Sabtu, 17 November 2012

Cerita versi Arti Sahabat part 2


Kevin menoleh kesebelahnya, dilihatnya bangku yang tengah kosong.perlahan ingatan2 tentang sahabatnya itu muncul, kejailannya, tingkahnya, semuanya seperti terekam begitu jelas diotak Kevin. Kevin tak dapat menahan air matanya lagi, ia berjalan cepat keluar kelas. Seisi kelas mengerti dengan perasaan Kevin, mereka membiarkan Kevin pergi untuk menenangkan diri. Diruang UKS Kevin melepaskan tangisannya, ditendangnya ranjang tua yang berada disudut UKS. Kaki ranjang itu patah. Tidak puas dengan itu Kevin memukul2 dinding untuk melepaskan rasa sesak dihatinya. Cukup lama ia seperti itu akhirnya ia terduduk lemas karena sudah merasa sangat lelah, kepala Kevin tertunduk dalam. Susah payah ia menelan ludah. Tangis yang mati2an ditahan  membuat tenggorakannya sakit. Dengan letih ia sandarkan tubuh dan kepalanya kedinding. Tak lama Kevin bangkit dan berusaha kembali kedalam kelas dengan keadaan mata yang memerah, tak ada satu orangpun yang sampai hati menanyakan kenapa, bahkan gurupun hanya bisa menatap sedih kearah Kevin.

------------------------------------------------------
Gadis itu tidak datang, sempat timbul kemarahan yang luar biasa dalam hati Stefan karena sosok yang sangat dicintai kakaknya itu sama sekali tidak menampakan diri.
“Dia yang udah matiin kakak gue, dan dia sama sekali nggak dateng dihari penguburan kakak.” Ucap stefan berang. “Kurang ajar banget tuh cewek.”
Kevin yang saat itu sedang duduk disebelah Stefan menepuk pundak stefan pelan.
“Dia nggak kenal sama Max, jadi loe nggak bisa nyalahin dia.”
“Tapi..waktu itu kan dia udah sempet kenalan sama Max.”
“kejadiannya udah lama banget Stef, gue nggak yakin. Dia masih inget.”
“ini semua nggak bisa dibiarin gitu aja. Gue nggak terima, dia harus tau!”
Kevin menghela nafas. “Kalo dia udah tau nanti, loe mau apa? Loe mau dia jadi merasa bersalah gitu?? Padahal kan dia sama sekali nggak salah Stef, ini semua tuh murni kecelakaan.”
Stefan terdiam sebentar. “Pokoknya dia harus tau semuanya!” Ucap Stefan lagi.
Kevin berusaha memberikan pengertian kepada adik sahabatnya itu, kalo cewek itu sama sekali tidak bersalah.
“udah gue bilang stef, dia nggak kenal sama Max.”
“Max itu sering banget nongkrong diSMPnya tuh cewek, masa bisa nggak kenal sih.”
“Max nongkrongnya diluar sekolah, bukan didalem.”
“Mau diluar, didalem. Sama aja, Max itu bukan semut kecil yang sama sekali nggak keliatan. Dia orang, manusia.”
“Tapi...diluar itu banyak orang stef, ada yang dagang, ada yang jadi pembeli. Yang nongkrong disitu bukan Max aja.”
“Sebanyak apa sih orang yang dagang sama yang nongkrong disitu?? Ngelebihin suporternya persija?? Atau suporternya Barcelona??.” Stefan tetap ngotot.
“Dia nggak salah Stefan.” Bentak Kevin yang mulai putus asa menghadapi kekeraskepalaan Stefan.
“Dia salah!” Stefan balas membentak. “Meskipun dia nggak kenal, dia nggak sadar, ataupun dia nggak sengaja. Tetep aja dia yang salah, kalo aja kakak gue nggak nekat mau pergi kerumah dia, kejadian ini tuh nggak akan pernah terjadi.” Tandasnya. “Udah deh, Nggak usah ikut campur. Yang meninggal itu bukan kakak loe, tapi kakak gue.”
“Iya...” Jawab Kevin melunak. “Loe bener, tapi..ada satu hal yang harus loe tau, denger ya stef, gue sebangku sama kakak loe udah hampir 6 tahun, okeh..loe sekarang sekamar sendirian. Gue semeja sendirian. Biasanya ada orang yang bisa loe ajakin berantem, gue juga gitu. Temen berantem gue disekolah udah nggak ada. Kita sama, bukan Cuma loe yang sedih. Gue jga sedih. Gue juga ngerasa ditinggal. Malah gue merasa bersalah, karena Max mati tepat didepan mata gue. Dan gue nggak bisa berbuat apa2 buat nyelametin dia.”
Stefan terdiam.
“Gue harap..loe bisa lebih ikhlas lagi, dan nggak nyalahin orang atas kematian Max. Gue yakin Max juga nggak akan suka kalo loe bersikap kayak gini.” Sambung Kevin, lalu beranjak Pergi.
Perlahan Stefan berjalan menuju kamar, ia berhenti tepat didepan meja belajar Max. Dilihatnya beberapa kertas yang ditempel Max didinding berbulan-bulan lalu.
Dikertas itu terdapat info2 lengkap tentang sang gadis.
‘tempat tanggal lahir, golongan darah, alamat rumah, berapa kali ia pindah rumah, alamat rumah neneknya, hobinya, warna favoritnya, mata pelajaran kesukaan, mat pelajaran yang dibenci, acara tv favorit, makanan & minuman favorit, lagu & group band favorit, sampai binatang favoritpun ada. Beberapa carik kertas berikutnya berisi tentang karakteristik tuh cewek secara lebih detail dan lengkap lagi.
