudah tidak
berfungsi lagi? kenapa rasanya susah sekali untuk membuat air mata itu berhenti
mengalir.
“padahal...padahal...
apapun yang terjadi, aku masih, aku akan selalu... mencintaimu.”
Tiada hari tanpa bayang
wajahmu..
Mengapa dirimu yang
selalu hadir dibenakku..
Getar hatiku memanggil
namamu..
Tanpa kusadari air mata
ini bergulir..
Mungkinkah kujuga ada
dihatimu..
Mungkinkah kau menangis
mengingatku..
Mungkinkah kaupun
memandang perih..
Dan tenggelam dalam
kerinduan..
Sering kali ku berpura
tertawa..
Laksana boneka yang
tersenyum paksa, tersiksa..
Tak seorangpun tahu..
Ku tersenyum bukan
bahagia..
Karena memang tak
mungkin tanpamu..
“kau
yakin Will?” tanya Nadia saat mereka berdua sudah tiba disebuah restorant mewah
untuk dinner bersama keluarga besar Willy.
“tentu
saja, mama sendiri yang mengatakan kalau aku harus mengajakmu. Kupikir mama
mulai bisa menerimamu sebagai pacarku.” Jawab Willy tersenyum.
“ya.”
Nadia tersenyum ragu. “kuharap juga begitu.”
Mereka
berdua melangkah masuk kedalam restorant, berjalan menuju sebuah meja penuh
makanan yang terlihat sudah ditempati oleh 5 orang itu.
“mama..papa..”
panggil Willy tersenyum, beberapa hari terakhir ini hubungannya dengan sang
mama tiba-tiba membaik, entahlah..mamanya tak pernah membahas soal hubungannya
dengan Nadia lagi.
Cathy
dan Alex Wiryawan, Kedua orang tua Willy berdiri menyambut kedatangan putra
tunggalnya itu sambil tersenyum. “Sayang, kenapa lama sekali?” tanya Cathy.
“maaf
ma, tadi dijalan macet.”
“ya
sudah tidak apa-apa, ayo cepat kemari! Kau pasti masih ingat mereka kan?” tanya
Cathy menunjuk 1 orang wanita dan 2 orang pria yang masih duduk manis dimeja
mereka sambil tersenyum menatap Willy.
Willy
terdiam saat melihat wajah-wajah itu lagi, 5 tahun. Waktu yang cukup lama tapi
tak mampu menghapus bayang-bayang wajah 3 orang yang amat sangat dikenalnya
itu.
“Hallo
Willy.” Sapa Tia, ia beranjak dari duduknya lalu memeluk Willy.
“Tante.”
Willy masih diam untuk beberapa saat, lalu setelah berhasil menenangkan hatinya
ia membalas pelukan hangat wanita kedua yang sudah ia anggap sebagai ibunya
itu. “I miss you tante.” Tia terkekeh lalu melepas pelukannya.
“I
miss you too, banny.”
“Hei
Sobat kecil.” Sapa Ari, suami Tia meninju pelan lengan Willy.
“Om.”
Willy tersenyum lalu memeluk pria paruh baya itu. “Well, aku bukan sobat
kecilmu lagi, Om. Apa Om tidak lihat, aku ini sudah menjadi lelaki dewasa.”
Ari
tertawa lalu melepas pelukannya. “ya.. you looks like that.”
“Apa
semuanya keluarga Willy?” Tanya Nadia dalam hati. Ia berdiri jauh dibelakang
Willy dan orang-orang yang kini terlihat memeluk lelaki tampannya itu. Gadis
cantik bergaun hijau itu merasa kalau tiba-tiba dirinya merasa diacuhkan oleh
Willy, lelaki itu tampak mengabaikannya saat bertemu dengan orang-orang itu.
bahkan tadi saat mereka masuk kedalam restorant, Willy sama sekali tak
menyentuh tangannya seperti biasa. Malam ini, Willy tampak berbeda.
“Apa
gadis itu temanmu Willy?” tanya Tia saat melihat gadis yang berdiri dibelakang
mereka.
“Ya,
dia itu bawahan Willy dikantor.” Jawab Cathy tersenyum.
“ohh..kemarilah
sayang, teman Willy berarti teman keluarga kami juga.” Ujar Tia terdengar ramah
dan bersahabat.
