Setetes Embun Cinta Ajeng..
Siapakah yang mampu hidup tanpa
cinta??
Perempuan mana yang bisa
membangun singgasana rumah tangganya tanpa cinta??
Tak ada!! Kecuali manusia yang
hidup tanpa hati dan nurani. Seperti pelacur yang biasa hidup nista dan
mendustakan cinta. Bahkan seekor merpati yang tiada dikaruniai akal pikiran
menerima pasangan hidupnya atas dasar cinta. Tuhan menciptakan makhluk-Nya disemesta
raya ini juga karena cinta. Matahari, rembulan dan bintang pun bersinar karna
cinta. Sungai mengalir karena cinta. Angin bertiup karena cinta. Pohon berbuah
karena cinta. Bunga-bunga bermekaran karena cinta. Segala benda dalam alam raya
tunduk patuh menyembah Allah juga atas dasar cinta. Lalu kenapa selalu saja ada
yang mengusik hukum cinta??
Gadis cantik itu masih terduduk
diatas sejadahnya. Kedua matanya terpejam, dari dua sudut matanya keluar
tetesan bening seperti embun. Ia mengambil kertas putih yang berada tak jauh
dari jangkauannya. Sekali lagi ia membaca sepucuk surat penting dari ayahnya itu.
surat yang membuatnya kehilangan gairah untuk hidup, surat yang membuat ia
membenci dirinya sendiri, surat yang rasanya seperti mendapatkan vonis hukuman
masuk nereka selama-lamanya. Padahal, beberapa hari lagi ia akan merayakan hari
terindah dalam hidupnya, hari dimana ia diwisuda menjadi seorang Dokter.
Surat
itu datang dan langsung menghancurkan semua kebahagiannya..
meluluhlantakan
mimpi-mimpinya yang selama ini sudah ia kejar..
andai
saja surat itu bukan dari ayahnya..
andai
saja surat itu tidak seperti itu isinya..
andai
saja orang yang disebut dalam surat itu bukan Raka.
Sekali
lagi, gadis cantik itu memejamkan matanya.
Sakit,
perih.. bagaikan belati yang tepat menghujam ulu hatinya.
“Mampukah
aku melihat ayah terus menjadi budak, tanpa kemerdekaan..
Tidak!!!
Aku tak mampu, dan Aku tak mau menjadi anak durhaka.” Lirihnya.
Namun
dengan memenuhi isi surat itu, apa bedanya dengan menceburkan diri sendiri
kedalam kolam yang penuh dengan buaya. Hidup akan terhina dan sengsara
selamanya. lalu.. apa bedanya ia dengan seorang yang melacurkan diri??
Menggadaikan jiwa raganya untuk menebus materi delapan puluh juta demi
kemerdekaan sang ayah.
“celakalah
aku, aku akan melacurkan diri sendiri dengan kedok pernikahan.” Ia meratap
sedih.
Gadis
itu Ajeng, seorang gadis cantik yang berasal dari sebuah desa di Sidempuan.
Gadis berjilbab ini telah kehilangan ibunya sejak ia masih kecil, ibunya sakit.
Mengakibatkan sang ayah harus pontang panting cari uang untuk pengobatan
ibunya. Ayah begitu mencintai ibu. 2 bidang sawah ayah jual hanya untuk berobat
ibu, rumahpun ayah gadaikan. Masih kurang... ayah akhirnya meminjam uang pada
seorang mucikari yang akhir-akhir ini telah masuk islam. Tak ada yang tau apa
kedok mucikari itu masuk islam. Yang jelas dialah yang telah banyak membantu
ayah.
Sejak
kematian ibu, Ajeng tinggal bersama Uminya yang tak lain adalah sahabat baik
dari ibunya. Umi adalah orang yang baik, ia begitu menyayangi Ajeng selayaknya
anak sendiri. Umi tak pernah membentak bahkan berkata kasar pada Ajeng, hanya
ada kasih sayang dengan tutur yang lembut dari Umi. Kalau bukan karena
pengorbanan dan kerja keras Umi ia takkan pernah bisa sekolah sampai menjadi seorang
mahasiswa yang berprestasi seperti ini. Bahkan dalam hitungan hari Ajeng akan
diwisuda jadi seorang Dokter. Sungguh kebahagiaan yang tak terkira atas kerja
kerasnya bersama Umi. Sejak ia datang kerumah yang cukup besar itu, Ajeng hanya
tinggal bersama Umi dan Yudha, anak Umi yang sekarang sedang kuliah DiKairo.
Suami Umi meninggal saat Yudha lahir. Yudha merupakan anak yang pintar dan
Soleh. Berkat kepintarannya ia mendapat beasiswa untuk sekolah ke Kairo, Yudha sekarang
sudah hampir menyelesaikan S3nya. Ia bahkan sudah pernah keliling dunia karena
kepintarannya. Inggris, Amerika, Australia, Brazil, Istanbul (Turki) dan masih
banyak lagi.
Untuk
biaya hidup sehari-hari Umi hanya berjualan makanan ditoko-toko, terkadang Umi
juga mau menerima pesanan orang. Dewasa ini, Ajeng membantu Umi untuk mencari
uang. Yaitu dengan cara menjadi guru Private. Kamar Yudha yang sudah lama tak
dihuni dimodif jadi sebuah kelas kecil yang cukup nyaman. Penghasilan yang
lumayan untuk membeli segala keperluan Ajeng dan sisanya dapat ditabung.
--------------------------------------------------------------------------
ADA
UDANG DIBALIK GANDUM, ya... ternyata KEBAIKAN sang mucikari itu tidak
Cuma-Cuma, melihat Ajeng yang tumbuh dewasa degan paras yang cantik, soleha,
baik, sopan terlebih ia adalah satu-satunya anak yang bisa mendapatkan beasiswa
diJakarta karna kepintarannya, sang mucikaripun melamar ajeng untuk putranya,
RAKA. Inilah imbalan yang ia minta untuk menebus semua hutang-hutang ayah
Ajeng. Dasar!!! Dari awal gerak-gerik laki-laki tua itu memang mencurigakan.
Dan sekarang semuanya terjadi, tentu saja Ajeng tak mau dinikahkan dengan Raka,
yang benar saja... siapa yang mau dinikahkan dengan laki-laki yang hampir saja
merenggut kesuciannya saat mereka masih duduk dibangku sekolah dasar. Dari
kecil saja pikirannya sudah sepicik itu, apalagi sekarang.. gayanya yang sok
preman dan paling berkuasa membuat hati Ajeng tertutup rapat. Tak ada
kesempatan, mungkin hanya mukzizat dari Allah-lah yang dapat merubah sudut
pandang Ajeng tentang pria yang hendak dinikahkan dengannya itu. apalagi 2
bulan yang lalu setelah ajeng berkunjung ke Sidempuan ia mengetahui suatu
kenyataan pahit. Indah, satu-satunya sahabat Ajeng di Sidempuan menjadi seorang
pelacur karena RAKA, awalnya Indah diberi embel-embel kalau Raka akan
menikahinya, hallow Indah... Itu RAKA, percaya dengannya sama saja dengan
menlimakan tuhan. Semua kata-katanya adalah dusta. Dan benar saja, setelah
semuanya diberikan Indah Raka malah cuek bebek, seolah tak pernah terjadi apa-apa.
Hhuhh.. dasar laki-laki bejat, habis manis sepah dibuang, ehh..abis dibuang,
dipungut lagi, teruss dijual..#tega hembb.. nggak kebayang gimana perasaan
Indah kalau tau sahabat terbaiknya jadi nikah sama Raka. Pastilah hidup ajeng
akan menderita. Tersiksa lahir dan bathin.
“Tak
bisakah aku menikah dengan seorang laki-laki yang lebih bersih??? Yang bisa
jadi imam untukku dan keluargaku???” bisiknya pelan.
Semenjak
surat itu datang, Ajeng menjadi gadis pemurung yang selalu mengunci dirinya
dikamar, mencoba berfikir untuk menemukan jalan keluar atas segala beban
pikirannya. Ajeng tak mampu untuk bercerita pada siapapun, apalagi Umi. Ia tak
mau membuat Umi bersedih memikirkan masalahnya, sudah cukup ia merepotkan Umi
selama ini.
-------------------------------------------------------------------------------------
Siang
itu, Umi mengajak Ajeng untuk menjemput Yudha dibandara. Yudha pulang.... kakak
Angkat tersayangnya itu kini pulang..... pulang untuk dua hal, pertama. Karna
Yudha telah menyelesaikan sekolahnya dan telah mendapatkan pekerjaan di Jakarta.
Dan Kedua karena Umi mau menjodohkan Yudha dengan gadis cantik, anak sahabatnya.
“kau
gadis yang sangat beruntung Mbak Lia. Andaikan aku seberuntung dan secantik
dirimu.” Lirih Ajeng setelah mendengar penjelasan Umi tentang perjodohan antara
kakaknya Yudha dengan Mbak Lia.
“kenapa
Ajeng?? Kenapa kau bicara seperti itu?? kau itu gadis yang sangat cantik
anakku, sejatinya kau lebih cantik dari Lia bahkan kau juga sangat cerdas.
Kurang beruntung apa lagi nak?? Apa yang membuatmu tak sempurna?? Apa yang
kurang?? Apa ada yang kau inginkan?? Cerita pada Umi, kalau Umi mampu. Umi
pasti akan memenuhinya.” Kata Umi lembut sambil membelai kepala Ajeng yang
tertutup Jilbab berwarna cream.
“Maafkan
ajeng Umi, maaf bila kata-kata ajeng menyakiti hati Umi. Sesungguhnya bukan itu
maksud ajeng, ajeng hanya merasa iri pada Mbak Lia. Mbak Lia bisa mendapat
suami yang baik, Saleh, setia dan bertanggung jawab seperti kak Yudha, sedangkan
Ajeng???” Kata-kata itu menggantung begitu saja.
“Ajeng
juga pasti akan mendapatkan suami seperti itu, seperti kak Yudha. Percaya sama
Umi.” Umi tersenyum manis mengusap lembut pipi chubi Ajeng.
Ajeng
hanya tersenyum tipis.
“semoga
Umi, Ajeng pun berharap demikian. Seperti kak Yudha bukan Raka.” Gumam Ajeng
dalam hati.
Kepulangan
yudha memang mebuat Umi sangat bahagia. Anak lelakinya itu benar-benar gagah
dan tampan, bahkan senyumnya sangat memikat, nada bicaranyapun enak, bacaan
Al-Qurannya saat mengimami sholat maghrib sangat indah dan enak didengar.
“yudha
belikan jilbab sutera asli dari Turki untuk Umi dan dek Ajeng. Yang ini untuk
dek Ajeng, dan yang ini untuk Umi.” Kata yudha memberikan bungkusan kecil
kepada dua orang paling berarti dalam hidupnya itu.
“Wahhh,,
subhanallah kak. Indah sekali.” Ujar Ajeng langsung memakai Jilbab itu menutupi
jilbab putihnya. “Gimana?? Bagus nggak??”