Kemudian Stefan membuka laci meja belajar Max, dilihatnya kumpulan foto tuh cewek yang dijepret secara diam2 oleh Max. Ditutupnya laci itu dengan keras, kedua tangannya mengepal diatas meja, matanya mengisyaratkan kemarahan yang luar biasa dalam.
“gue nggak bisa ikhlas, gue nggak bisa nerima gitu aja, gue nggak bisa ngelupain semuanya. Bodo amat, tuh cewek nggak ngerti atau nggak tau apa2, gue nggak perduli.” Ucap Stefan.

3 hari kemudian, Stefan kembali masuk sekolah. teman2nya datang satu persatu menuju kursi stefan untuk mengucap belasungkawa. Saat seorang gadis yang duduk dibarisan depan perlahan menghampiri stefan, raut wajah stefan langsung berubah. Yang tadinya raut wajah kesedihan sekarang berubah jadi kemarahan. Gadis itu seolah tau kalo Stefan marah kepadanya karena ia tidak datang melayat.
“Maaf yah, bukannya gue nggak mau datang melayat. Tapi gue nggak tau rumah loe dimana, gue tanya anak2 Hpnya pada nggak aktif, gue telpon loe. Hp loe juga nggak aktif.” Alasan gadis cantik itu.
“Loe pikir...gue perduli, loe mau datang atau nggak. Itu bukan urusan gue.” Jawab stefan ketus.
“Udah Ki, kita balik kekursi aja. Biarin stefan sendiri, mungkin dia masih sedih.” Kata Nina, teman sebangku Yuki.
Yap... Yuki Anggraini, Sang gadis yang selama ini jadi pujaan hati Maxime.
“Iya Nin. Yuk.” Mereka berdua kembali ketempt duduknya.

Hari itu terlewati begitu cepat, esoknya...begitu sampai dikelas, stefan langsung menghampiri Yuki. dan berdiri tepat dihadapan yuki.
“Loe tau nggak, kalo kakak gue itu adalah satu2nya saudara yang gue punya saat ini??” tanya stefan, dengan intonasi suara yang tinggi.
“Mmmmm..iya.” jawab Yuki gugup.
“Bagus kalo loe udah tau.” Ucap Stefan lalu berlalu pergi kembali ketempat duduknya.
Yuki hanya terdiam melihat kelakuan stefan. Ia mengerti mungkin itu adalah rasa kesedihan stefan yang masih merasa kehilangan atas kakaknya.
Besoknya kejadian seperti ini terulang lagi. Begitu datang, Stefan langsung menghampiri Yuki.
“Nih....” stefan melemparkan sebuah kuncup bunga mawar putih yang tengah layu.
“ini apa?”
“Simpen aja, jangan sampe loe buang. Awas aja kalo loe berani buang tuh bunga.” Ujar stefan lalu kembali ketempat duduknya. Yuki hanya memandang stefan aneh.
Keesokan harinya lagi, kali ini stefan menghampiri Yuki setelah bel tanda istirahat kedua telah berbunyi. Ia datang dengan ekspresi dingin, Yuki tau kalau ia akan diberi pertanyaan aneh lagi hari ini.
“Kalo loe diperhatiin sama seseorang, meskipun itu secara diem2, meskipun tu orang berbaur dikerumunan, kira2 loe akan merasa nggak lagi diperhatiin gitu?” tanya stefan masih dengan nada suara seperti kemarin.
Tuh kan bener, ucap Yuki dalam hati.
“Ng..nggak deh kayaknya.” Jawab yuki menahan kesal.
“Kalo meratiinnya setiap hari gimana?”
“Ohh kalo tiap hari sih pasti terasa, meskipun Cuma sedikit.”
“pasti terasa ya?? Meskipun Cuma sedikit. Okeh.” Stefan mengangguk, lalu pergi begitu saja tanpa memberikan penjelasan yang spesifik.
Besoknya lagi, Stefan kembali menghampiri Yuki tentunya dengan pertanyaan2 yang lebih aneh lagi, terus...seperti itu sampai besoknya lagi, besoknya lagi, besoknya lagi dst.
“loe udah punya cowok?” tanya stefan msh dengan intonasi suara tinggi.
“belum.” Jawab yuki singkat, karena telah kehabisan stok kesabarannya.
“Bagus, lebih baik..loe nggak usah punya cowok dulu deh, dari pada nanti cowok itu abis gue gamparin.” Ucap Stefan, lalu seperti biasa pergi begitu saja. Kembali ketempat duduknya diiringi tatapan sinis yuki.
Sepulang sekolah yuki langsung masuk kekamarnya, ia ngomel2 nggak jelas didepan kaca.
“Ighhh..tuh cowok kenapa sih, tiap pagi marah2 aja. Gue salah apa juga nggak tau, belum kenal sebulan. Kelakuannya udah kayak gini aja.”
“Kenapa sih anak mama yang cantik ini ngomel2 sendiri?” kata Mama yuki masuk kedalam kamar.
“Mama....” yuki memeluk erat mamanya.
“Kenapa sayang??”
Yuki menceritakan semuanya pada sang mama.
“Kamu bikin salah kali sama dia.” Kata mama sembari membelai rambut yuki.
“salah?? Kenal aja belum sebulan, gimana mau bikin salah sih.” Protes yuki.