Ketiga
orang yang sama sekali tak Nadia kenal itu ternyata sangat baik sekali, jarang
ada keluarga kaya yang seperti mereka. Menjadi anak dari keluarga itu pasti
sangat membahagiakan. Baru kenal beberapa menit yang lalu saja dirinya sudah
diterima dengan sangat baik dan hangat dikeluarga itu. pantas saja Willy bisa
merasa sangat nyaman. Dia belum pernah melihat senyuman yang terpahat jelas
diwajah Willy tadi, senyuman yang terasa berbeda.
“Apa..dia
juga ada disini?” Willy bergumam dalam hati, mengalihkan pandangannya keseluruh
penjuru ruangan restorant. Berusaha menemukan sesuatu, tidak, bukan sesuatu
melainkan seseorang.
“Hei!
Mencari adikku yah?” Goda seorang lelaki tampan yang duduk disebelah Willy.
“tidak.”
Ujar Willy berusaha acuh tak acuh. Mengembalikan ekspresinya menjadi datar agar
tak seorangpun dapat membaca apa yang tengah ia pikirkan.
“maaf
aku terlambat.” Seorang gadis cantik bergaun putih muncul ditengah obrolan 2
keluarga itu.
Semuanya
menoleh terutama Willy, bahkan ia tak bisa menghentikan gerak kepalanya sendiri
yang seolah kini tengah bergerak dengan kemauannya sendiri tanpa ada aba-aba
apapun darinya. Ia menatap gadis cantik itu. masih gadis yang sama, bahkan
gadis itu sekarang semakin cantik dan... dan ya...hanya Willy yang tau
jawabannya.
Nadia
terpaku untuk beberapa saat. Gadis yang tengah ia lihat sekarang ini amat
sangat cantik, tubuhnya yang tinggi semampai dibalut oleh gaun putih, membuat
kulitnya yang memang sudah putih jadi makin bercahaya, rambut gadis itu panjang
dengan ujung-ujung rambut yang dibuat ikal serta make up yang sangat natural.
Sempurna! Pikir Nadia mengamati gadis itu dari ujung kaki sampai ujung kepala. ‘apa
gadis ini benar-benar manusia?’ Nadia bertanya-tanya dalam hati. ‘kurasa, dia
ini bukan manusia, melainkan bidadari yang tersesat dibumi.’ Tambahnya lagi. ‘Astaga,
kenapa perempuan ini cantik sekali.’ Nadia menunduk, tiba-tiba merasa kecil
bila dibandingkan dengan gadis itu. ia menoleh menatap Willy. Lelaki itu
terlihat tak bisa mengalihkan pandangannya kearah lain. ‘lihat kan? Bahkan
Willy saja tak mampu berkedip melihat pesona gadis itu.’ rutuknya dalam hati.
Sang
gadis cantik melihat orang-orang yang menatapnya takjub, ada mama dan papanya,
lalu kakaknya, seorang gadis manis dengan lesung pipinya, ada..tante Cathy dan
Om Alex.
‘Tunggu
dulu, kalau ada tante Cathy dan Om Alex berarti...’ belum selesai ia berguman
pandangannya sudah jatuh pada seorang lelaki tampan berjas putih itu, Willy.
Lama kedua saling beradu pandang, hanya saling menatap tanpa bergerak
sedikitpun, seolah waktu disekitar mereka telah berhenti dan dunia ini telah
dijadikan hak milik mereka berdua.
Pancaran
kerinduan terlihat amat sangat jelas pada pandangan keduanya, kedua orang tua
Willy dan gadis itu hanya tersenyum melihat anak-anak mereka saling menatap.
“Yua.”
“Willy.”
‘Semuanya masih terasa
sama, tapi sayangnya, janji itu sudah tak bisa kau tepati lagi.’
***
“Ketika kau harus
memilih, mana yang akan kau pilih? Sesuatu yang ada pada genggamanmu tetapi
masih kau ragukan, atau sesuatu yang dulu pernah ada didalam genggamanmu,
sempat terlepas, tetapi kini telah kembali lagi.” (Santhy agatha)
Nadia
sudah pulang diantar Kevin dan Mama, Papa Yua. Sedangkan Mama dan Papa Willy
baru saja pulang setelah berhasil merayu Willy untuk mengantarkan Yua dan
membiarkan Nadia diantarkan oleh orangtua Yua. Bukankah itu suatu hal yang
merepotkan? Namun apa mau dikata, kalo orangtua sudah berkehendak, sangat sulit
untuk mengatakan tidak.
Tadinya
Nadia setuju untuk pulang bersama
keluarga yang baik hati itu karena ia berpikir kalau ia akan bisa banyak
mengobrol banyak dengan gadis cantik bernama Yua Anastasya itu, tapi sayang
ternyata gadis itu tidak ikut pulang bersama keluarganya dan juga dirinya.
Nadia malah harus menelan pil pahit saat mengetahui kalau gadis cantik itu akan
pulang berduaan saja dengan kekasihnya, Willy. Gadis mana yang tak cemburu
melihat sang pujaan hati malah memilih untuk mengantarkan gadis lain pulang
kerumahnya, bukan dirinya yang notabennya adalah kekasihnya.
---
Camaro
kuning itu berjalan mulus menembus padatnya aktivitas malam hari ditengah kota.
Sang empunya mobil dan sang penumpang masih enggan buka suara, hening dan diam
fokus pada pikiran masing-masing, yang satu memperhatikan jalanan, yang satu
lagi sibuk mengamati indahnya pemandangan kota lewat jendela mobil.
Willy
sama sekali tak mengemudikan mobilnya menuju rumah Yua, melainkan ke sebuah
tempat, tempat dimana hanya Yua dan Willy yang tau.
Mobil
itu berhenti tepat menghadap sebuah pantai yang kini telah sepi pengunjung. Yua
dan Willy keluar dari mobilnya lalu duduk dikap mobil itu sambil melihat
pemandangan pantai dimalam hari yang cukup indah.
“Jadi,
apa kabarmu?” Kata Willy memecah keheningan setelah beberapa menit mereka
membisu, ia menatap wajah gadis itu yang terlihat semakin cantik dibawah sinar
rembulan.
“cukup
baik.” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya. “kau?” lanjutnya bertanya ikut
menoleh, membalas tatapan mata Willy.
“Setelah
5 tahun berlalu, tentu saja kabarku baik. aku bukan lelaki bodoh yang akan
mengurung diriku dikamar selama bertahun-tahun hanya karena ditinggalkan oleh
kekasih yang amat sangat dicintainya.”
Yua
tersenyum miris mendengar kata-kata tajam Willy. “yah.. kau benar, kau memang
tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu.”
Yua
kembali menatap indahnya riak ombak pantai yang diterangi sinar rembulan itu,
air matanya menetes perlahan. Mencoba kuat dihadapan lelaki yang masih amat
sangat dicintainya itu.
“Gadis
itu cantik dan manis. Kalian tampak serasi, kuharap.. kau dan dia...”
“heh..yang
benar saja.” Willy menyela perkataan Yua. “Kau berharap apa? Aku dan dia hidup
bahagia selama-lamanya? Terima kasih! tanpa kau harap pun aku akan tetap
bahagia bersamanya.” Willy berujar sinis melihat Yua yang sama sekali enggan
menatapnya.
Lagi,
air mata Yua menetes begitu saja, bahkan cairan berwarna merah yang meluncur
bebas dari hidung gadis cantik itupun tak ingin menunggu lebih lama lagi untuk
keluar. “Baiklah, kau selalu benar Will. Aku pulang. Terima kasih untuk malam
ini.” Yua beranjak dari kap mobil Willy lalu melangkah cepat meninggalkan Willy
yang masih terdiam melihat kepergian Yua.
Willy
tertawa sumbang, menertawakan dirinya sendiri. “kau seorang aktor yang hebat
William Crishtian!” air mata meluncur turun dari pelupuk matanya. Ia memukul
kap mobil sekuat tenaga berusaha menghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba
menyerang dadanya.
---
Sementara
Yua, gadis itu terus berlari mencoba menghilangkan rasa sakit didada dan
dikepalanya. Air matanya berlomba-lomba untuk terjun bebas lagi kepipinya,
mengalir disana dengan mulus bersamaan dengan cairan berwarna merah yang juga
terus-terusan mengucur.
“Willy..”
Bisiknya sebelum kesadarannya perlahan menghilang. Membawa kabut gelap dan
tenggelam didalamnya.
---
Willy
memutar stirnya ketika ia melihat siluet bayangan Yua dikegelapan malam, Gadis
itu berjalan terseok-seok sambil memegangi kepalanya. Dengan segera Willy turun
dari mobilnya ketika melihat kedua kaki jenjang itu berhenti melangkah. Ia
berlari menghampiri tubuh yang tiba-tiba limbung itu. “Yua!!!”
“Willy..”
Gadis itu bergumam.
Willy
mendekap erat tubuh gadis cantik itu dalam pelukannya. “Ya Yua.. Ya, aku
disini.”
---
Camaro
kuning itu berhenti tepat didepan pagar tinggi sebuah rumah mewah. Rumah mewah
yang terlihat sepi itu mengingatkannya akan hal-hal indah yang pernah terjadi
disitu, dulu.. rumah itu tampak ramai oleh suara-suara pertengkarannya dengan
gadis cantik ini, gadis yang sekarang berada disampingnya. Suara-suara orang
yang memarahi mereka karena mereka terus berlarian kesana-kemari, dan suara tangis
gadis ini yang akan mengakhiri kegiatan kejar mengejar mereka. Willy tersenyum
kecil kala angannya kembali kemasa-masa indah itu. Dulu...
Rasanya
sudah lama sekali..... Willy menatap gadis yang masih terlelap disampingnya,
gadisnya memang bertambah cantik, tapi ada yang kurang.
Wajahnya
kini tak lagi merona, Willy menyentuh lembut pipi Yua yang pucat.
Dulu,
ketika ia mengeluarkan kata-kata gombalnya, pipi ini akan berubah warna menjadi
pink. tapi lihat sekarang, rona itu seolah menghilang ditelan bumi.
Willy
kembali menyentuh mata Yua yang terpejam. Dulu, mata ini menatapnya penuh
cinta, mata yang terus berbinar penuh kebahagian. Perlahan, Willy menyentuh
bibir Yua. Bibir yang selalu tersenyum cerah kepadanya, seperti sebuah sihir
yang membuat orang yang melihatnya ikut tersenyum. Bahkan sekarang, bibir itu
tampak pucat tidak semerah biasanya.
“Yua...
kau kenapa?” Tanya Willy menatap gadisnya. Samar-samar ia melihat noda darah
dihidung gadis itu, pandangannya jatuh pada gaun putih yang gadis itu kenakan.
Ada beberapa tetes darah yang membuat gaun indah itu tampak menyeramkan.
“Yua...”
---
1
minggu kemudian.
-Nadia’s
POV-
Sejak
malam itu, aku merasa Willy sangat berbeda dari biasanya, Malam dimana ia
bertemu dengan Yua. Gadis yang baru-baru ini kuketahui sebagai mantan pacar
Willy, oh tidak.. bahkan dari informasi yang kudapat mereka berdua itu belum
pernah putus. Lalu, apa aku sekarang menjadi orang ketiganya? Apa statusku saat
ini menjadi selingkuhan Willy? Hahh..kepalaku mendadak pusing bila memikirkan
hal itu, semuanya jadi semakin buruk, apalagi dengan tingkah pola Willy
sekarang, lelaki itu tampak lebih emosional dari biasanya belum lagi sekarang
aku sering menangkap basah dirinya sedang melamun. 4 tahun aku mengenal Willy
tapi selama ini lelaki tampan itu tak pernah menunjukkan emosinya didepan orang
lain, ia cenderung bersikap dingin dan tenang. Tapi entah kenapa sekarang
sifatnya yang dingin dan tenang itu lenyap ditelan bumi, hilang begitu saja.
Willy
mudah sekali marah 1 minggu ini, bahkan aku saja yang berstatus sebagai
pacarnya, ya pacar keduanya saja dibentak-bentak olehnya. Apa semua ini
gara-gara Yua? Dan.. apakah selalu Yua juga yang dipikirkannya?
“Maaf
membuatmu menunggu.” Ujarku duduk tepat dihadapan Yua, gadis yang semakin hari
semakin cantik saja rupanya.
“Tidak
apa-apa.” Jawabnya tersenyum lembut. “ada perlu apa Nadia?”
“hmm...
aku... baiklah aku akan langsung bicara to the point padamu, kau harus tau
kalau aku dan Willy..”
Yua
tersenyum lalu memegang tanganku. Lihat! Bahkan tangannya saja halus sekali.
“Aku
tau Nad.”
“kau
tau?”
“ya..
dan aku tidak akan merebut siapa pun darimu. Termasuk Willy. Jika itu yang kau
takutkan.” Katanya lembut, ia tersenyum tapi aku tahu senyuman itu tak sampai
kematanya. Gadis ini terlihat sedih.
“Yua..
aku tak..”
“Nadia..
maukah kau berjanji padaku.”
Yua
menggenggam erat tanganku, gadis itu tampak meringis sesekali seperti tengah
menahan sakit. “janji apa?”
“berjanjilah
untuk selalu bersama Willy, karena dulu aku tak bisa menepati janji itu. maka
aku berharap kau mau meneruskan janjiku itu pada Willy.”
“Aku....Yua,
kupikir Willy masih sangat mencintaimu.”
“aku
ini hanya masa lalunya Willy Nad, dan kau.. kau adalah masa depannya. Jangan
kecewakan dia lagi ya. hmmm..aku ada urusan, apa lain kali kau punya waktu
lagi? aku ingin bisa dekat denganmu. dan bisakah mulai sekarang kita berteman?”
Aku
hanya mengangguk untuk menjawab semua pertanyaannya. Gadis ini!! sebenarnya
hatinya itu terbuat dari apa sih? Kenapa dia baik sekali padaku. Hah pantas
saja Willy sangat mencintainya dulu, dan sekarang. Tentu saja. bagaimanapun aku
mencoba menutup mataku, hati tak akan bisa dibohongi.
“ya
sudah, aku pergi dulu ya Nad, sampai berjumpa lagi.” gadis itu melangkah pergi
meninggalkan aku yang masih diam terpaku.
“Yua
gadis yang baik bukan?” suara seorang wanita yang kukenal mengembalikan
kesadaranku. Wanita ini, Tante Cathy.
-Nadia’s
POV end-
***
“Ketika kau
mencintaiku, aku akan selalu ada dihatimu. Ketika kau membenciku, aku akan ada
dipikiranmu. Dan pada akhirnya aku memang akan selalu ada, untukmu..”
“Yua..”
Willy bergumam, jari-jari tangannya memutih karena terlalu keras mencengkram
kemudi modil. Kini ia hanya bisa menatap gadisnya dari jauh. Gadisnya yang
masih sangat dicintainya dan gadis yang terus-terusan mendatangi pikirannya. lalu
Nadia, Tentu saja Willy juga menyayanginya, ya dia memang menyayangi gadis
manis itu. Tapi.. sebesar apapun usaha gadis manis itu masuk kedalam hidupnya,
bahkan hatinya. Willy tak dapat memungkiri kalau Yua.. ya.. Yualah yang masih
dan akan tetap jadi ratu hatinya, penguasa penuh cintanya dan tulang rusuknya.
Bukankah rasa sayang dan cinta itu sedikit berbeda?
---
Yua
melangkah pelan menyusuri jalan setapak menuju sebuah taman. Bukan untuk
menghindari masalah. Ia hanya ingin menenangkan hatinya, berusaha tegar dan
kuat. Gadis cantik itu duduk di sebuah kursi panjang berwarna putih yang tepat
menghadap beningnya danau yang tenang. Air mata yang sudah dari tadi mengambang
di kelopak matanya kini jatuh, membuat beberapa aliran di pipinya yang pucat.
“Beginikah
rasanya Will?” tanyanya pada keheningan danau. “Sesakit inikah?”
“Cengeng!”ejek seorang
anak laki-laki pada gadis kecil yang duduk di kursi panjang berwarna putih
dipinggir danau itu. Ia duduk disamping gadis itu dan tersenyum melihat wajah
gadis kecil itu cemberut menahan tangis.
“Yua nggak cengeng!”
“Yua cengeng kok, itu
buktinya air matanya seember.”
“ihh Willy nyebelin,
udah sana pergi. Yua benci sama Willy.”
“Walaupun Yua benci
sama Willy, Willy tetep sayang kok sama Yua.” Kata anak laki-laki itu tersenyum
menatap wajah cantik yang kini bersemu merah. Ia menghapus sisa-sisa air mata
dipipi gadis itu. “dan Willy akan selalu sayang sama Yua.”
“tapi tadi Willy
ninggalin Yua.” Gadis yang sempat tersenyum itu kembali cemberut ketika kembali
mengingat penyebab ia menangis.
“Willy nggak akan
pernah ninggalin Yua.” Anak laki-laki itu menatap jalan setapak yang kini telah
berlumuran dengan es krim coklat. “Tadi Willy beliin Yua es krim, tapi jatuh
pas Willy nyariin Yua.” Anak laki-laki itu kembali mengalihkan tatapannya pada
gadis disampingnya. “Maafin Willy ya, udah buat Yua sedih.”
Gadis kecil itu
mengangguk sambil tersenyum. “Maafin Yua juga ya Willy, tadi Yua pergi...”
Gadis itu mengambil sebuah miniatur sepeda ontel tua yang persis seperti sepeda
kesayangan Willy dirumah dari dalam tasnya. “.. buat beli ini.. untuk Willy.”
Anak laki-laki itu
tersenyum lebar. “Makasih ya, tapi Willy nggak suka kalau demi Willy Yua pergi
seperti tadi, Willy takut kehilangan Yua. Kalau Yua pergi, Willy kan bingung
mau cari Yua dimana. Pokoknya Yua harus janji sama Willy, kalau Yua nggak akan
pernah pergi lagi tanpa Willy.”Anak laki-laki itu mengulurkan jari
kelingkingnya.
“Janji.” Balas gadis
kecil itu ikut mengaitkan jari kelingkingnya. Senyum keduanya mengembang
menatap satu sama lain.
Gadis
itu tersenyum, saat angannya kembali memutar memori yang terjadi ditempat ini
juga. Bulir air matanya berjatuhan, seseorang duduk disampingnya, mengeluarkan
sebuah sapu tangan dan mengapus sisa-sisa air mata dipipi gadis cantik itu.
Yua
menoleh dan mendapati penyelamat hidupnya tengah tersenyum lembut kearahnya.
“Juna..” Ia memeluk laki-laki tampan itu dan menangis kencang dibahunya.
“rasanya sakit Juna, sakit!” Ujarnya terisak.
Juna
mengusap pelan punggung Yua, mencoba menenangkan gadis itu. “Menangislah Yua,
bebaskan semua rasa sakit yang mengganjal dihatimu. Itu akan membuatmu lebih
baik.”
Willy
mengepalkan tangannya, ia kesal setengah mati melihat adegan seperti di
televisi itu terjadi didepannya. Rasanya ia tak sanggup, ia tak sanggup melihat
gadis itu berada dalam pelukan laki-laki lain. Ia tidak sanggup melihat lelaki
lainlah yang akan menghapus air mata gadisnya, ia tidak sanggup dan takkan
pernah sanggup jika gadisnya mencintai pria lain.
“Willy..”
seseorang memegang tangan Willy ketika laki-laki itu berniat menghampiri Yua.
“Apaan
sih lepas.” Kata Willy tanpa mau repot-repot menoleh.
“Willy,
aku mau ngomong sama kamu.” Teriak gadis itu kesal, karena pria tampan yang
masih berstatus sebagai pacarnya itu bahkan tak berniat melirik kearahnya. Willy
menoleh kesal. “N..Nad.. Nadia...? kamu kok.. ada disini?”
“Bisa
kita bicara berdua?” tanya Nadia setelah menghembuskan nafas kesal.
“Tapi..
aku..”
“Willy
please..” Willy menoleh kearah kursi taman yang tadinya diduduki Yua dan
seorang pria namun kursi itu tampak kosong. Apa mereka sudah pergi? Batin Willy
melirik kekanan dan kekiri, berharap ia bisa melihat sosok Yua. Namun hasilnya
nihil, keduanya memang telah pergi.
“Ya.
Kita duduk dikursi pinggir danau itu saja.” Kata Willy lalu berjalan duluan
meninggalkan Nadia.
Nadia
tersenyum miris. “Bahkan dia tak lagi mau menggandeng tanganku.”
---
just to be continued :Dv
Selengkapnya...