Umi
tersenyum melihat Ajeng.
“Dasar
orangnya sudah cantik ditambah dengan jilbab dari Turki itu. yaaaa... luar
biasalah hasilnya. Kau seumpama bidadari yang turun dari surga Ajeng. Cahaya
pesonamu mengalahkan cahaya yang dipantulkan oleh mentari siang hari.” Sahut yudha.
Seketika
wajah Ajeng merona mendengar pujian kakak angkatnya itu, kakaknya memang suka
berpuitis. Entah mengapa, Ajeng sangat suka dengan pujian-pujian kakaknya yang
seperti ngegombal itu.
“Huuuhh...”
hela yudha. “siapakah gerangan pangeran yang akan menikmati kesejukan cahayamu?
Siapakah dia yang akan berbahagia mendapatkan kesucian jiwaragamu? Alangkah
bahagianya dia!!.” Lagi-lagi Umi tersenyum mendengar perkataan Yudha yang terdengar
seperti orang kasmaran. lain Umi lain Ajeng, Ajeng justru merasa seperti
tersengat kalajengking saat mendengar kata-kata terakhir yudha. Air matanya
kembali jatuh membasahi pipi putih dan mulusnya. Yudha melihat ajeng menitikan
air matanya.
“loh??
Ajeng kenapa?? apa kata-kata kakak salah?? Apa barusan kakak menyinggungmu??”
tanya yudha pelan.
“Tidak
kak, Ajeng justru senang mendengar pujian kakak. Makanya Ajeng menangis.” Kata
Ajeng Menyeka air matanya.
“Baguslah
kalau begitu, sebagai imbalan karena pujian kakak tadi.. maukah dek Ajeng
membuatkan nasi goreng spesial besok, sudah lama kakak tak menikmati makanan
itu.”
Ajeng
tersenyum. “Beres Bos!!”
Yudha
kembali memberikan oleh-olehnya kepada Umi juga Ajeng. Ada tas tangan yang ia
beli diParis, Liontin Kristal dari Italy, Cincin cantik dari Turki beserta
sandal kulit putih gading yang modis. Dan Kebaya khas malaysia. Oleh-oleh
terahkir yang Yudha berikan adalah sebuah gaun pengantin khas Turki yang sangat
indah untuk Ajeng.
“Ini
kakak belikan spesial untukmu Dik. Untuk kau pakai suatu saat nanti, ketika kau
jadi pengantin.” Kata Yudha tersenyum.
“indah
sekali kak, rapat menutup aurat dan islami. Sepertinya kau sangat mengetahui
seleraku. Terus... untuk calon istri kakak mana??” tanya Ajeng.
“jangan
khawatir, ada kok.”
“ya
sudah, cukup ngobrolnya.. besok kita lanjutkan. Hari sudah larut nih.” kata Umi
memegang pundak kedua anaknya.
“nahh
lohhh... aku tidur dimana dong?? Kamarku kan jadi kelas?? Masa’ aku tidur
dikelas?? Bu guru harus kudu tangung jawab!!!” Rajuk Yudha pada Ajeng.
Ajeng
tersenyum tipis.
“malam
ini Ajeng tidur sama Umi, Yudha tidurlah dikamar Ajeng.” Seloroh Umi yang
kemudian berlalu kekamarnya.
“Ya
sudah kak, selamat beristirahat yah. Semoga kakak merasa nyaman dengan
kamarku.” Kata Ajeng beranjak dari duduknya. “dannn.... tenang saja, Bu guru
akan tanggung jawab kok. Kelas itu akan jadi kamar kakak lagi, besok..” Ajeng
tersenyum manis.
Jam
menunjukan pukul tiga dinihari, Yudha bangun dari tidurnya. Membasuh diri
dengan segarnya air wudhu berniat untuk sholat Tahajud, Ajeng yang mendengar
suara Yudhapun ikut terbangun, tak tau kenapa, ia ingin sekali ikut sholat berjamaah
bersama sang kakak. Diam-diam Ajeng makmum dibalik pintu kamar Yudha. Lantunan
ayat suci yang Yudha baca sungguh indah, begitu merdu dan tartil. Yudha dan
ajeng sama-sama larut dalam ayat-ayat yang mereka baca. Keduanya menangis
menghadap Allah. Hati merekapun tak henti-hentinya bertasbih. Apalagi Ajeng, ia
sungguh terisak. Berharap Allah akan memberikan petunjuk atas segala
masalahnya. Yudha menghentikan tasbihnya saat mendengar isakan tangis, perlahan
ia beranjak dari sujudnya dan membuka pintu kamar. Seketika ia terhenyak melihat
Ajeng duduk diatas sejadah dengan menutup mukanya dengan kedua tangan. Yudha
tersentuh dengan apa yang dilihatnya, perlahan yudha kembali ketempatnya semula
dan melanjutkan tasbihnya.
“Dik
Ajeng!!” panggil Yudha dengan suara halus.
“Ya
Kak!!” Jawab Ajeng dengan suara bergetar.
“masih
mau makmum??”
“Insyaallah.”
Yudha
tersenyum. “sekarang witir dua rakaat lalu satu rakaat.”
Dan
mereka berdua kembali bersujud dihadapan Allah.
****
“nanti
siang, ayah dan kakakmu akan datang kemari.” kata-kata umi berhasil
menghentikan acara sarapan Ajeng.
Ajeng
terdiam membisu, matanya kembali berkaca-kaca. Ayah pasti mau menjemputku
pulang ke Sidempuan, apa aku akan segera dinikahkan dengan lelaki bejat seperti
Raka??? Apa hanya sampai disini kebahagiaanku??? Bagaimana ini?? Lirih ajeng
dalam hati.
“Ajeng
bisakan jemput ayah sama kak Fathir?? Soalnya mereka lupa jalan menuju rumah
kita.” Lanjut Umi.
Ajeng
tetap tak bergeming, ia diam seribu bahasa. Yudha menatap adik tersayangnya itu
curiga. Pasti ada hal yang sedang difikirkan ajeng, sesuatu yang berat....
“iya
umi, ajeng bisa kok. Nanti yudha temenin.” Sahut Yudha memecah keheningan yang
tercipta ulah diamnya ajeng.
Umi
tersenyum. Selesai sarapan pagi mereka bertiga duduk manis diruang tamu,
melanjutkan cerita-cerita seru yang sempat tertunda semalam. Selesai mengobrol,
Umi duduk disamping Ajeng lalu mengusap lembut kepala anak kesayangannya itu.
“Umi
sangat menyayangimu nak, Umi mohon jangan pernah tinggalkan Umi, tetaplah
disamping Umi sampai Allah memanggil Umi, umi mau kamulah yang akan merawat dan
menemani Umi dihari tua umi nanti.”
Ajeng
kaget mendengar kata-kata Umi barusan, bagaimana ini??? Kenapa Umi harus bicara
seperti itu??? apa yang harus ajeng katakan pada Umi saat nanti ayahnya datang
dan membawanya pergi, jauh dari Umi. “Insyaallah ya Umi.” Lirih ajeng.
Yudha
kembali tersenyum melihat keakraban Umi dan Ajeng.
Siang
harinya, yudha dan ajeng berangkat menuju terminal untuk menjemput ayah dan kak
Fathir. Diperjalanan, air mata Ajeng terus saja mengalir dengan tatapan kosong
yang menerawang jauh keluar jendela mobil. Yudha menghentikan mobilnya
dipinggir jalan.
“Ajeng,
kakak merasa kau sedang menyimpan masalah yang kau sendiri tidak kuat
menanggungnya, kau telah menyembunyikan sesuatu dari kakak, kau sedih dan kau
tak mengakuinya.”
Ajeng
tetap diam, hanya suara sesenggukan tangis yang keluar dari bibirnya.
“kalau
kau menganggap kakak ini orang lain, ya sudah kau pendam saja masalahmu itu.
kakak hanya ingin melihatmu bahagia, kau tau Umi sangat menyayangimu, bila kau
bahagia Umipun bahagia. Apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu bahagia bila
kakak sendiri tak tau masalah apa yang sedang menimpamu saat ini.”
“aku
memang punya masalah kak.” Akhirnya hati Ajeng luluh, ia mau buka suara untuk
segala masalahnya.
“masalah
apa?? Udah kasih tau Umi??”
Ajeng
menggeleng pelan. “Ajeng tak mau meyusahkan Umi kak.”
“apa
kakak boleh tau masalahnya??”
“dengan
satu syarat.”
“apa?”
“jangan
beri tau Umi atau siapapun.”
“baiklah.”
Ajeng
lalu menceritakan perihal surat ayahnya secara teperinci, tentang siapa Raka
dan Bapaknya lengkap. Ajeng terisak kembali, meluaplah segalanya. Mata Yudha
berkaca-kaca mendengar penuturan adik angkatnya itu. adiknya memang sedang
dalam masalah yang serius.
“Ajeng
perlu bantuan kakak.”
“apa??”
“bilang
pada ayah untuk menolak lamaran Raka dan Bapaknya.”
“terus..
kalau kakak ditanya alasannya gimana??”
“katakan
kalau Ajeng sudah punya calon sendiri. Pokoknya bicara menurut bahasa kakak aja
deh, kakakkan pinter ngomong jangan sampai melukai hati ayah. Dan.. ajeng akan
berusaha untuk mencari uang 80juta itu sebelum tanggal jatuh tempo.”
“ajeng,
kalau boleh kakak bertanya. Bagaimana kau akan dapatkan uang sebanyak itu?”
“terus
terang ajeng sama sekali tak tau kak, nanti akan ajeng pikirkan lagi. ajeng tak
mau merepotkan siapapun dlm hal ini.”
“maaf
jeng, kakak tak bisa berbohong.”
“ayolah
kak, berbohong untuk kebaikankan tidak apa-apa.”
“tidak
bisa Dik.”
“please
kak!! Apa kakak rela kalau Ajeng jadi istri seorang Mucikari?”
“baiklah, kakak akan menolongmu, tapi ada dua syarat?”
“Apa
itu??”
“pertama,
kau harus mencucikan pakaian kakak. Dan kedua, kau harus memijit kakak nanti
malam.”
“kalau
untuk sekedar mencucikan pakaian kakak sih Ajeng tak keberatan, lagian setelah
kakak menikah nanti, istri kakaklah yang akan mengerjakan semua itu. tapi...
kalau harus memijit... maaf kak ajeng tak bisa, kakak lupa ya.. kita kan bukan
mahram.”
“kakak
tidak lupa, nanti malam kakak akan pakai jaket supaya kulitmu tidak menyentuh
kulit kakak. Dan..pijatnya juga diruang tamu saat kita mengobrol dengan ayah
dan kakakmu beserta umi. Tapi kalau dik Ajeng tak mau, ya sudah kakak juga tak
mau menolongmu!”
Ajeng
hanya geleng-geleng kepala, dulu waktu masih kecil memang ia sering sekali
memijit kakaknya itu. tapi setelah mereka menginjak bangku sekolah menengah
atas. Ajeng tak pernah lagi bersentuhan dengan yudha.
“Hanya
nanti malam saja kan??”
Yudha
mengangguk.
“baiklah,
ajeng setuju.”
“bagus..
kalau begitu kakak akan membantumu untuk bicara pada ayah dan kakakmu.”
Ajeng
tersenyum, yudha menatap wajah adik angkatnya dengan seksama menyebabkan Ajeng
tersipu. Dan mereka pun kembali melanjutkan perjalanan untuk menjemput ayah dan
kakak ajeng.
Kedatangan
Pak Ari dan Fathir disambut hangat oleh Umi. Lama mereka berbincang sambil
mengenang almarhumah Bu Tia, ibunya ajeng. Ajeng cukup tenang karena sampai
saat ini ayahnya tak mengungkit masalah pernikahannya dengan Raka. Selesai
makan siang, mereka semua berkumpul diruang tengah. Kembali berbincang dan pada
akhirnya Pak Ari pun mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu untuk menjemput
Ajeng. Umi sempat syok, bagaimana tidak.. anak yang sudah dianggap anak,
dibesarkan, dididik dan disayang dari kecil sampai hampir menjadi dokter hendak
diambil begitu saja. Siapa yang rela???? Tapi umi sadar, mungkin tugasnya untuk
menjaga ajeng sudah selesai, tak salah bila orang tua ajeng ingin mengambil
anaknya. Dengan berlinangan air mata umi mencoba bijak, memasrahkan semuanya
pada Ajeng. Ini hidup ajeng dialah yang berhak untuk memilih. Tetap tinggal
atau pulang bersama ayah dan kakaknya dan segera dinikahkan.
Ajeng
hanya diam tertunduk, ia tak mengeluarkan sepatah katapun ketika ditanya ayah
dan Umi. Berkali-kali ditanya berkali-kali pula ajeng diam. Ia hanya bisa
berharap kakaknya, yudha dapat segera mengeluarkan suara untuk menolongnya.
“ayo
kakak, bicara pada ayah!!!” gumam ajeng dalam hati sambil sesekali menyenggol
kaki kakaknya yang saat itu memang duduk disampingnya.
Yudha
juga diam, mungkin ia sedang merangkai ribuan kata untuk menolong adiknya.
Mencari berbagai macam alasan untuk menolak secara halus permintaan ayah ajeng.
“kakak...”
lirih ajeng dengan suara pelan dan terdengar oleh siapapun. Ajeng kembali
menyenggol kaki yudha, yudha masih saja diam.. hadehhh.. mungkin kakaknya lagi
kehilangan sinyal, makanya pemikirannya jadi LOLA (loading Lambat).
“ayolah
ajeng, bicaralah nak!! Umi akan terima semua keputusanmu.” Kata Umi membelas
kepala Ajeng.
Mata
ajeng pun berkaca-kaca, keringat dinginnya mulai keluar. Yudha pun berdehem.
“Boleh
ananda bicara pada pak Ari dan Umi??”
“Silahkan
nak yudha. Silahkan..kita kan memang sedang musyawarah.” Sahut pak Ari.
“Begini.
Ananda bicara atas nama kemaslahatan dua keluarga. Sebelumnya dik Ajeng pernah
mengutarakan masalah ini pada ananda. Baik selama ananda dirumah maupun diluar
negeri, kami tak henti2nya untuk saling berkomunikasi. Sebenarnya dik ajeng
ingin sekali pulang kekampung halamannya, berniat untuk berkumpul bersama
keluarga besarnya dikampung. Tapi.. disini, dik Ajeng sudah memiliki calon
sendiri untuk dijadikan pasangan hidup. Mereka berdua saling mencintai,
hubungan merekapun sudah lama terjalin. Dik ajeng tak pernah berbuat maksiat
dengan cintanya, dia hanya mencintai dengan sewajarnya saja. Laki-laki itupun
sangat mencintai dik Ajeng, mungkin dia bisa mati bila ia tidak bisa
memperistri dik ajeng. Ananda hanya berharap bahwa pak Ari dan Umi mau merestui
hubungan dik Ajeng dan orang yang dicintainya, bagusnya lagi kita bisa
menyegerakan pernikahan mereka. Saya berani menjamin bahwa orang yang dicintai
dan mencintai ajeng adalah orang yang baik, soleh, bertanggung jawab dan akan
berjuang sekuat tenaganya untuk membahagiakan Ajeng. Sebab saya tau cinta
mereka tulus. Itu menurut pendapat ananda.”
Muka
pak Ari pucat, begitupun Umi.. bagaimana bisa ini terjadi?? Anak kesayangannya
menjalin hubungan dengan seorang laki-laki tanpa sepengetahuannya.
“Anakku,
apa benar yang dikatakan kakakmu yudha barusan??” tanya Umi halus.
Ajeng
mengangguk, mata Umi kembali berkaca-kaca. Kecewa, itulah yang Umi rasakan.
Anak yang sudah ia anggap anak tak pernah bercerita tentang orang yang
dicintainya, masalah sepenting ini?? Tak sekalipun ajeng membahasnya didepan
Umi, apa ajeng tak percaya Umi?? Apa Umi tak berarti dalam hidup ajeng??
Segelintir pertanyaan2 muncul dibenak Umi.
“Siapa
dia anakku?” tanya Umi mencoba tegar dan menyingkirkan segala pikiran
negatifnya.
Ajeng
bingung, ia sama sekali tak punya jawaban.. ya iyalah orang ajeng tak pernah
jatuh cinta dan menjalin hubungan spesial dengan laki-laki sebelumnya.
Haduhhh... ayo kak Yudha, ini semua skenario yang kau buat, jadi kaulah yang
harus menuntaskannya. Ujar ajeng dalam hatinya. Jantungnya berdetak kencang,
peluh mengaliri wajah cantiknya, mukanya pun pecat dan tubuhnya bergetar.
“Umi,
Umi tau sendirikan kalau Dik Ajeng ini sangatlah pemalu untuk masalah seperti
ini. Kalau boleh biarlah ananda saja yang menjelaskan siapa orang yang dicintai
dik Ajeng. Namun sebelumnya ananda minta Umi tidak marah bila mendengar
namanya, apa umi mau berjanji tidak akan marah?? Karena ananda takut Umi akan
marah.” Kata Yudha.
“baiklah
Umi berjanji tidak akan marah.”
“nama
lengkap lelaki yang dicintai dik Ajeng dari dulu hingga sekarang adalah
Muhammad Yudha bin Dharma Wijaya.”
“APA???
Jadi yang dicintai dan mencintai Ajeng itu kau sendiri Yudha??”
Semua
mata tertuju pada Yudha, termasuk ajeng. Mereka Terkejut mendengar pengakuan
yudha, ajeng sendiri tak habis pikir. Kakaknya mampu bersandiwara sampai
seperti itu, membelanya gila-gilaan. APPLAUSE buat kak Yudha!!!
“Benar
Umi, kami saling mencintai. Aku sangat mencintai dan menyayangi dik Ajeng
demikian pula sebaliknya.”
“Bukankah
cintamu pada Ajeng hanya sebatas cinta kakak pada adiknya yudha?? Bukan cinta
sepasang kekasih.”
“Tidak
Umi, aku mencintai Dik Ajeng seperti yusuf mencintai zulaikha, aku mencintai
dik ajeng seperti romeo mencintai juliet atau seperti Nabi Muhammad mencintai
Aisyah. Aku telah berkata sejujur2nya Umi.”
“Ajeng??”
panggil Umi berharap ajeng buka suara.
“Be..be..benar
Umi, apa Umi lupa.. kalau kami bukan kakak adik, kami bukan mahram. Kami saling
mencintai namun tak pernah melakukan hal-hal yang menodai kesucian diri, hati
dan jiwa.”
Pak
Ari dan Umi sempat bicara memperdebatkan pembicaraan barusan, yudha berusaha
semaksimal mungkin membujuk Pak Ari dan Umi agar mau merestuinya. Bahkan Fathir
yang sedari tadi diam ikut buka suara, membantu yudha agar ayahnya dan Umi mau
merestui hubungan adiknya dan Yudha. Lebih baikYudha dari pada Raka. Pikir
fathir. Akhirnya Pak Ari pasrah, sekarang terserah Umi.
“Umi,
ananda mohon.. apa saling mencintai itu dosa?? Apa cinta kami salah?? Perasaan
itu datang dengan sendirinya Umi, masuk begitu saja terpanah tepat didalam
hati.. apa Umi rela kami menderita?? Apa Umi tak melihat kesedihan dik Ajeng
beberpa hari ini?? Dia menangis Umi, dia khawatir dan ketakutan akan kehilangan
orang yang sangat dicintainya. Adik Ajeng itu sangat mencintai dan menghormati
Umi sehingga ia tak mampu mengatakan isi hatinya, sebab orang yang dia cintai
adalah anak laki-laki umi satu-satunya. Percayalah Umi, Dik Ajeng adalah
menantu terbaik buat Umi.” Desak Yudha dengan nada serius.
SUMPAH!!!!
Akting kak Yudha keren, kalau jadi aktor terus masuk HOLLYWOOD dijamin deh
piala AMERICA MOVIE AWARDS bakalan dibawa pulang semua sama dia. Dengan sadar
kalau lawan main filmnya saat ini begitu serius ajeng pun mengimbanginya.
Dengan lantang ia mengakui cintanya pada yudha. Membuat Umi mnyadari satu hali,
saat ini ia sedang menghadapi gelombang cinta yang begitu besar dan tak
terkalahkan.
Umi
luluh, karena cintanya yang begitu besar pada kedua anaknya.. Umipun merestui
hubungan yudha dan ajeng. Pak Ari masih diam, sejujurnya dia sangat bahagia
anak gadis satu2nya akan menikah dengan orang yang benar. Tapi..tak dipungkiri
rasa khawatir itu juga menyeruak dihatinya. Hutang delapan puluh juta itu???
apa yang akan dikatakannya pada sang mucikari...
Umi
menanyakan perihal rencana pernikahan yudha dan ajeng, dengan tegas yudha
mengatakan kalau dirinya sudah membuat rencana yang matang sekali, dan akan
segera melangsungkan akad nikah. DEGGG.... hati Ajeng berdesir, AKAD NIKAH???
Apa kakaknya sudah gila?? Apa kakaknya sedang dirasuki roh halus? Apa kakaknya
tidak sadar tengah berbicara seperti itu dengan siapa?? Ajeng melirik yudha,
disaat yang sama yudha pun melirik ajeng. Lirikan mereka bertemu. Yudha
mengerdipkan mata sambil tersenyum. Ajeng hanya diam. Hmmm... pokoknya kalau
ada masalah besar setelah ini yang bertanggung jawab adalah kakaknya, yudha.
“Kapan
rencananya Yud??”
“secepatnya,
saat Umi, Pak Ari dan kak Fathir sudah benar-benar merestui dan mengikhlaskan
hubungan kami.”
“Umi
sudah ikhlas lahir bathin anakku.”
“Bapak
juga ikhlas lahir bathin.”
“Umi
dan ayah saja sudah ikhlas lahir bathin, apalagi aku.. tentu saja.. akulah yang
paling ikhlas adikku tersayang akan menikah dengan pemuda baik seperti dek
Yudha.”
“Alhamdulillah,
kami sangat bahagia mendengarnya, Dik Ajeng... kau sudah mantap lahir bathin
kan dengan rencana pernikahan kita?” tanya yudha menyentuh pundak Ajeng.
Hati
ajeng bergetar hebat, apa maksudnya ini?? Kenapa kakaknya bicara seperti itu,
apakah ini juga bagian dari skenario kak Yudha??
“kenapa
kau ragu adikku?? Apa kau menyangsikan cintaku padamu?? Apa kau ragu akan
niatku untuk membahagiakanmu??”
Mata
Ajeng berkaca-kaca. “kau sungguhan kak?? Atau..ini hanyalah sebuah sandiwara”
tanyanya terisak.
“ini
sungguh dan serius. Kita akan menikah, tinggal bersama mereda masa depan
bersama dengan penuh cinta. Kita juga akan membesarkan anak-anak kita dirumah
ini. Apa kau tidak mau??”
Tangis
Ajeng meledak. “apakah benar kita akan menikah kak??”
Pak
Ari, Fathir dan Umi menangis, mereka terharu menonton kisah cinta dua orang
sejoli yang akan segera bersatu ini. Sungguh kebahagian yang sangat besar.
namun apakah mereka tau kalau ajeng menangis bukan karna masalah itu, ajeng
hanya bingung.. mencari kepastian dari kakaknya.
“kak
yudha, jelaskan padaku.. apa artinya ini?? Kakak sedang bersandiwara bukan??”
“Adikku
Ajeng, dengarkan baik-baik ya! Sumpah demi Allah kakak sungguh2 hendak
menikahimu. Kakak sangat mencintaimu, kakak tak bisa hidup tanpa dirimu hanya
kau.. tak ada yang lain. Kakak mau kamulah yang jadi istri kakak, menjadi
pendamping kakak selamanya menuju ridha illahi, kakak ingin kaulah yang
melahirkan dan membesarkan anak-anak kakak. Kakak janji akan sekuat tenaga
membuatmu bahagia. Ini bukanlah sandiwara lagi, ini serius.. apa kau mau
mengarungi hidup dengan kakak adikku??” yudha menjawab dengan segenap
perasaannya, kedua matanya basah.
Ajeng
mengangguk tanda setuju. “Adik ikut kakak, adik percaya pada kakak.”
Perasaan
haru, bahagia, cinta, optimis, surprise dan kaget berbaur jadi satu apalagi
setelah mendengar pernyataan selanjutnya dari Yudha. Akad nikah akan kami
laksanakan malam ini juga!!! #GUBRAKKKK bener-bener hobi buat kejutan nih kak
Yudha.
“ananda
sudah menyiapkan semuanya, penghulu, saksi, katering, KUA dan segala
administrasinya. Bahkan ananda juga telah mengundang tokoh2 masyarakat, remaja
masjid dan masyarakat dekat sini. Semuanya sudahdipersiapkan di Aula Islamic
Centre, Umi. Setengah jam lagi acaranya akan dimulai, orang2 sudah menunggu
disana, sebentar lagi akan ada 2 mobil yang menjemput kita, dan sebaiknya Umi,
pak Ari, Fathir dan dik Ajeng segera bersiap-siap.. dik ajeng..pakailah gaun
pengantin dari Turki waktu itu, berdandan yang anggun jangan berlebihan. Kakak
juga mau bersiap-siap.”
Mereka
semua bersiap-siap, ajeng hanya berdandan sedikit sesuai keinginan kakak yang
dikagumi dan dicintainya itu. tidak dandan saja ajeng sudah cantik mempesona
apalagi dandan. Ya pastilah hasilnya AMAZING!!! Saat sama-sama keluar dari
kamar keduanya berpandangan sesaat lalu saling menduduk. Hati keduanya
berbunga-bunga. Baru kali ini mereka berpandangan namun disertai perasaan
sangat indah yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Malam
itu, akad nikah berjalan dengan lancar dan penuh khidmat. Dalam acara sakral
itu yudha kembali memberikan kejutan. Yudha memberikan mahar sebuah mushaf
cantik yang ia beli di Kairo beserta uang tunai senilai 85 juta rupiah dan
hafalan surah Ar Rahman.
Acara
akad nikah yang indah itu selesai tepat pukul 10 malam, setelah semua hadirin
memberikan ucapan selamat, dua pengantin dan keluarganyapun pulang kerumah.
Mereka kembali duduk diruang tengah sambil berbincang-bincang. Yudha
menceritakan semuanya, tentang persiapan yang telah ia lakukan, itu semua
karena dulu yudha adalah ketua Remaja
Masjid, yudha juga punya banyak kenalan di KUA, sehingga mudah untuknya
mempersiapkan semua itu. yudha juga menceritakan dari mana ia bisa mempunyai
uang sebanyak itu. itu semua adalah uang
tabungan yudha selama ia kuliah ditambah uang selama ini dia bekerja paruh
waktu. Bahkan dibank uangnya masih tersimpan 15 ribu poundsterling. Sungguh
mencengangkan.... yudha juga bicara jujur pada Umi, Pak Ari dan fathir perihal
kebohongannya bersama Ajeng diawal tadi. Umi, Pak Ari dan fathir hanya
manggut-manggut mendengar penjelasan yudha. Yudha juga mengaku kalau dirinya
mulai jatuh cinta pada ajeng saat ia pulang dari Kairo kemarin, apalagi setelah
mengetahui kalau Umi sangat menyayangi ajeng, cinta itu tumbuh semakin besar.
semuanya terharu mendengar penuturan yudha.
“kalau
kau Ajeng, sejak kapan kau mencintai kakakmu si yudha ini??” celetuk Fathir.
“hemb..kalau
dia kayaknya sejak pertama kali lihat aku dulu, sejak masih ingusan hehehe..”
serobot yudha sambil tertawa. Semuanya ikut tertawa kecuali Ajeng.
“ihh
kakak nakal!! Main tuduh aja. ajeng itu suka sama kakak sejak musyawarah tadi,
saat kakak menyakinkan ajeng kalau kakak tidak bersandiwara dan sungguh-sungguh
sama ajeng.”
Yudha
hanya tersenyum. Sedangkan Umi menitikan air mata haru.
“Emm.nak
Yudha, apa maharnya tidak terlalu besar??”
“Masya
Allah, mahar itu tidak ada nilainya untuk seorang gadis soleha seperti dik
Ajeng. Bagi yudha Dik Ajeng tidak bisa dinilai dengan materi atau apapun isi dunia
ini.”
Ajeng
kembali menangis, kali ini benar-benar tangis kebahagiaan mendengar perkataan
suaminya. Ia merasa sangat dimuliakan dan dihargai.
“apakah
masih ada yang ingin dibicarakan?? Saya capek sekali. Saya perlu istirahat.”
“memang
sudah malam, lebih baik kita semua istirahat. Bersiap2 untuk menyambut wisuda
ajeng besok.”
Umi,
pak Ari dan fathir beranjak dari duduknya, yudha berbisik manja ditelinga
ajeng.
“Yudha
malam ini tidur dimana Bu Dokter? Kamar yudha ditempati ayah dan kakakmu. Masa
yudha harus tidur diruang tamu. Bolehkah yudha tidur dikamar Bu Dokter??”
Ajeng
tersenyum, dia tidak menjawab sama sekali. Ia hanya meraih kepala yudha hendak
menciumnya. Yudha meletakkan telunjuk kanannya didepan bibir ajeng.
“SsssSSssTtttt... jangan disini??” dengan gerakan cepat yudha membopong ajeng
kekamar. Umi, pak Ari dan fathir hanya tersenyum geli menyaksikan kejadian itu.
Sampai
dikamar, yudha meletakkan ajeng dan mendudukannya perlahan disisi ranjang.
Yudha mengamati wajah istrinya itu lekat-lekat. Maha suci Allah yang telah
mengukir wajah seindah ini. Bisiknya dalam hati.
“kakak
capek??” tanya Ajeng.
“He
eh..”
“Mau
dipijit??”
“He
eh..”
“kak,
boleh adik minta sesuatu??”
“Boleh.”
“Adik
tau kakak capek. Tapi adik minta, malam ini juga wisuda-lah adik menjadi
seorang perempuan yang paling berbahagia didunia. Sebelum besok adik diwisuda
menjadi sarjana kedokteran.”
“Maksud
adik??”
Ajeng
mengerdipkan mata.
Yudha
tersenyum. “baiklah, kakak mengerti maksudmu. Tapi tolong kakak dipijit dulu
dong biar agak segar. Setelah segar nanti kita sholat bareng dulu dua rakaat.
Bermunajat kepada Allah SWT. Barulah kakak akan mewisuda kamu dan membawamu
ketaman surga.”
“tapi
nanti sholatnya jangan baca surat yang panjang-panjang yah kak. Baca surat
pendek saja.”
“Lho??
justru nanti kakak malah mau baca surat Al Baqarah sampai selesai terus Surat
Ali Imran.”
“Jangan
Kak!!!” rengek Ajeng manja.
“kenapa??”
“Ahh
kakak, nanti keburu pagi terus.. kapan dong kakak mau mewisuda aku.”
Yudha
tersenyum, ajeng menatapnya dengan penuh cinta.
Malam
itu purnama memancar terang..
Angin
mengalir sepoi-sepoi..
Langit
pun cerah..
Bintang-bintang
bertaburan..
Sepasang
kunang-kunang menari-nari diangkasa..
Dan
kedua pasangan pengantin baru ini tampak bagitu indak memadu cinta....
-------------------------------THE
END-------------------------------------
pernah baca? ya iyalah, ini kan mirip-mirip ehh mirip bener asli fix mirip banget kek pinang dibelah dua sama Novel dengan judul yang sama Setetes embun cinta... dohh saya lupa nama aslinya di tuh novel apaan pokoknya judulnya kek gitu deh :D hihihii gak maksud plagiat yaaaa.. cuma kebetulan file ini muncul lagi dilaptop saya, hohoho jadi saya post ulang deh, maap banget bagi yang merasa dirugikan :) hehehe ciyusss gak ada maksud apa-apa cuma mau menuhin blog saya doang kok ;) hihihihi tapi ini gak copas loh, ngetik sendiri nih walaupun idenya yang rada-rada copas sama penulis itu novel, doh saya lupa lagi nama penulisnya.. intinya gitu aja sih. :D bye.. thanks for visiting my blog ;)v
Tidak ada komentar:
Posting Komentar