“Ya udah, besok kamu tanya aja sama dia baik2. Kenapa dia gituin kamu.” Saran mama. “Jangan nanya pake emosi yah!” sambung mama.
“Iya deh, besok yuki tanya.”
Matahari bersinar terang, Yuki telah menunggu stefan tepat dikursinya dengan keadaan tegap dan siap untuk marah2 balik ke stefan.
Enak aja dia, tiap hari gue dapet omelan. Salahnya apa juga nggak dikasih tau. Kalo abis diomelin gitu trus langsung ditraktir atau dikasih duit sih nggak apa2, ini...dikasih makan omelan aja tiap hari. Bikin badmoot tau nggak, gerutu Yuki dalam hati.
Tak lama stefan datang, Yuki bersiap. Tapi...bukannya melangkah menghampiri yuki seperti biasa, dia malah langsung melangkah ketempat duduknya sendiri tanpa menoleh sedikitpun kearah Yuki.
“Loh...kok...” Yuki keheranan. “ahh..paling nanti pas istirahat kumatnya.” Tambahnya lagi.
Yuki terus menunggu sampai jam istirahat, stefan masih cuek bebek. Sampai jam pulang sekolahpun stefan sama sekali nggak melihat kearah yuki ataupun menyapanya.
“Ighhhh..kurang ajar banget sih tuh cowok, giliran gue udah siap perang kayak gini. Dia malah nyerah. Gimana sih.”
Sebenarnya stefan bukan nyerah, dia hanya kehabisan stok intimidasi, dia kehabisan alasan buat marah2 nggak jelas sama Yuki, paling nggak Yuki masih jomblo. Itu aja udah buat stefan tenang, dan merasa kalau dia tidak perlu marah2 tiap hari keyuki.

***
Besoknya, dengan sengaja yuki menunggu stefan tepat ditempat duduk stefan, yaitu dibarisan kedua dari belakang. Kalo kayak gitu, udah dipastiin stefan nggak akan cuek bebek lagi. Enak banget dia, pas mau dilabrak balik malah pura2 cuek. Curang banget tuh!!, nggak adil.
Beberapa saat kemudian, Stefan datang dan langsung menuju bangkunya. dilihatnya seseorang yang tengah menghuni tempat duduknya selama ini.
“kemaren...kenapa loe nggak marah-marah? Lupa? Apa udah bosen??” tanya yuki ketus saat stefan tiba tepat disamping meja.
“itu pertanyaan buat gue?” tanya stefan balik.
“iyalah, elo! Siapa lagi.”
Terlihat jelas diraut wajah Yuki, kekesalannya selama ini akhirnya muncul juga.
“Owhhh...” jawab stefan pendek.
“Owhh doang??” Yuki menatap heran stefan.
“Terus....mau apa lagi?? Udah...berdiri cepet! Pindah kebangku loe sendiri sana!”
Yuki tambah marah. “nggak, gue nggak mau. Gue mau duduk disini.”
“gitu ya? Oke, nggak masalah kok buat gue.” Cowok ganteng itu menjawab enteng, lalu perlahan membungkukan setengah badannya. Dilihatnya tas Rizky teman sebangkunya udah nangkring didalam laci. Diambilnya sebuah Blackberry hitam dari saku celana yang ia kenakan, lalu menekan beberapa nomor.
“Haloo...Riz, kayaknya loe harus pindah duduk deh, soalnya ada yang pengen semeja sama gue nih.” stefan mematikan telponnya.
Tak perlu menunggu lama Rizky datang.
“siapa yang mau duduk dibangku gue?” tanya Rizky sedikit kesal.
“Gue. Soalnya bangku gue udah ada yang dudukin.”
“siapa?”
“Tuh.”
“Eloe Ki.?”
“iya dia.” Jawab Stefan.
“serius loe mau duduk belakang? Disini nggak ada ceweknya loe Ki. Cewek kan tempatnya dikursi depan.”
“serius.” Lagi2 stefan yang menjawab. “udah gue suru pergi dari tadi..ehh dia nggak mau, jadi terpaksa gue duduk ditempat loe, dan loe...duduk ditempat yuki, itu tuh...disebelahnya Nina.” Stefan menunjuk kursi yang paling depan.
“Nina??” raut wajah Rizky yang semula kesal karena tempat duduknya diambil langsung kembali sumringah. Ini tuh kayak Dreams comes true tau nggak, bisa duduk sama orang yang kita suka saat MOS kemaren. “Okeh, gue pindah.” Jawab Rizky tersenyum lalu mengambil tasnya.
“Ehhh...tapi...” Yuki berusaha menjelaskan.
“Udah...biarin aja, loe nggak tau kan. Rizky itu suka sama Nina, jadi...dengan loe ngebiarin dia duduk disitu, itu namanya loe bantuin dia buat PDKT sama Nina.” Jelas Stefan.
“Owhh..gitu.” ujar Yuki melirik mantan teman sebangkunya itu, Nina.
Dengan seketika gosip dikelas itupun menyebar luas. Ada yang bilang yuki ngalah duduk kebelakang supaya Rizky bisa ngedeketin Ninalah, ada juga yang bilang kalo sebenernya yuki suka sama stefan makanya dia nyuru Rizky pindah duduk sama Ninalah.
Hemb...kedua insan inipun baru menyadari mereka sekarang telah duduk bersama, stefanpun tak menyangka kalau sekarang gadis yang sangat dibencinya dan ingin ia caci setiap hari berada tepat disampingnya.
“Gue ingetin sekali lagi ya Ki, jangan berani2 loe punya cowok tanpa seizin gue.”
Yuki melihat stefan sinis.
“Ehh..bokap gue yang ngasih gue uang jajan tiap hari aja nggak ngelarang, kenapa loe yang nggak ngasih apa2 jadi sewot bener.”
“bokap loe ya bokap loe, kalo gue udah jelas ngelarang. Titik.!” Stefan menghadap kepapan tulis.
Wah stres nih orang, kalo lama2 duduk disini bisa2 ikutan stres nih gue. Bisik yuki dalam hati.
Sewaktu bel istirahat, yuki berniat untuk kembali ketempat duduknya. Saat ia menunggu Rizky agar keluar dan meninggalkan bangku itu, nina datang menghampirinya.
“Ki, kok pindah sih? Loe bosen yah sebangku sama gue.” Tanya nina duduk didepan yuki.
“Nggak kok, gue Cuma lagi terjebak aja disini. Awalnya gue itu Cuma mau nanya alasan si stefan aja kenapa dia terus2an marah2 nggak jelas sama gue, bukannya penjelasan yang gue dapet malah Rizky itu ngerebut kursi gue.” Jelas yuki.
“ambil aja lagi.” Saran nina.
“Caranya?? Loe nggak liat, tuh cowok dari tadi nggak bergerak sedikitpun dari tuh kursi. Gue udah nahan laper nih, supaya bisa ngerebut tuh kursi. Ehhh..dianya malah nggak pergi sama sekali.”
“ya udah, besok aja. Loe dateng pagi2.” Saran Nina.
“Iya, rencananya sih gitu.”
“tapi Ki, kalo loe nggak mau pindah lagi juga nggak apa2. Duduk sama Rizky ternyata enak loh, anaknya asik.” Nina tersenyum lalu pergi.
“hah????” Yuki menatap kepergian Nina.
Keesokan harinya, jam 6 lewat 10 menit yuki sudah tiba disekolah, saat memasuki kelas dilihatnya Rizky sudah duduk dibekas bangkunya.
“Loe??” yuki terkesima. “Loe nginep yah?” tanya yuki heran.
“Nggak, Cuma datang pagi aja.” Jawab Rizky.
“Hah??? ngapain?? Loe mau bersihin sekolah dulu??”
“nggak kok, nahh..loe sendiri kenapa datang pagi2 gini?” kata Rizky balik bertanya.
“Gue...gue...gue....ahhhh udahlah...nggak penting.” Yuki menghentakkan kakinya lalu berjalan menuju kursinya sekarang.
Sekitar jam 7 kurang 10 menit, stefan datang lalu melirik kearah Rizky sambil tersenyum.
Dibangkunya Yuki sudah berdiri tegak menunggu Stefan.
“loe kan..yang nyuru Rizky dateng kesekolah pagi2 buta kayak gitu, supaya gue nggak bisa balik kebangku gue lagi.” Bentak Yuki saat stefan tengah berjalan kearahnya.
“Iya!” kata Stefan santai. “Kenapa?? mau protes??” tantangnya kemudian.
Yuki terdiam tak dapat berkata apa2 lagi, stefan tersenyum, ia merasa sangat puas sudah bisa membuat cewek yang membuat sang kakak pergi itu kesal, dan marah2. Perlahan ia duduk dibangkunya, yuki ikut duduk disebelah stefan.
Stefan merubah posisi duduknya menjadi menghadapke Yuki.
“Gue kasih tau rencana gue yah, gue udah minta Rizky dateng pagi-pagi sampe hari sabtu nanti. Setelah itu terserah dia. Jadi loe baru bisa balik kebangku loe lagi hari senin. Tapi itupun loe Cuma bisa duduk disana kalo gue belum dateng, begitu gue dateng. Loe akan gue seret lagi untuk balik duduk disini..”
Yuki tercengang mendengar perkataan stefan. “Hah?? Sumpah yah..ni cowok bener2 emang udah stress tingkat akut tau nggak.” Dalam hati.
Stefan melihat ekspresi muka Yuki.
“Loe pasti mau tanya kenapa. iya kan?”
Yuki diam, ia menatap stefan heran masih dengan ketercengangannya.
“Gue jelasin..alasan gue ngelakuin ini ke eloe. Pertama, loe akan ganggu rencana PDKT sahabat baik gue. Kedua, loe sendiri yang udah dateng kesini, jadi..loe nggak bisa pergi seenaknya. Ngerti?”
Setelah selesai mengucapkan itu stefan mengubah posisi duduknya lagi menghadap kedepan.
Yuki speachless, ia tak tahu harus mengatakan apalagi kepada Stefan. Stefanpun mulai sibuk mengeluarkan segala perlengkapan belajarnya dari dalam tas. Saat ketercengangannya sudah mulai menghilang, yuki tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya.
“Kenapa sih, loe suka banget marah-marah?” tanya yuki menatap heran stefan.
Stefan tak menjawab, ia masih sibuk dengan kegiatannya yang sedang membuka buku untuk memulai pelajaran pertama pagi ini. Yuki menunggu beberapa saat, tapi stefan masih diam seolah tak mendengar pertanyaan yuki tadi.
“Hei...Hello!..Spada..!..Yuhhhuuu..!” Yuki melambai-lambaikan tangannya tepat didepan muka stefan. “Kenapa sih loe suka marah-marah?” ulang Yuki lagi.
Stefan menoleh dengan tatapan yang kurang menyenangkan
“Gue sibuk, bisa nggak..loe itu berhenti ganggu gue dengan pertanyaan2 loe yang nggak penting itu. Kalo loe nggak diem juga, gue bakalan marah.” Jelas stefan lalu kembali membuka buku.
“Ya itu stef, itu maksud gue. Kenapa sih loe hobby banget sama yang namanya marah-marah nggak jelas gitu? Uang jajan loe kurang?? Apa nggak dikasih sarapan sama nyokap loe tadi pagi?? Atau...loe lagi dapet tamu bulanan yah?? Makanya jadi sensi gitu. Owhhh..gue tahu, semenjak kepergian kakak loe, pasti loe jadi anak yang kurang perhatian kan dari kedua ortu loe. Karna ortu loe masih sedih sama kepergian kakak loe. Makanya loe jadiin gue sasaran empuk buat loe ngelampiasin semua kekesalan loe. Iya kan?? Pasti gitu deh ceritanya!!” Yuki ngerocos panjang lebar dari sabang sampe merauke. Dan diakhirinya dengan menarik sebuah kesimpulan sendiri.
Stefan menutup buku kitab itu dengan geram.
“Pagi-pagi udah bikin gosip yang nggak-nggak.” Stefan menoleh keyuki. “Kalo gue itu marah2 nggak jelas sama loe, mending..loe diem, terima dan loe dengerin aja. Nggak usah nanya macem2, apalagi sampe loe balik marah2 kegue. Gue nggak suka.” Kata stefan dengan nada tinggi.
“Hah?? kok gitu sih?? Enak di eloe nggak enak digue dong, mana bisa kayak gitu.” Yuki balas marah-marah.
“bisa aja, itu semua loe lakuin supaya gue nggak tambah marah sama loe.” Bentak stefan.
“Wahh??” sekali lagi yuki tercengang. “yang namanya marah atau kesel itu pasti ada alasannya. Gimana kalo entar loe lagi kesel sama orang lain, dan gue lagi yang kena imbasnya.”
“Nggak, kalo gue marah2.... itu semua pasti karna loe. Jadi gue saranin mending...loe terima nasib aja deh. Jangan tanya2 lagi, biar gue nggak tambah marah sama loe.” Kata stefan ngotot.
Yuki & Stefan tak menyadari kalau semua penghuni kelas itu sudah duduk ditempatnya masing2, semuanya menyaksikan pertengkaran antara Stefan & Yuki. cukup lama mereka beradu mulut, merekapun tersadar kalau pertengkaran mereka itu telah ditonton oleh 38 siswa lain yang berada didalam kelas.
“Apa liat-liat??” Bentak stefan saat menoleh kesekelilingnya. “seneng ya liat orang berantem kayak gini.”
Mendengar suara bentakan stefan, semuanya kembali melihat kearah papan tulis seolah tak pernah terjadi apa-apa.
“ighhh...cowok aneh.” Ucap yuki kesal.

***
Keesokan harinya, saat stefan tiba disekolah. ia melihat Yuki yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu.
Pasti PR Matematika, gumamnya dalan hati. Mendadak stefan tersenyum. Gue jadi punya alasan buat marah2 ke tuh cewek pagi ini.
Stefan duduk disebelah Yuki. “Ngerjain PR tuh dirumah, bukannya disekolah. gimana sih?” ujar stefan sembari membuka tas yang ada didepannya. “Ngapain aja loe dirumah semalem? Kerja lembur?? Babysitter?? atau Ngeronda??”
Yuki menoleh. Dan menatap stefan kesal.
“urus aja urusan loe sendiri, nggak usah ikut campur sama urusan gue.” Jawab Yuki ketus lalu kembali menulis.
Stefan tersenyum sinis. “PR siapa tuh yang loe contek?? Bisa buat PR nggak sih?? Masa banyakan salahnya dari pada benernya.” Ujar Stefan melirik buku yang sedang disalin yuki, iyalah stefan ngerti, secara dari SD sampe sekarang Stefan itu selalu juara Kelas, dan nilai dia always nangkring diperingkat pertama.
Yuki diam, tanpa suara. Ia tetap fokus pada hal yang sedang ia kerjakan saat itu.
“Loe itu....kalo nyontek, nggak pernah sambil mikir yah?? Main salin2 aja.”
Yuki kesal karna terus diganggu, diletakkan penanya dimeja dengan keras.
“loe tau...definisi nyontek nggak sih?” menoleh kestefan. “Nyontek itu sama aja kayak nyalin, dan nyalin itu artinya membuat sesuatu yang persis sama dengan aslinya. Jadi..nggak perlu mikir stefan william...”
“Hemb....” menatap Yuki tajam. “Kayaknya kemaren udah gue ingetin deh sama loe, kalo gue lagi marah2 itu. Terima aja, jangan banyak tanya ataupun balik marah-marah ke gue. Kalo nggak..gue bakal tambah marah sama loe.” Intonasi suara stefan naik.
“marah itu ada alasannya, gimana sih?? Ngakunya pinter, masa nggak ngerti2 juga.”
“Gue nggak perlu alasan kalo udah menyangkut eloe.”
“emang gue kenapa?” tanya Yuki penasaran.
“karna kalo liat wajah loe itu gue selalu aja pengen marah.”
“Ighhh..apaan tuh kayak gitu, emang wajah gue kenapa?? sampe2 bisa bikin loe pengen marah. loe pikir Cuma loe doang yang bisa marah, gue juga tau.”
Pagi itu, pertengkaran stefan & Yuki kembali memanas. Semua penghuni kelas kembali menonton pertunjukan heboh itu.
“ehh guys...cepet..cepet.!! beli makanan, gorengan, atau snack. Nggak enak nih kalo nonton beginian nggak sambil nyemil.” Ujar Jojo, salah satu siswa yang duduk dibarisan belakang.
“iya nih.” jawab Kenneth ikut2an.
“patungan oi!!! Patungan!!... cepek..cepek..cepek...!!” seru Ahyar mendatangi bangku siswa lain secara bergantian.
“Buruan oi!!! Keburu kelar nih berantemnya.” Tambah Jojo lagi.
“udah Ki...gampar aja..tendang, tendang!! Gue dukung loe dari belakang kok.” Kata Kenneth menyemangati Yuki.
Benar saja, cowok2 pada ngebelain Yuki. dari pada belain stefan, masa jeruk makan jeruk sih.
“Sebenernya, stefan sama yuki itu udah jadian belum sih?? Apa masih PDKT??” tanya Vebby, salah seorang siswi cewek yang duduk dibelakang Nina.
“Tau tuh..nggak jelas.” Jawab Navy, cewek yang duduk disamping Vebby.
“Hemb...kalo baru PDKT aja udah kayak gitu, gimana kalo udah jadian?? Mereka bakal bunuh-bunuhan kali ya.” Tambah Flury, siswi yang duduk diseberang Nina.
“Hemb...cari sensasi aja sih tuh orang2, nggak penting banget.” Kata Bella cuek sambil melihat kuku2nya.
“Ayo Ki, gaplak aja. Hajar. Babat abis.” Teriak Jojo keras.
“Woi....jangan teriak kenceng2 oon, nggak kedengeran nih.” Teriak Rizky yang duduk didepan.
“aduh...kalian tuh bisa konsen nggak sih nontonnya, jangan berisik dong.” Kata Ahyar serius.
“loe sendiri ribut, gimana sih. Udah..semuanya pada diem..biar nontonnya jauh lebih khusyuk.” Timpal kenneth.
“UDAH BEL WOI!!!! BISA DIEM NGGAK SIH KALIAN, KITA JUGA MAU BELAJAR NIH.” jerit salah seorang murid dari kelas sebelah yang berdiri tepat didepan pintu.
Stefan & Yuki menghentikan pertengkaran mereka, dengan wajah sama2 kesal mereka berdua menghadap kepapan tulis.
“Hhhhuuuuuu...nggak seru nih.” semuanya melihat stefan & yuki berhenti bertengkar.
“Yahh..kok udahan, khan belum ada yang tumbang. Lanjut lagi dong.” Ucap Jojo.
“Lanjut, lanjut pala loe peyang, ada Bu Susana tuh. Ighhh..gue gibeng juga loe.” Kata ahyar, duduk disamping Jojo.
Saat bu Susana masuk, keadaan kelas menjadi sunyi. Semua tingkah konyol mereka berubah menjadi sikap anak2 pendiam yang siap mencatat dan mendengarkan apa yang akan dijelaskan oleh guru.
3 jam berlalu, bel istirahat berbunyi. Yuki pergi kekantin dengan Nina, sedangkan Rizky datang menghampiri Stefan.
“Stef...gue balik duduk disini aja yah, nggak enak nih. masa tiap pagi loe sama Yuki jadi bahan tontonan sih karena kalian berantem mulu.”
“Boleh aja, tapi..entar kita duduk bertiga yah, dan Yuki harus duduk ditengah.” Stefan tersenyum.
“hah??” mulut Rizky menganga lebar mendengar pernyataan stefan.
“kenapa loe? Speachless yah?? Udah Riz, loe mending konsen ke Nina aja deh. Sekarang2 ini gue lagi pengen duduk sama Yuki.” jelas stefan.
“Kenapa?? biar bisa berantem tiap hari gitu??”
“iya” jawab stefan singkat.
Rizky kembali diam tanpa kata. Ia tak tahu harus mengatakan apalagi kesahabatnya yang satu itu.

-----------------------------------------------
 Begitu sampai dirumah, Stefan segera masuk kedalam kamarnya. Dan berdiri tepat didepan foto maxime yang sedang tersenyum.
“Max...tadi pagi..cewek loe gue bentak-bentak, gue marahin sampe gue puas. Nggak apa2 kan?” tanya stefan sambil tersenyum.
Setelah itu, stefan ganti baju dan kembali duduk dimeja belajar maxime. Tak sengaja stefan membaca secarik kertas berwarna biru disudut kiri meja belajar Max.
“suka banget warna biru.” Desis Stefan pelan.
Mata stefan melirik ketulisan yang dibawahnya lagi.
“Jail banget, suka ngisengin orang.” Bacanya lagi. “Masa sih? Jail?? Sampe sekarang tuh anak adem ayem aja, nggak banyak tingkah.” Ujar stefan berfikir.
Stefan kembali melirik secarik kertas itu.
“Bego sama yang namanya Olahraga, paling jagonya Cuma lari doang. Soalnya sering dikejer-kejer sama temen2nya yang lain gara2 kejailannya.”
“Paling nggak suka sama yang namanya pelajaran Matematika dan pelajaran yang berawalan Bahasa-.”
Stefan terus membaca tulisan dikertas itu sampai habis.
“nggak bisa ngiket rambutnya sendiri dengan rapi, paling kalo diiket suka asal-asalan. Tapi...dengan ikatan rambut yang asal-asalan itu, dia malah keliatan tambah cantik. Cantik banget.”
Stefan tersenyum, “Gue nggak pernah tuh liat Yuki ngiket rambutnya. Hemb...jadi nggak yakin sama data2 dikertas ini.”
Stefan menghentikan kegiatannya membaca artikel2 tentang Yuki yang tertempel jelas didinding itu, lalu berjalan menuju kasurnya yang empuk. Dan tertidur lelap.

Esok harinya.
“Udah yuki...mulai hari ini loe harus belajar sabar, cuekin aja tuh si stefan stress. Biarin dia ngoceh2 sendiri. Hhuft....” Ujar Yuki berusaha menenangkan dirinya saat memasuki gerbang sekolah.
Hari ini, untuk menghindari perdebatan sengit dengan stefan. Yuki datang kesekolah agak siangan. Jarum jam sudah menunjukan 06.58, Yuki baru tiba disekolah. tak lama saat yuki sampai dikelas, Bu Rita (guru Biologi) datang.
Stefanpun tak sempat untuk marah2 sama Yuki hari ini karna Yukinya datang terlambat.
Selama pelajaran, Yuki hanya diam. Stefan mulai membuka obrolan dengan berbisik.
“semalem ngeronda lagi yah??, makanya bangun kesiangan gini.”
Yuki melirik stefan sebentar.
“Tahan Yuki..sabar...orang sabar disayang tuhan.” Dalam hati.
Yuki kembali menghadap kepapan tulis.
“Kok dia nggak marah sih?? Biasanya langsung nyolot nih anak.” Dalam hati stefan.
Seharian itu, yuki sama sekali tak mengeluarkan suaranya kepada Stefan. Bahkan dijam terakhir Yuki sempat pindah duduk kesebelah kenneth karena saat itu kebetulan teman sebangku Kenneth pulang lebih awal, tentu saja stefan tidak tinggal diam. Dia berusaha menyuru yuki kembali duduk bersamanya atau nggak kembali ketempat duduknya semula yaitu disamping Nina.
“Yuki...balik kesini nggak??” bentak Stefan.
“ighhh..apaan sih.” Bisik yuki kesal tanpa menoleh ke stefan.
“yuki..gue bilang balik kesini.” Desak stefan lagi.
“udah Ki, loe balik duduk aja sama Stefan. Kalo dia ngamuk entar susah loh.” Bujuk Kenneth.
“nggak..udah deh, diemin aja orang stress kayak dia.”
“Hemb...kenapa sih kalian itu berantem mulu, pacaran kok kayak kucing ma anjing sih.”
“Siapa?? Gue?? Sama cowok itu?? nggak...kita nggak pacaran kok.”
“Ki...Okeh, kalo loe nggak mau balik kesini. Duduk ditempat duduk loe sama Nina aja.” Pinta Stefan.
“Gimana mau pindah, nggak liat tuh sahabat loe. Nggak mau bergerak lagi dari sono. Udah deh. sibuk banget sih.” Ucap Yuki geram.
“Udah Stef...biarin aja yuki duduk disini, gue janji nggak gue apa2in.” Kata Kenneth.
Sekeras apapun stefan berusaha Yuki tetap menolak. Gurupun masuk, stefan menghentikan aksinya untuk memaksa Yuki kembali duduk bersamanya.
Besoknya, dengan berbagai cara Stefan berusaha memancing kemarahan yuki. minimal membuat cewek itu kesal dan mau membuka mulutnya untuk stefan. Dan Sekarang semua siswa dikelas itu berpendapat bahwa Stefanlah yang menyukai Yuki makanya ia meminta Rizky untuk pindah kedepan bersama Nina.
Hari ini Stefan bertekad harus bisa membuat Yuki buka mulut, harus!! Nggak boleh nggak.
Jam Olahraga, Stefan dan temen2 cowoknya keluar dari kelas abis ganti baju. Stefan terus berfikir, ia mencari2 kesalahan Yuki agar bisa memarahinya. Saat sedang berfikir tiba2 mata stefan kini hanya tertuju pada satu titik.
“nggak bisa ngiket rambutnya sendiri dengan rapi, paling kalo diiket suka asal-asalan. Tapi...dengan ikatan rambut yang asal-asalan itu, dia malah keliatan tambah cantik. Cantik banget.” Salah satu poin diartikel milik sang kakak kini benar-benar ada didepan mata.
Stefan mulai merasakan ada perasaan aneh didalam hatinya, perasaan asing yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dengan gaya dinginnya, stefan menghampiri Yuki yang sedang berada dilapangan Voli bersama cewek-cewek sekelas lainnya. Tanpa aba-aba atau bicara sedikitpun, stefan langsung menarik karet pengikat rambut Yuki sampai rambut hitam panjang itu kini terurai lepas.
Yuki menoleh kaget, stefan menyambut tatapan kaget Yuki dengan harapan Yuki akan protes dan mereka bisa berantem lagi. Paling nggak Yuki mengeluarkan gerutuan2 kecil dari mulutnya. Tapi sayang, Yuki hanya diam. Beberapa detik terlewat. Sampai kapan stefan harus menunggu, melihat Yuki yang masih saja bungkam saat ini. Karena kesal rencananya gatot alias gagal total, stefan pun meraih tangan Yuki, dan meletakkan karet pengikat rambut itu ditelapak tangannya, kemudian Stefan balik badan dan pergi begitu saja.
Yuki menatap kepergian stefan dengan heran, sama seperti teman2 ceweknya yang juga melihat kejadian itu.
“Gue suka gaya Stefan tadi, keren yah.” Bisik Flury ke vebby.
“iya....cool banget, tapi...maksudnya apa yah??” tanya vebby.
“Au deh...” jawab Flury singkat.
“Ayo lanjut, gue serve kan??” kata Yuki memecah keheningan dan kembali mengikat rambutnya asal-asalan.
Semuanyapun pada nunduk, lalu berjalan keluar dari lapangan.
“Loh kenapa??” tanya Yuki heran.
“Takut kena bola loe, abis loe sih servenya kemana. bolanya mental kemana.” Seru Navy.
Yuki tertawa geli mendengar peryataan dari temannya itu. Saat bermain basketpun, Yuki diledek sama temen2 ceweknya.
“Yuki...bolanya ditendang aja yah, nggak usah didrible. Entar kacau lagi kalo loe drible bola.” Ucap Navy.
Yuki Cuma ketawa-ketawa aja, soalnya udah biasa digituin sama temen-temennya. Maklum dia ngerti kok kalo dia itu emang dari sononya nggak bisa olahraga, setiap temen2 yang satu kelompok ama Yuki aja sering protes. Mereka tuh pada tau kalo ujung2nya pasti kalah karena ditim itu ada Yuki. hhuft..nasib.nasib....
Disudut pohon, ketika stefan tengah memperhatikan yuki yang sedang bermain basket. stefan kembali merasakan perasaan aneh itu, kini ia kembali teringat akan satu poin lagi yang tertera dikertas kecil itu.
“Bego sama yang namanya Olahraga, paling jagonya Cuma lari doang. Soalnya sering dikejer-kejer sama temen2nya yang lain gara2 kejailannya.”
Dengan geram stefan menghampiri Yuki, ia punya ide buat cewek itu nggak menjadi cewek yang disebutkan Max dicatatan itu.
“Sori.sori..Break bentar yah.” Kata Stefan, menggunakan tangannya membentuk huruf T.
Seketika cewek2 itu menghentikan permainannya. Stefan masuk kedalam lapangan dengan tersenyum lebar, semua cewek-cewek pada terpesona sama senyuman maut stefan.
Stefan menghampiri Yuki. tanpa basa-basi, ditariknya lagi ikatan rambut yuki yang asal2an tadi lalu dirapikannya ikatan rambut cewek itu. Benar-benar rapi, sampai tidak ada satu helai rambutpun yang tidak terikat kecuali poninya Yuki yang cukup panjang tapi agak pendek juga.
“Kalo ngiket rambut tuh yang bener, masa cewek nggak bisa ngiket rambutnya sendiri sih!.” Tegur Stefan tajam dengan ekspresi Singa, yang siap untuk menerkam mangsanya.
Stefan sangat berharap prilakunya kali ini bisa membuat Yuki buka mulut, tapi sayang Yuki tetap bungkam. Walaupun terlihat ekspresi wajah Yuki sangat kesal dan malu.
Gimana nggak malu, orang diliatin sama anak2 sekelas, mana ada anak kelas lain yang lagi olahraga lagi. Mau ditaruh dimana tuh muka, bisik Yuki dalam hati.
Semua yang menyaksikan kejadian itu terlihat bengong dan penuh tanya. Mereka sekarang mengakui kalo pasangan yang sering berantem dan mereka kira baru jadian itu adalah pasangan ter so sweet tahun ini.
“Sumpah deh...adegan tadi itu romantis banget.” Ujar Vebby tersenyum malu.
“iyah veb..jadi pengen punya cowok kayak stefan, perhatian banget. Ampe ngiket rambut aja, dia yang ngiketin.” Tambah Flury.
Setelah mengikat rambut Yuki, stefan berbisik ditelinga yuki.
“kalo loe nggak mau kejadian ini terulang lagi, mending sekarang loe belajar ngiket rambut deh. Atau...iketan ini nggak usah loe lepas2, biar gue nggak dateng terus ngiketin rambut loe didepan umum kayak gini lagi.” Ancam stefan pelan. Stefan balik badan dan tetap dengan gaya dinginnya yang keren itu ia melambaikan tangannya lalu berjalan pergi. “Okeh..silahkan lanjut!”.
Paling nggak, stefan bisa merubah Yuki. nggak menjadi Yuki yang selama ini dilihat sama Max, Yuki yang berbeda dengan ikatan rambut yang rapi. Kalo tentang olahraga itu...udah nggak bisa diganggu gugat, udah dari lahir nggak bisa olahraga ya mau digimanain lagi.
Pulang sekolah, stefan hendak menghampiri Yuki yang sedang menunggu Bis. Karena takut terjadi perang dunia lagi, yuki hanya bisa diam dan berharap bisnya segera datang. Tak lama bisnya memang datang, dan secepat kilat yuki langsung naik dan hilang begitu saja dalam keramaian bis itu. Ia seolah tak melihat stefan yang berada disitu.
Malam harinya, didalam kamar Stefan terus berfikir keras, ia mulai yakin. kalo perasaan asing dan aneh yang sering ia rasakan baru2 ini dikarenakan Yuki. Yuki sekarang telah berhasil membuatnya berdiri ditempat yang sama seperti Max. Yang hanya bisa melihat, mengawasi dan diam tanpa bisa berada dekat dengan sang gadis.
“nggak....” Stefan menggeleng. “Yuki nggak bisa menempatkan gue ditempat yang sama kayak Max, gue nggak mau.” Ujarnya keras.






-TO BE CONTINUED-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar