Kevin
menoleh kesebelahnya, dilihatnya bangku yang tengah kosong.perlahan ingatan2
tentang sahabatnya itu muncul, kejailannya, tingkahnya, semuanya seperti
terekam begitu jelas diotak Kevin. Kevin tak dapat menahan air matanya lagi, ia
berjalan cepat keluar kelas. Seisi kelas mengerti dengan perasaan Kevin, mereka
membiarkan Kevin pergi untuk menenangkan diri. Diruang UKS Kevin melepaskan
tangisannya, ditendangnya ranjang tua yang berada disudut UKS. Kaki ranjang itu
patah. Tidak puas dengan itu Kevin memukul2 dinding untuk melepaskan rasa sesak
dihatinya. Cukup lama ia seperti itu akhirnya ia terduduk lemas karena sudah
merasa sangat lelah, kepala Kevin tertunduk dalam. Susah payah ia menelan
ludah. Tangis yang mati2an ditahan
membuat tenggorakannya sakit. Dengan letih ia sandarkan tubuh dan
kepalanya kedinding. Tak lama Kevin bangkit dan berusaha kembali kedalam kelas
dengan keadaan mata yang memerah, tak ada satu orangpun yang sampai hati
menanyakan kenapa, bahkan gurupun hanya bisa menatap sedih kearah Kevin.
------------------------------------------------------
Gadis
itu tidak datang, sempat timbul kemarahan yang luar biasa dalam hati Stefan
karena sosok yang sangat dicintai kakaknya itu sama sekali tidak menampakan
diri.
“Dia
yang udah matiin kakak gue, dan dia sama sekali nggak dateng dihari penguburan
kakak.” Ucap stefan berang. “Kurang ajar banget tuh cewek.”
Kevin
yang saat itu sedang duduk disebelah Stefan menepuk pundak stefan pelan.
“Dia
nggak kenal sama Max, jadi loe nggak bisa nyalahin dia.”
“Tapi..waktu
itu kan dia udah sempet kenalan sama Max.”
“kejadiannya
udah lama banget Stef, gue nggak yakin. Dia masih inget.”
“ini
semua nggak bisa dibiarin gitu aja. Gue nggak terima, dia harus tau!”
Kevin
menghela nafas. “Kalo dia udah tau nanti, loe mau apa? Loe mau dia jadi merasa
bersalah gitu?? Padahal kan dia sama sekali nggak salah Stef, ini semua tuh
murni kecelakaan.”
Stefan
terdiam sebentar. “Pokoknya dia harus tau semuanya!” Ucap Stefan lagi.
Kevin
berusaha memberikan pengertian kepada adik sahabatnya itu, kalo cewek itu sama
sekali tidak bersalah.
“udah
gue bilang stef, dia nggak kenal sama Max.”
“Max
itu sering banget nongkrong diSMPnya tuh cewek, masa bisa nggak kenal sih.”
“Max
nongkrongnya diluar sekolah, bukan didalem.”
“Mau
diluar, didalem. Sama aja, Max itu bukan semut kecil yang sama sekali nggak
keliatan. Dia orang, manusia.”
“Tapi...diluar
itu banyak orang stef, ada yang dagang, ada yang jadi pembeli. Yang nongkrong
disitu bukan Max aja.”
“Sebanyak
apa sih orang yang dagang sama yang nongkrong disitu?? Ngelebihin suporternya
persija?? Atau suporternya Barcelona??.” Stefan tetap ngotot.
“Dia
nggak salah Stefan.” Bentak Kevin yang mulai putus asa menghadapi
kekeraskepalaan Stefan.
“Dia
salah!” Stefan balas membentak. “Meskipun dia nggak kenal, dia nggak sadar,
ataupun dia nggak sengaja. Tetep aja dia yang salah, kalo aja kakak gue nggak
nekat mau pergi kerumah dia, kejadian ini tuh nggak akan pernah terjadi.”
Tandasnya. “Udah deh, Nggak usah ikut campur. Yang meninggal itu bukan kakak
loe, tapi kakak gue.”
“Iya...”
Jawab Kevin melunak. “Loe bener, tapi..ada satu hal yang harus loe tau, denger
ya stef, gue sebangku sama kakak loe udah hampir 6 tahun, okeh..loe sekarang
sekamar sendirian. Gue semeja sendirian. Biasanya ada orang yang bisa loe
ajakin berantem, gue juga gitu. Temen berantem gue disekolah udah nggak ada.
Kita sama, bukan Cuma loe yang sedih. Gue jga sedih. Gue juga ngerasa
ditinggal. Malah gue merasa bersalah, karena Max mati tepat didepan mata gue.
Dan gue nggak bisa berbuat apa2 buat nyelametin dia.”
Stefan
terdiam.
“Gue
harap..loe bisa lebih ikhlas lagi, dan nggak nyalahin orang atas kematian Max.
Gue yakin Max juga nggak akan suka kalo loe bersikap kayak gini.” Sambung
Kevin, lalu beranjak Pergi.
Perlahan
Stefan berjalan menuju kamar, ia berhenti tepat didepan meja belajar Max.
Dilihatnya beberapa kertas yang ditempel Max didinding berbulan-bulan lalu.
Dikertas
itu terdapat info2 lengkap tentang sang gadis.
‘tempat
tanggal lahir, golongan darah, alamat rumah, berapa kali ia pindah rumah,
alamat rumah neneknya, hobinya, warna favoritnya, mata pelajaran kesukaan, mat
pelajaran yang dibenci, acara tv favorit, makanan & minuman favorit, lagu
& group band favorit, sampai binatang favoritpun ada. Beberapa carik kertas
berikutnya berisi tentang karakteristik tuh cewek secara lebih detail dan
lengkap lagi.
Kemudian
Stefan membuka laci meja belajar Max, dilihatnya kumpulan foto tuh cewek yang
dijepret secara diam2 oleh Max. Ditutupnya laci itu dengan keras, kedua
tangannya mengepal diatas meja, matanya mengisyaratkan kemarahan yang luar
biasa dalam.
“gue
nggak bisa ikhlas, gue nggak bisa nerima gitu aja, gue nggak bisa ngelupain
semuanya. Bodo amat, tuh cewek nggak ngerti atau nggak tau apa2, gue nggak
perduli.” Ucap Stefan.
3
hari kemudian, Stefan kembali masuk sekolah. teman2nya datang satu persatu
menuju kursi stefan untuk mengucap belasungkawa. Saat seorang gadis yang duduk
dibarisan depan perlahan menghampiri stefan, raut wajah stefan langsung
berubah. Yang tadinya raut wajah kesedihan sekarang berubah jadi kemarahan.
Gadis itu seolah tau kalo Stefan marah kepadanya karena ia tidak datang
melayat.
“Maaf
yah, bukannya gue nggak mau datang melayat. Tapi gue nggak tau rumah loe
dimana, gue tanya anak2 Hpnya pada nggak aktif, gue telpon loe. Hp loe juga
nggak aktif.” Alasan gadis cantik itu.
“Loe
pikir...gue perduli, loe mau datang atau nggak. Itu bukan urusan gue.” Jawab
stefan ketus.
“Udah
Ki, kita balik kekursi aja. Biarin stefan sendiri, mungkin dia masih sedih.”
Kata Nina, teman sebangku Yuki.
Yap...
Yuki Anggraini, Sang gadis yang selama ini jadi pujaan hati Maxime.
“Iya
Nin. Yuk.” Mereka berdua kembali ketempt duduknya.
Hari
itu terlewati begitu cepat, esoknya...begitu sampai dikelas, stefan langsung
menghampiri Yuki. dan berdiri tepat dihadapan yuki.
“Loe
tau nggak, kalo kakak gue itu adalah satu2nya saudara yang gue punya saat
ini??” tanya stefan, dengan intonasi suara yang tinggi.
“Mmmmm..iya.”
jawab Yuki gugup.
“Bagus
kalo loe udah tau.” Ucap Stefan lalu berlalu pergi kembali ketempat duduknya.
Yuki
hanya terdiam melihat kelakuan stefan. Ia mengerti mungkin itu adalah rasa
kesedihan stefan yang masih merasa kehilangan atas kakaknya.
Besoknya
kejadian seperti ini terulang lagi. Begitu datang, Stefan langsung menghampiri
Yuki.
“Nih....”
stefan melemparkan sebuah kuncup bunga mawar putih yang tengah layu.
“ini
apa?”
“Simpen
aja, jangan sampe loe buang. Awas aja kalo loe berani buang tuh bunga.” Ujar
stefan lalu kembali ketempat duduknya. Yuki hanya memandang stefan aneh.
Keesokan
harinya lagi, kali ini stefan menghampiri Yuki setelah bel tanda istirahat
kedua telah berbunyi. Ia datang dengan ekspresi dingin, Yuki tau kalau ia akan
diberi pertanyaan aneh lagi hari ini.
“Kalo
loe diperhatiin sama seseorang, meskipun itu secara diem2, meskipun tu orang
berbaur dikerumunan, kira2 loe akan merasa nggak lagi diperhatiin gitu?” tanya
stefan masih dengan nada suara seperti kemarin.
Tuh
kan bener, ucap Yuki dalam hati.
“Ng..nggak
deh kayaknya.” Jawab yuki menahan kesal.
“Kalo
meratiinnya setiap hari gimana?”
“Ohh
kalo tiap hari sih pasti terasa, meskipun Cuma sedikit.”
“pasti
terasa ya?? Meskipun Cuma sedikit. Okeh.” Stefan mengangguk, lalu pergi begitu
saja tanpa memberikan penjelasan yang spesifik.
Besoknya
lagi, Stefan kembali menghampiri Yuki tentunya dengan pertanyaan2 yang lebih
aneh lagi, terus...seperti itu sampai besoknya lagi, besoknya lagi, besoknya
lagi dst.
“loe
udah punya cowok?” tanya stefan msh dengan intonasi suara tinggi.
“belum.”
Jawab yuki singkat, karena telah kehabisan stok kesabarannya.
“Bagus,
lebih baik..loe nggak usah punya cowok dulu deh, dari pada nanti cowok itu abis
gue gamparin.” Ucap Stefan, lalu seperti biasa pergi begitu saja. Kembali
ketempat duduknya diiringi tatapan sinis yuki.
Sepulang
sekolah yuki langsung masuk kekamarnya, ia ngomel2 nggak jelas didepan kaca.
“Ighhh..tuh
cowok kenapa sih, tiap pagi marah2 aja. Gue salah apa juga nggak tau, belum
kenal sebulan. Kelakuannya udah kayak gini aja.”
“Kenapa
sih anak mama yang cantik ini ngomel2 sendiri?” kata Mama yuki masuk kedalam
kamar.
“Mama....”
yuki memeluk erat mamanya.
“Kenapa
sayang??”
Yuki
menceritakan semuanya pada sang mama.
“Kamu
bikin salah kali sama dia.” Kata mama sembari membelai rambut yuki.
“salah??
Kenal aja belum sebulan, gimana mau bikin salah sih.” Protes yuki.
“Ya
udah, besok kamu tanya aja sama dia baik2. Kenapa dia gituin kamu.” Saran mama.
“Jangan nanya pake emosi yah!” sambung mama.
“Iya
deh, besok yuki tanya.”
Matahari
bersinar terang, Yuki telah menunggu stefan tepat dikursinya dengan keadaan
tegap dan siap untuk marah2 balik ke stefan.
Enak
aja dia, tiap hari gue dapet omelan. Salahnya apa juga nggak dikasih tau. Kalo
abis diomelin gitu trus langsung ditraktir atau dikasih duit sih nggak apa2,
ini...dikasih makan omelan aja tiap hari. Bikin badmoot tau nggak, gerutu Yuki
dalam hati.
Tak
lama stefan datang, Yuki bersiap. Tapi...bukannya melangkah menghampiri yuki
seperti biasa, dia malah langsung melangkah ketempat duduknya sendiri tanpa
menoleh sedikitpun kearah Yuki.
“Loh...kok...”
Yuki keheranan. “ahh..paling nanti pas istirahat kumatnya.” Tambahnya lagi.
Yuki
terus menunggu sampai jam istirahat, stefan masih cuek bebek. Sampai jam pulang
sekolahpun stefan sama sekali nggak melihat kearah yuki ataupun menyapanya.
“Ighhhh..kurang
ajar banget sih tuh cowok, giliran gue udah siap perang kayak gini. Dia malah
nyerah. Gimana sih.”
Sebenarnya
stefan bukan nyerah, dia hanya kehabisan stok intimidasi, dia kehabisan alasan
buat marah2 nggak jelas sama Yuki, paling nggak Yuki masih jomblo. Itu aja udah
buat stefan tenang, dan merasa kalau dia tidak perlu marah2 tiap hari keyuki.
***
Besoknya,
dengan sengaja yuki menunggu stefan tepat ditempat duduk stefan, yaitu
dibarisan kedua dari belakang. Kalo kayak gitu, udah dipastiin stefan nggak
akan cuek bebek lagi. Enak banget dia, pas mau dilabrak balik malah pura2 cuek.
Curang banget tuh!!, nggak adil.
Beberapa
saat kemudian, Stefan datang dan langsung menuju bangkunya. dilihatnya
seseorang yang tengah menghuni tempat duduknya selama ini.
“kemaren...kenapa
loe nggak marah-marah? Lupa? Apa udah bosen??” tanya yuki ketus saat stefan
tiba tepat disamping meja.
“itu
pertanyaan buat gue?” tanya stefan balik.
“iyalah,
elo! Siapa lagi.”
Terlihat
jelas diraut wajah Yuki, kekesalannya selama ini akhirnya muncul juga.
“Owhhh...”
jawab stefan pendek.
“Owhh
doang??” Yuki menatap heran stefan.
“Terus....mau
apa lagi?? Udah...berdiri cepet! Pindah kebangku loe sendiri sana!”
Yuki
tambah marah. “nggak, gue nggak mau. Gue mau duduk disini.”
“gitu
ya? Oke, nggak masalah kok buat gue.” Cowok ganteng itu menjawab enteng, lalu
perlahan membungkukan setengah badannya. Dilihatnya tas Rizky teman sebangkunya
udah nangkring didalam laci. Diambilnya sebuah Blackberry hitam dari saku
celana yang ia kenakan, lalu menekan beberapa nomor.
“Haloo...Riz,
kayaknya loe harus pindah duduk deh, soalnya ada yang pengen semeja sama gue
nih.” stefan mematikan telponnya.
Tak
perlu menunggu lama Rizky datang.
“siapa
yang mau duduk dibangku gue?” tanya Rizky sedikit kesal.
“Gue.
Soalnya bangku gue udah ada yang dudukin.”
“siapa?”
“Tuh.”
“Eloe
Ki.?”
“iya
dia.” Jawab Stefan.
“serius
loe mau duduk belakang? Disini nggak ada ceweknya loe Ki. Cewek kan tempatnya
dikursi depan.”
“serius.”
Lagi2 stefan yang menjawab. “udah gue suru pergi dari tadi..ehh dia nggak mau,
jadi terpaksa gue duduk ditempat loe, dan loe...duduk ditempat yuki, itu
tuh...disebelahnya Nina.” Stefan menunjuk kursi yang paling depan.
“Nina??”
raut wajah Rizky yang semula kesal karena tempat duduknya diambil langsung
kembali sumringah. Ini tuh kayak Dreams comes true tau nggak, bisa duduk sama
orang yang kita suka saat MOS kemaren. “Okeh, gue pindah.” Jawab Rizky tersenyum
lalu mengambil tasnya.
“Ehhh...tapi...”
Yuki berusaha menjelaskan.
“Udah...biarin
aja, loe nggak tau kan. Rizky itu suka sama Nina, jadi...dengan loe ngebiarin
dia duduk disitu, itu namanya loe bantuin dia buat PDKT sama Nina.” Jelas
Stefan.
“Owhh..gitu.”
ujar Yuki melirik mantan teman sebangkunya itu, Nina.
Dengan
seketika gosip dikelas itupun menyebar luas. Ada yang bilang yuki ngalah duduk
kebelakang supaya Rizky bisa ngedeketin Ninalah, ada juga yang bilang kalo
sebenernya yuki suka sama stefan makanya dia nyuru Rizky pindah duduk sama Ninalah.
Hemb...kedua
insan inipun baru menyadari mereka sekarang telah duduk bersama, stefanpun tak
menyangka kalau sekarang gadis yang sangat dibencinya dan ingin ia caci setiap
hari berada tepat disampingnya.
“Gue
ingetin sekali lagi ya Ki, jangan berani2 loe punya cowok tanpa seizin gue.”
Yuki
melihat stefan sinis.
“Ehh..bokap
gue yang ngasih gue uang jajan tiap hari aja nggak ngelarang, kenapa loe yang
nggak ngasih apa2 jadi sewot bener.”
“bokap
loe ya bokap loe, kalo gue udah jelas ngelarang. Titik.!” Stefan menghadap
kepapan tulis.
Wah
stres nih orang, kalo lama2 duduk disini bisa2 ikutan stres nih gue. Bisik yuki
dalam hati.
Sewaktu
bel istirahat, yuki berniat untuk kembali ketempat duduknya. Saat ia menunggu
Rizky agar keluar dan meninggalkan bangku itu, nina datang menghampirinya.
“Ki,
kok pindah sih? Loe bosen yah sebangku sama gue.” Tanya nina duduk didepan
yuki.
“Nggak
kok, gue Cuma lagi terjebak aja disini. Awalnya gue itu Cuma mau nanya alasan
si stefan aja kenapa dia terus2an marah2 nggak jelas sama gue, bukannya
penjelasan yang gue dapet malah Rizky itu ngerebut kursi gue.” Jelas yuki.
“ambil
aja lagi.” Saran nina.
“Caranya??
Loe nggak liat, tuh cowok dari tadi nggak bergerak sedikitpun dari tuh kursi.
Gue udah nahan laper nih, supaya bisa ngerebut tuh kursi. Ehhh..dianya malah
nggak pergi sama sekali.”
“ya
udah, besok aja. Loe dateng pagi2.” Saran Nina.
“Iya,
rencananya sih gitu.”
“tapi
Ki, kalo loe nggak mau pindah lagi juga nggak apa2. Duduk sama Rizky ternyata
enak loh, anaknya asik.” Nina tersenyum lalu pergi.
“hah????”
Yuki menatap kepergian Nina.
Keesokan
harinya, jam 6 lewat 10 menit yuki sudah tiba disekolah, saat memasuki kelas
dilihatnya Rizky sudah duduk dibekas bangkunya.
“Loe??”
yuki terkesima. “Loe nginep yah?” tanya yuki heran.
“Nggak,
Cuma datang pagi aja.” Jawab Rizky.
“Hah???
ngapain?? Loe mau bersihin sekolah dulu??”
“nggak
kok, nahh..loe sendiri kenapa datang pagi2 gini?” kata Rizky balik bertanya.
“Gue...gue...gue....ahhhh
udahlah...nggak penting.” Yuki menghentakkan kakinya lalu berjalan menuju
kursinya sekarang.
Sekitar
jam 7 kurang 10 menit, stefan datang lalu melirik kearah Rizky sambil
tersenyum.
Dibangkunya
Yuki sudah berdiri tegak menunggu Stefan.
“loe
kan..yang nyuru Rizky dateng kesekolah pagi2 buta kayak gitu, supaya gue nggak
bisa balik kebangku gue lagi.” Bentak Yuki saat stefan tengah berjalan
kearahnya.
“Iya!”
kata Stefan santai. “Kenapa?? mau protes??” tantangnya kemudian.
Yuki
terdiam tak dapat berkata apa2 lagi, stefan tersenyum, ia merasa sangat puas
sudah bisa membuat cewek yang membuat sang kakak pergi itu kesal, dan marah2.
Perlahan ia duduk dibangkunya, yuki ikut duduk disebelah stefan.
Stefan
merubah posisi duduknya menjadi menghadapke Yuki.
“Gue
kasih tau rencana gue yah, gue udah minta Rizky dateng pagi-pagi sampe hari
sabtu nanti. Setelah itu terserah dia. Jadi loe baru bisa balik kebangku loe
lagi hari senin. Tapi itupun loe Cuma bisa duduk disana kalo gue belum dateng,
begitu gue dateng. Loe akan gue seret lagi untuk balik duduk disini..”
Yuki
tercengang mendengar perkataan stefan. “Hah?? Sumpah yah..ni cowok bener2 emang
udah stress tingkat akut tau nggak.” Dalam hati.
Stefan
melihat ekspresi muka Yuki.
“Loe
pasti mau tanya kenapa. iya kan?”
Yuki
diam, ia menatap stefan heran masih dengan ketercengangannya.
“Gue
jelasin..alasan gue ngelakuin ini ke eloe. Pertama, loe akan ganggu rencana
PDKT sahabat baik gue. Kedua, loe sendiri yang udah dateng kesini, jadi..loe
nggak bisa pergi seenaknya. Ngerti?”
Setelah
selesai mengucapkan itu stefan mengubah posisi duduknya lagi menghadap kedepan.
Yuki
speachless, ia tak tahu harus mengatakan apalagi kepada Stefan. Stefanpun mulai
sibuk mengeluarkan segala perlengkapan belajarnya dari dalam tas. Saat
ketercengangannya sudah mulai menghilang, yuki tidak bisa menahan dirinya untuk
tidak bertanya.
“Kenapa
sih, loe suka banget marah-marah?” tanya yuki menatap heran stefan.
Stefan
tak menjawab, ia masih sibuk dengan kegiatannya yang sedang membuka buku untuk
memulai pelajaran pertama pagi ini. Yuki menunggu beberapa saat, tapi stefan
masih diam seolah tak mendengar pertanyaan yuki tadi.
“Hei...Hello!..Spada..!..Yuhhhuuu..!”
Yuki melambai-lambaikan tangannya tepat didepan muka stefan. “Kenapa sih loe
suka marah-marah?” ulang Yuki lagi.
Stefan
menoleh dengan tatapan yang kurang menyenangkan
“Gue
sibuk, bisa nggak..loe itu berhenti ganggu gue dengan pertanyaan2 loe yang
nggak penting itu. Kalo loe nggak diem juga, gue bakalan marah.” Jelas stefan
lalu kembali membuka buku.
“Ya
itu stef, itu maksud gue. Kenapa sih loe hobby banget sama yang namanya
marah-marah nggak jelas gitu? Uang jajan loe kurang?? Apa nggak dikasih sarapan
sama nyokap loe tadi pagi?? Atau...loe lagi dapet tamu bulanan yah?? Makanya
jadi sensi gitu. Owhhh..gue tahu, semenjak kepergian kakak loe, pasti loe jadi
anak yang kurang perhatian kan dari kedua ortu loe. Karna ortu loe masih sedih
sama kepergian kakak loe. Makanya loe jadiin gue sasaran empuk buat loe
ngelampiasin semua kekesalan loe. Iya kan?? Pasti gitu deh ceritanya!!” Yuki ngerocos
panjang lebar dari sabang sampe merauke. Dan diakhirinya dengan menarik sebuah
kesimpulan sendiri.
Stefan
menutup buku kitab itu dengan geram.
“Pagi-pagi
udah bikin gosip yang nggak-nggak.” Stefan menoleh keyuki. “Kalo gue itu marah2
nggak jelas sama loe, mending..loe diem, terima dan loe dengerin aja. Nggak
usah nanya macem2, apalagi sampe loe balik marah2 kegue. Gue nggak suka.” Kata
stefan dengan nada tinggi.
“Hah??
kok gitu sih?? Enak di eloe nggak enak digue dong, mana bisa kayak gitu.” Yuki
balas marah-marah.
“bisa
aja, itu semua loe lakuin supaya gue nggak tambah marah sama loe.” Bentak
stefan.
“Wahh??”
sekali lagi yuki tercengang. “yang namanya marah atau kesel itu pasti ada
alasannya. Gimana kalo entar loe lagi kesel sama orang lain, dan gue lagi yang
kena imbasnya.”
“Nggak,
kalo gue marah2.... itu semua pasti karna loe. Jadi gue saranin mending...loe
terima nasib aja deh. Jangan tanya2 lagi, biar gue nggak tambah marah sama
loe.” Kata stefan ngotot.
Yuki
& Stefan tak menyadari kalau semua penghuni kelas itu sudah duduk
ditempatnya masing2, semuanya menyaksikan pertengkaran antara Stefan &
Yuki. cukup lama mereka beradu mulut, merekapun tersadar kalau pertengkaran
mereka itu telah ditonton oleh 38 siswa lain yang berada didalam kelas.
“Apa
liat-liat??” Bentak stefan saat menoleh kesekelilingnya. “seneng ya liat orang
berantem kayak gini.”
Mendengar
suara bentakan stefan, semuanya kembali melihat kearah papan tulis seolah tak
pernah terjadi apa-apa.
“ighhh...cowok
aneh.” Ucap yuki kesal.
***
Keesokan
harinya, saat stefan tiba disekolah. ia melihat Yuki yang sedang sibuk
mengerjakan sesuatu.
Pasti
PR Matematika, gumamnya dalan hati. Mendadak stefan tersenyum. Gue jadi punya
alasan buat marah2 ke tuh cewek pagi ini.
Stefan
duduk disebelah Yuki. “Ngerjain PR tuh dirumah, bukannya disekolah. gimana
sih?” ujar stefan sembari membuka tas yang ada didepannya. “Ngapain aja loe
dirumah semalem? Kerja lembur?? Babysitter?? atau Ngeronda??”
Yuki
menoleh. Dan menatap stefan kesal.
“urus
aja urusan loe sendiri, nggak usah ikut campur sama urusan gue.” Jawab Yuki
ketus lalu kembali menulis.
Stefan
tersenyum sinis. “PR siapa tuh yang loe contek?? Bisa buat PR nggak sih?? Masa
banyakan salahnya dari pada benernya.” Ujar Stefan melirik buku yang sedang
disalin yuki, iyalah stefan ngerti, secara dari SD sampe sekarang Stefan itu
selalu juara Kelas, dan nilai dia always nangkring diperingkat pertama.
Yuki
diam, tanpa suara. Ia tetap fokus pada hal yang sedang ia kerjakan saat itu.
“Loe
itu....kalo nyontek, nggak pernah sambil mikir yah?? Main salin2 aja.”
Yuki
kesal karna terus diganggu, diletakkan penanya dimeja dengan keras.
“loe
tau...definisi nyontek nggak sih?” menoleh kestefan. “Nyontek itu sama aja
kayak nyalin, dan nyalin itu artinya membuat sesuatu yang persis sama dengan
aslinya. Jadi..nggak perlu mikir stefan william...”
“Hemb....”
menatap Yuki tajam. “Kayaknya kemaren udah gue ingetin deh sama loe, kalo gue
lagi marah2 itu. Terima aja, jangan banyak tanya ataupun balik marah-marah ke
gue. Kalo nggak..gue bakal tambah marah sama loe.” Intonasi suara stefan naik.
“marah
itu ada alasannya, gimana sih?? Ngakunya pinter, masa nggak ngerti2 juga.”
“Gue
nggak perlu alasan kalo udah menyangkut eloe.”
“emang
gue kenapa?” tanya Yuki penasaran.
“karna
kalo liat wajah loe itu gue selalu aja pengen marah.”
“Ighhh..apaan
tuh kayak gitu, emang wajah gue kenapa?? sampe2 bisa bikin loe pengen marah.
loe pikir Cuma loe doang yang bisa marah, gue juga tau.”
Pagi
itu, pertengkaran stefan & Yuki kembali memanas. Semua penghuni kelas
kembali menonton pertunjukan heboh itu.
“ehh
guys...cepet..cepet.!! beli makanan, gorengan, atau snack. Nggak enak nih kalo
nonton beginian nggak sambil nyemil.” Ujar Jojo, salah satu siswa yang duduk
dibarisan belakang.
“iya
nih.” jawab Kenneth ikut2an.
“patungan
oi!!! Patungan!!... cepek..cepek..cepek...!!” seru Ahyar mendatangi bangku
siswa lain secara bergantian.
“Buruan
oi!!! Keburu kelar nih berantemnya.” Tambah Jojo lagi.
“udah
Ki...gampar aja..tendang, tendang!! Gue dukung loe dari belakang kok.” Kata
Kenneth menyemangati Yuki.
Benar
saja, cowok2 pada ngebelain Yuki. dari pada belain stefan, masa jeruk makan
jeruk sih.
“Sebenernya,
stefan sama yuki itu udah jadian belum sih?? Apa masih PDKT??” tanya Vebby,
salah seorang siswi cewek yang duduk dibelakang Nina.
“Tau
tuh..nggak jelas.” Jawab Navy, cewek yang duduk disamping Vebby.
“Hemb...kalo
baru PDKT aja udah kayak gitu, gimana kalo udah jadian?? Mereka bakal
bunuh-bunuhan kali ya.” Tambah Flury, siswi yang duduk diseberang Nina.
“Hemb...cari
sensasi aja sih tuh orang2, nggak penting banget.” Kata Bella cuek sambil
melihat kuku2nya.
“Ayo
Ki, gaplak aja. Hajar. Babat abis.” Teriak Jojo keras.
“Woi....jangan
teriak kenceng2 oon, nggak kedengeran nih.” Teriak Rizky yang duduk didepan.
“aduh...kalian
tuh bisa konsen nggak sih nontonnya, jangan berisik dong.” Kata Ahyar serius.
“loe
sendiri ribut, gimana sih. Udah..semuanya pada diem..biar nontonnya jauh lebih
khusyuk.” Timpal kenneth.
“UDAH
BEL WOI!!!! BISA DIEM NGGAK SIH KALIAN, KITA JUGA MAU BELAJAR NIH.” jerit salah
seorang murid dari kelas sebelah yang berdiri tepat didepan pintu.
Stefan
& Yuki menghentikan pertengkaran mereka, dengan wajah sama2 kesal mereka
berdua menghadap kepapan tulis.
“Hhhhuuuuuu...nggak
seru nih.” semuanya melihat stefan & yuki berhenti bertengkar.
“Yahh..kok
udahan, khan belum ada yang tumbang. Lanjut lagi dong.” Ucap Jojo.
“Lanjut,
lanjut pala loe peyang, ada Bu Susana tuh. Ighhh..gue gibeng juga loe.” Kata
ahyar, duduk disamping Jojo.
Saat
bu Susana masuk, keadaan kelas menjadi sunyi. Semua tingkah konyol mereka
berubah menjadi sikap anak2 pendiam yang siap mencatat dan mendengarkan apa
yang akan dijelaskan oleh guru.
3
jam berlalu, bel istirahat berbunyi. Yuki pergi kekantin dengan Nina, sedangkan
Rizky datang menghampiri Stefan.
“Stef...gue
balik duduk disini aja yah, nggak enak nih. masa tiap pagi loe sama Yuki jadi
bahan tontonan sih karena kalian berantem mulu.”
“Boleh
aja, tapi..entar kita duduk bertiga yah, dan Yuki harus duduk ditengah.” Stefan
tersenyum.
“hah??”
mulut Rizky menganga lebar mendengar pernyataan stefan.
“kenapa
loe? Speachless yah?? Udah Riz, loe mending konsen ke Nina aja deh. Sekarang2
ini gue lagi pengen duduk sama Yuki.” jelas stefan.
“Kenapa??
biar bisa berantem tiap hari gitu??”
“iya”
jawab stefan singkat.
Rizky
kembali diam tanpa kata. Ia tak tahu harus mengatakan apalagi kesahabatnya yang
satu itu.
-----------------------------------------------
Begitu sampai dirumah, Stefan segera masuk
kedalam kamarnya. Dan berdiri tepat didepan foto maxime yang sedang tersenyum.
“Max...tadi
pagi..cewek loe gue bentak-bentak, gue marahin sampe gue puas. Nggak apa2 kan?”
tanya stefan sambil tersenyum.
Setelah
itu, stefan ganti baju dan kembali duduk dimeja belajar maxime. Tak sengaja
stefan membaca secarik kertas berwarna biru disudut kiri meja belajar Max.
“suka
banget warna biru.” Desis Stefan pelan.
Mata
stefan melirik ketulisan yang dibawahnya lagi.
“Jail
banget, suka ngisengin orang.” Bacanya lagi. “Masa sih? Jail?? Sampe sekarang
tuh anak adem ayem aja, nggak banyak tingkah.” Ujar stefan berfikir.
Stefan
kembali melirik secarik kertas itu.
“Bego
sama yang namanya Olahraga, paling jagonya Cuma lari doang. Soalnya sering
dikejer-kejer sama temen2nya yang lain gara2 kejailannya.”
“Paling
nggak suka sama yang namanya pelajaran Matematika dan pelajaran yang berawalan
Bahasa-.”
Stefan
terus membaca tulisan dikertas itu sampai habis.
“nggak
bisa ngiket rambutnya sendiri dengan rapi, paling kalo diiket suka asal-asalan.
Tapi...dengan ikatan rambut yang asal-asalan itu, dia malah keliatan tambah
cantik. Cantik banget.”
Stefan
tersenyum, “Gue nggak pernah tuh liat Yuki ngiket rambutnya. Hemb...jadi nggak
yakin sama data2 dikertas ini.”
Stefan
menghentikan kegiatannya membaca artikel2 tentang Yuki yang tertempel jelas
didinding itu, lalu berjalan menuju kasurnya yang empuk. Dan tertidur lelap.
Esok
harinya.
“Udah
yuki...mulai hari ini loe harus belajar sabar, cuekin aja tuh si stefan stress.
Biarin dia ngoceh2 sendiri. Hhuft....” Ujar Yuki berusaha menenangkan dirinya
saat memasuki gerbang sekolah.
Hari
ini, untuk menghindari perdebatan sengit dengan stefan. Yuki datang kesekolah
agak siangan. Jarum jam sudah menunjukan 06.58, Yuki baru tiba disekolah. tak
lama saat yuki sampai dikelas, Bu Rita (guru Biologi) datang.
Stefanpun
tak sempat untuk marah2 sama Yuki hari ini karna Yukinya datang terlambat.
Selama
pelajaran, Yuki hanya diam. Stefan mulai membuka obrolan dengan berbisik.
“semalem
ngeronda lagi yah??, makanya bangun kesiangan gini.”
Yuki
melirik stefan sebentar.
“Tahan
Yuki..sabar...orang sabar disayang tuhan.” Dalam hati.
Yuki
kembali menghadap kepapan tulis.
“Kok
dia nggak marah sih?? Biasanya langsung nyolot nih anak.” Dalam hati stefan.
Seharian
itu, yuki sama sekali tak mengeluarkan suaranya kepada Stefan. Bahkan dijam
terakhir Yuki sempat pindah duduk kesebelah kenneth karena saat itu kebetulan
teman sebangku Kenneth pulang lebih awal, tentu saja stefan tidak tinggal diam.
Dia berusaha menyuru yuki kembali duduk bersamanya atau nggak kembali ketempat
duduknya semula yaitu disamping Nina.
“Yuki...balik
kesini nggak??” bentak Stefan.
“ighhh..apaan
sih.” Bisik yuki kesal tanpa menoleh ke stefan.
“yuki..gue
bilang balik kesini.” Desak stefan lagi.
“udah
Ki, loe balik duduk aja sama Stefan. Kalo dia ngamuk entar susah loh.” Bujuk
Kenneth.
“nggak..udah
deh, diemin aja orang stress kayak dia.”
“Hemb...kenapa
sih kalian itu berantem mulu, pacaran kok kayak kucing ma anjing sih.”
“Siapa??
Gue?? Sama cowok itu?? nggak...kita nggak pacaran kok.”
“Ki...Okeh,
kalo loe nggak mau balik kesini. Duduk ditempat duduk loe sama Nina aja.” Pinta
Stefan.
“Gimana
mau pindah, nggak liat tuh sahabat loe. Nggak mau bergerak lagi dari sono. Udah
deh. sibuk banget sih.” Ucap Yuki geram.
“Udah
Stef...biarin aja yuki duduk disini, gue janji nggak gue apa2in.” Kata Kenneth.
Sekeras
apapun stefan berusaha Yuki tetap menolak. Gurupun masuk, stefan menghentikan
aksinya untuk memaksa Yuki kembali duduk bersamanya.
Besoknya,
dengan berbagai cara Stefan berusaha memancing kemarahan yuki. minimal membuat
cewek itu kesal dan mau membuka mulutnya untuk stefan. Dan Sekarang semua siswa
dikelas itu berpendapat bahwa Stefanlah yang menyukai Yuki makanya ia meminta
Rizky untuk pindah kedepan bersama Nina.
Hari
ini Stefan bertekad harus bisa membuat Yuki buka mulut, harus!! Nggak boleh
nggak.
Jam
Olahraga, Stefan dan temen2 cowoknya keluar dari kelas abis ganti baju. Stefan
terus berfikir, ia mencari2 kesalahan Yuki agar bisa memarahinya. Saat sedang
berfikir tiba2 mata stefan kini hanya tertuju pada satu titik.
“nggak
bisa ngiket rambutnya sendiri dengan rapi, paling kalo diiket suka asal-asalan.
Tapi...dengan ikatan rambut yang asal-asalan itu, dia malah keliatan tambah
cantik. Cantik banget.” Salah satu poin diartikel milik sang kakak kini
benar-benar ada didepan mata.
Stefan
mulai merasakan ada perasaan aneh didalam hatinya, perasaan asing yang belum
pernah ia rasakan sebelumnya. Dengan gaya dinginnya, stefan menghampiri Yuki
yang sedang berada dilapangan Voli bersama cewek-cewek sekelas lainnya. Tanpa
aba-aba atau bicara sedikitpun, stefan langsung menarik karet pengikat rambut
Yuki sampai rambut hitam panjang itu kini terurai lepas.
Yuki
menoleh kaget, stefan menyambut tatapan kaget Yuki dengan harapan Yuki akan
protes dan mereka bisa berantem lagi. Paling nggak Yuki mengeluarkan gerutuan2
kecil dari mulutnya. Tapi sayang, Yuki hanya diam. Beberapa detik terlewat.
Sampai kapan stefan harus menunggu, melihat Yuki yang masih saja bungkam saat
ini. Karena kesal rencananya gatot alias gagal total, stefan pun meraih tangan
Yuki, dan meletakkan karet pengikat rambut itu ditelapak tangannya, kemudian
Stefan balik badan dan pergi begitu saja.
Yuki
menatap kepergian stefan dengan heran, sama seperti teman2 ceweknya yang juga
melihat kejadian itu.
“Gue
suka gaya Stefan tadi, keren yah.” Bisik Flury ke vebby.
“iya....cool
banget, tapi...maksudnya apa yah??” tanya vebby.
“Au
deh...” jawab Flury singkat.
“Ayo
lanjut, gue serve kan??” kata Yuki memecah keheningan dan kembali mengikat rambutnya
asal-asalan.
Semuanyapun
pada nunduk, lalu berjalan keluar dari lapangan.
“Loh
kenapa??” tanya Yuki heran.
“Takut
kena bola loe, abis loe sih servenya kemana. bolanya mental kemana.” Seru Navy.
Yuki
tertawa geli mendengar peryataan dari temannya itu. Saat bermain basketpun,
Yuki diledek sama temen2 ceweknya.
“Yuki...bolanya
ditendang aja yah, nggak usah didrible. Entar kacau lagi kalo loe drible bola.”
Ucap Navy.
Yuki
Cuma ketawa-ketawa aja, soalnya udah biasa digituin sama temen-temennya. Maklum
dia ngerti kok kalo dia itu emang dari sononya nggak bisa olahraga, setiap
temen2 yang satu kelompok ama Yuki aja sering protes. Mereka tuh pada tau kalo
ujung2nya pasti kalah karena ditim itu ada Yuki. hhuft..nasib.nasib....
Disudut
pohon, ketika stefan tengah memperhatikan yuki yang sedang bermain basket.
stefan kembali merasakan perasaan aneh itu, kini ia kembali teringat akan satu
poin lagi yang tertera dikertas kecil itu.
“Bego
sama yang namanya Olahraga, paling jagonya Cuma lari doang. Soalnya sering dikejer-kejer
sama temen2nya yang lain gara2 kejailannya.”
Dengan
geram stefan menghampiri Yuki, ia punya ide buat cewek itu nggak menjadi cewek
yang disebutkan Max dicatatan itu.
“Sori.sori..Break
bentar yah.” Kata Stefan, menggunakan tangannya membentuk huruf T.
Seketika
cewek2 itu menghentikan permainannya. Stefan masuk kedalam lapangan dengan
tersenyum lebar, semua cewek-cewek pada terpesona sama senyuman maut stefan.
Stefan
menghampiri Yuki. tanpa basa-basi, ditariknya lagi ikatan rambut yuki yang asal2an
tadi lalu dirapikannya ikatan rambut cewek itu. Benar-benar rapi, sampai tidak
ada satu helai rambutpun yang tidak terikat kecuali poninya Yuki yang cukup
panjang tapi agak pendek juga.
“Kalo
ngiket rambut tuh yang bener, masa cewek nggak bisa ngiket rambutnya sendiri
sih!.” Tegur Stefan tajam dengan ekspresi Singa, yang siap untuk menerkam
mangsanya.
Stefan
sangat berharap prilakunya kali ini bisa membuat Yuki buka mulut, tapi sayang
Yuki tetap bungkam. Walaupun terlihat ekspresi wajah Yuki sangat kesal dan
malu.
Gimana
nggak malu, orang diliatin sama anak2 sekelas, mana ada anak kelas lain yang
lagi olahraga lagi. Mau ditaruh dimana tuh muka, bisik Yuki dalam hati.
Semua
yang menyaksikan kejadian itu terlihat bengong dan penuh tanya. Mereka sekarang
mengakui kalo pasangan yang sering berantem dan mereka kira baru jadian itu
adalah pasangan ter so sweet tahun ini.
“Sumpah
deh...adegan tadi itu romantis banget.” Ujar Vebby tersenyum malu.
“iyah
veb..jadi pengen punya cowok kayak stefan, perhatian banget. Ampe ngiket rambut
aja, dia yang ngiketin.” Tambah Flury.
Setelah
mengikat rambut Yuki, stefan berbisik ditelinga yuki.
“kalo
loe nggak mau kejadian ini terulang lagi, mending sekarang loe belajar ngiket
rambut deh. Atau...iketan ini nggak usah loe lepas2, biar gue nggak dateng
terus ngiketin rambut loe didepan umum kayak gini lagi.” Ancam stefan pelan.
Stefan balik badan dan tetap dengan gaya dinginnya yang keren itu ia
melambaikan tangannya lalu berjalan pergi. “Okeh..silahkan lanjut!”.
Paling
nggak, stefan bisa merubah Yuki. nggak menjadi Yuki yang selama ini dilihat
sama Max, Yuki yang berbeda dengan ikatan rambut yang rapi. Kalo tentang
olahraga itu...udah nggak bisa diganggu gugat, udah dari lahir nggak bisa
olahraga ya mau digimanain lagi.
Pulang
sekolah, stefan hendak menghampiri Yuki yang sedang menunggu Bis. Karena takut
terjadi perang dunia lagi, yuki hanya bisa diam dan berharap bisnya segera
datang. Tak lama bisnya memang datang, dan secepat kilat yuki langsung naik dan
hilang begitu saja dalam keramaian bis itu. Ia seolah tak melihat stefan yang
berada disitu.
Malam
harinya, didalam kamar Stefan terus berfikir keras, ia mulai yakin. kalo
perasaan asing dan aneh yang sering ia rasakan baru2 ini dikarenakan Yuki. Yuki
sekarang telah berhasil membuatnya berdiri ditempat yang sama seperti Max. Yang
hanya bisa melihat, mengawasi dan diam tanpa bisa berada dekat dengan sang
gadis.
“nggak....”
Stefan menggeleng. “Yuki nggak bisa menempatkan gue ditempat yang sama kayak
Max, gue nggak mau.” Ujarnya keras.
-TO BE CONTINUED-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar