Jumat, 24 Oktober 2014

JANJI

Newer Post!!! Newer Story ;) hohohoho



Semua makhluk hidup membutuhkan oksigen untuk paru-parunya agar bisa terus bernafas, sama halnya dengan hatiku kepadamu, Kau yang selalu ada dan terbiasa ada dalam hidupku, tiba-tiba kusadari bahwa aku takut kau menjadi tidak ada, aku takut kehilanganmu..wahai sosok yang perasaanku padamu tak dapat terdeskripsikan oleh hatiku..
---

Jakarta, 31 Desember 2008
“Berjanjilah...”
“Hm?” Gadis cantik itu menoleh, menatap kekasihnya yang tengah menatapnya dalam.
“Berjanjilah untuk selalu mencintaiku apapun yang terjadi.”
Ia tersenyum, “Aku berjanji, bagaimana denganmu?”
“Pasti.. Aku berjanji apapun yang terjadi, aku akan selalu mencintaimu. Hatiku..hanya untukmu.” Ujar Pria itu tersenyum menarik lembut gadisnya kedalam pelukan hangatnya, menatap bersama matahari yang mulai kembali keperaduannya. “Tetaplah disampingku sampai malaikat maut datang untuk mencabut nyawaku.”
Gadis itu hanya diam, tersenyum miris dan mempererat pelukannnya, seolah itu adalah pelukan terakhir, pelukan perpisahan diantara keduanya.

***

Jakarta, 26 April 2013
“Hei..” Nadia menepuk pundak William, kekasihnya yang sedari tadi tampak melamun ditengah keramaian pesta pertunangan sahabat karib mereka.
William tersadar dari lamunannya dan kemudian tersenyum menatap kekasihnya yang malam ini tampak lebih cantik dari biasanya. “kenapa?”
“Kamu yang kenapa tuan William? Ada masalah ya di kantor?”
William hanya menggeleng pelan. “Nggak kok, ya udah, kita gabung sama yang lain aja ya. pasti Joshua sama Vebby udah nyariin kita.”
Nadia hanya menghela nafas berat, selalu saja seperti ini. Ada apa dengan Willy? Sudah bertahun-tahun ia mengenal Willy, tapi.. kenapa ia masih merasa belum mengenal dalam lelaki yang dicintainya itu, ia merasa masih banyak rahasia yang tak ia ketahui, ia merasa, lelakinya itu sangat misterius, sulit untuk dijangkau oleh hatinya.
Dan pada akhirnya Nadia hanya menganggukan kepala, mengikuti Willy yang sudah lebih dulu berjalan didepannya, enggan mempertanyakan pertanyaan yang sudah menumpuk dialam pikirnya, tak ingin mengacaukan suasana malam mereka yang sudah begitu indah, dan tak mau memperburuk suasana hati lelaki itu, ia terlalu takut, takut akan terjadi pertengkaran hebat diantara mereka kalau sampai ia bertanya, takut hubungan yang baru seumur jagung itu kandas ditengah jalan. Pengecut bukan? Apa boleh buat, ia sudah terlanjur mencintai lelaki itu terlalu dalam sampai takut kehilangannya.

“Ada apa?” Karen hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat dua sejoli itu, lalu menatap kekasihnya yang sedari tadi sudah menggenggam erat tangannya.
“Willy.. dan Nadia.” Karen menghela nafas. “entahlah..”
“mereka adalah pasangan yang serasi bukan? Paling tidak, Willy sudah mulai menemukan kebahagiaannya lagi. iya kan?” Rizky tersenyum mengelus lembut pipi Karen.
“ya” Karen bales tersenyum memegang tangan Rizky yang tengah mengelus pipinya. “Semoga saja begitu.” tambahnya lirih.

***

“Kau siap?” Tanya Willy tersenyum sambil menggenggam erat tangan Nadia.
Mereka berdua kini tengah berdiri gugup dan saling menatap didepan sebuah pintu berukuran besar, rumah Willy. Willy sengaja meminta izin pada Joshua dan Vebby untuk pulang lebih awal karena berniat ingin mengenalkan Nadia pada sang Mama.
“Ya..asal ada kau disampingku, aku akan selalu siap.”
Willy kembali tersenyum lalu memeluk Nadia, ia mengecup pelipis gadis itu berusaha menenangkan keresahan gadisnya. “tenang saja, mamaku baik. Dia tidak mungkin menggigitmu! Lagi pula dia tidak suka memakan daging manusia.”
Nadia menepuk pelan pundak Willy lalu melepaskan pelukan mereka. “kau ini! dalam keadaan seperti ini masih saja main-main, cepatlah! Aku tak ingin dicap sebagai gadis tak baik karena bertamu malam-malam kerumah calon mertuaku.”
Lelaki tampan itu hanya terkekeh pelan, menarik tangan Nadia untuk mengikutinya masuk kedalam rumah. “huh? Calon mertua? Kau Percaya Diri sekali ya?” Ujarnya diiringi gelak tawa.

***
“Bagaimana? Mama orang yang baik bukan? Sudah kukatakan padamu kalau mamaku itu tidak mungkin menggigitmu, apalagi sampai memakanmu! Dagingmu kan sedikit, lihat saja! Badanmu itu saja isinya tulang semua.”
“Hei! Kau!!!! Apa katamu tadi??? Apa kau tidak berkaca, huh? Lihat juga tubuhmu itu! seperti badanmu sendiri berisi saja, bahkan kalau dibandingkan dengan badanku, kau itu masih jauh dibawah rata-rata! Dasar cungkring!” Cibir Nadia pura-pura kesal kepada lelaki yang duduk disampingnyaa.
“Apa?? kau??”
Seorang wanita yang walaupun sudah berumur tapi wajahnya masih tetap saja cantik itu muncul sebelum Willy kembali melanjutkan ocehannya. Ia tersenyum menatap anaknya, sepertinya orang yang menelpon wanita itu tadi memberikan kabar baik untuknya, sehingga wanita itu sekarang tampak berbinar penuh bahagia.
“Mama terlihat senang sekali, ada apa?” Tanya Willy penasaran melihat sang Mama yang terus tersenyum bahagia.
“Tidak, hanya senang saja.” Ujar mamanya dan lagi-lagi ia tersenyum manis. “Dan emmm.. siapa namamu tadi?” Kata Mama Willy, Cathy Wiryawan menatap Nadia masih penuh dengan senyuman.
“Nadia tante.” Balas Nadia tersenyum.
“ohh..Nadia, sudah berapa lama kau menjadi pegawainya Willy?”
“udah sekitar 4 tahunan tante.”
“wah..cukup lama juga ya. dan.. emm kalau Tante boleh tau, apa ada masalah berat dikantor, sehingga Willy mendatangkan kau kemari? Anak itu, biasanya tak pernah membawa bawahannya kerumah.”
“Mama..” Willy menyela perkataan sang Mama. “Nadia itu...pacar Willy ma.” Kata Willy menggenggam erat tangan Nadia.
Cathy terdiam beberapa saat, masih berusaha mencerna dengan baik perkataan anak laki-laki satu-satunya itu. Senyuman diwajahnya menghilang, binar-binar bahagia yang sempat bersemayam diwajah cantiknya juga lenyap tak tersisa, ia kembali melihat Nadia, gadis yang kata Willy tadi adalah kekasihnya. Dari bawah sampai atas, ia terus mengamati gadis itu. lalu tersenyum sinis.
“Iya tante, saya pacarnya Willy.” Nadia tersenyum senang menatap Willy penuh cinta. Senang sekali rasanya dapat diterima oleh sang calon mertua.
“pacar ya?” cathy memasang wajah datarnya. Nadia menoleh kembali melihat Cathy, mama Willy. “Sangat mengecewakan Willy! Gadis miskin, yang menjabat sebagai bawahanmu kau jadikan pacar? Oh yang benar saja! Bahkan gadis ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Y....”
“Mama!”
Nadia terdiam, lalu ia menunduk  berusaha menahan tangis, ia pikir pertemuan awal dengan mama Willy tadi sudah berjalan lancar, karena wanita itu terlihat sangat baik dan manis, sehingga ia juga dengan mudahnya menebar senyuman manis. tapi entah kenapa setelah Willy mengenalkannya sebagai pacar, wanita itu seolah bertransformasi dari malaikat menjadi iblis yang memiliki kata-kata yang amat sangat tajam siap menghujam hatinya sampai hancur berkeping-keping. Apakah ini tanda ‘penolakan’ dari sang calon mertua. Setelah berbulan-bulan menjadi bahan pergunjingan dikantor atas berita jadiannya dengan Willy serta penolakan dari semua orang, apakah dia harus kembali mendapat penolakan dari sang calon mertua? Apa salahnya? Apa salah jika seorang bawahan dan bos saling jatuh cinta? Disinetron saja banyak yang seperti itu, lalu kenapa? Nadia memang bukan anak orang kaya, dia hanya anak yatim piatu yang tinggal dipanti asuhan namun memiliki otak yang cukup cerdas, sehingga bisa bergabung di perusahaan besar milik keluarga Wiryawan. Ia tidak semiskin yang orang-orang katakan, dia punya penghasilan sendiri yang bisa menunjang kehidupannya. Lalu apa? masa hanya karena dia hanya seorang bawahan lalu ia ditolak mentah-mentah oleh calon mertuanya sendiri?
“Ma..tolong..jangan banding-bandingkan Nadia dengan DIA, aku..aku menyayangi Nadia sekarang ma, jadi aku harap, mama bisa menerima keputusanku.” Ujar Willy sesaat setelah ia mengalihkan pandangannya dari Nadia.
Cathy menghela nafas berat, lalu kembali tersenyum sinis. “Apapun yang terjadi Willy, Mama tak akan pernah menerima gadis ini menjadi pacarmu atau bahkan sampai menjadi istrimu. Kau tau, Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, dan yang terbaik itu.. hanya...”
“Nadia adalah yang terbaik untukku Ma, dia gadis baik-baik dan aku beruntung bisa mendapatkannya.”
Lagi, Cathy tersenyum miring, penuh sindiran. “Gadis baik? Gadis baik macam apa yang kau bicarakan ini Wil? Mana ada seorang gadis baik-baik yang masih keluyuran bersama seorang lelaki ditengah larutnya malam!”
“Cukup ma! Ku kira, tadi mama akan menerima Nadia dengan baik.”
“Mama memang menerimanya dengan baik kalau dia hanya temanmu, tidak lebih.”
“Maaf membuat mama kecewa.” Kata Willy beranjak dari duduknya lalu menarik tangan Nadia untuk ikut pergi bersamanya.
“Lihat! Bahkan sekarang kau berani melawan perkataan mamamu sendiri Willy. Gadis itu membawa pengaruh yang buruk untukmu.”
Willy hanya menggelengkan kepalanya dan terus berjalan menuju pintu keluar rumahnya.

***
Sebuah Camaro kuning berhenti dikawasan apartemen sederhana.
“Maafkan mama yah, mungkin dia sedang ada masalah.” Ujar Willy memecahkan keheningan, sedari pergi dari rumah Willy tadi, keduanya tetap bungkam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
“kau benar Wil.” Nadia bersuara pelan menatap Willy. “Aku terlalu percaya diri memanggil mamamu calon mertua.” Tambahnya menertawakan dirinya sendiri. “seharusnya aku bisa belajar dari pengalaman dikantor, tidak semua orang bisa menerima hubungan ini.”
“Nad...” Willy menggenggam tangan Nadia, lalu menarik gadis itu masuk kedalam pelukannya. “Aku sering sekali menonton sebuah drama yang ceritanya sangat mirip dengan hubungan kita, kau tau.. semua orang awalnya memang menolak, tapi pada akhirnya semua akan indah pada waktunya. Ini hanya sebuah ujian cinta untuk kita berdua, aku yakin.. kalau kita tetap bersama, kita pasti bisa melewatinya. Percayalah..kalau kita memang ditakdirkan untuk bersama, milyaran orang yang mengatakan tidakpun takkan mampu mengalahkan kuatnya cinta kita.” Ujar Willy panjang lebar berusaha menenangkan perasaan kecewa gadisnya. “lagipula, seharusnya kau bersyukur! Setidaknya ucapanku memang semuanya benar, dan mama..tidak benar-benar menggigitmu.”
Nadia tersenyum mendengar perkataan Willy. “ya..setidaknya mamamu tidak berusaha menggigitku.”

***
Seorang lelaki tampan dan seorang gadis cantik terlihat tengah memasuki sebuah restorant yang cukup ramai pengunjung, keduanya tampak serasi ketika berjalan berdampingan seperti itu bak sepasang kekasih.
“Kau mau makan apa?” Tanya sang lelaki yang memiliki tahi lalat tepat diujung hidung itu.
“Seperti yang biasa saja kak.” Jawab sang gadis tersenyum lembut melepaskan tautan tangannya.
“Baiklah, tunggu dimeja yang itu yah. Dokter Juna akan datang sebentar lagi.” perintah lelaki itu menunjuk sebuah meja kosong disudut restorant, dan dibalas dengan anggukan semangat oleh gadis itu.
Yua Anastasya dan Kevin Antonio, dua kakak-beradik yang kini tengah menikmati makan siang mereka bersama disebuah restorant terkenal yang ramai pengunjung, sambil sesekali bersenda gurau keduanya tampak seperti sepasang kekasih.
“kak!!.. Juna mana sih? Kenapa lama sekali! Dia itu selalu saja terlambat! Tunggu saja kalau dia datang nanti aku akan....”
“akan kau apakan, huh?” Yua menoleh kebelakang tepatnya kesumber suara, seorang lelaki berlesung pipit yang tak kalah tampannya dengan sang kakak tengah tersenyum manis.
“Kau!!!” Yua menggeram kesal. “kau akan kupecat jadi dokter pribadiku.” Ujarnya ketus sambil membuang mukanya.
“Hanya akan terjadi dialam mimpimu, Honey.” Kata lelaki itu tersenyum evil lalu merangkul mesra bahu Yua.
“ihhhh...” Gadis cantik itu mendelik. “kakak.. lihatlah lelaki ini, dia kurang ajar sekali! Maukah kau memukul kepalanya untukku?”
“ahhh..dengan senang hati, adikku tersayang.” Kata Kevin tersenyum jahil sambil menyingsingkan lengan bajunya, seolah tengah bersiap untuk melakukan sesuatu.
“huh..kalian berdua ini mainnya keroyokan, tidak adil! Tunggu saja akan kulaporkan pada menteri perlindungan anak, kalau kalian berdua bersekongkol untuk menganiaya anak lelaki kecil yang imut sepertiku.” Omelnya panjang lebar sambil memanyunkan bibirnya, merajuk.
“aihhhh.... yang seperti ini anak kecil?” ujar Yua menekan-nekan otot lengan lelaki itu. “cpcpcp...aku heran kenapa papa mau memperkerjakan orang seperti ini untuk merawatku.”
Arjuna, nama lelaki berlesung pipit itu, ia hanya tertawa mendengar keluhan dari sang gadis cantik tanpa melepaskan rangkulannya. “tentu saja karena aku ini adalah dokter tertampan yang pernah ada.” Katanya menaik turunkan alisnya menatap kedua kakak-beradik itu bergantian.
Kevin dan Yua hanya bergidik ngeri dan sedetik kemudian ketiganya malah larut dalam tawa atas pertengkaran konyol mereka tadi.

---
Karen tiba-tiba saja menghentikan langkah kakinya, terpaku memandang sesuatu yang sudah amat sangat lama tidak ia lihat. Willy dan Nadia yang berjalan didepan tak menyadari akan keterpakuan Karen, mereka masih terus saja melangkah maju menuju pintu masuk sebuah restorant untuk makan siang.
“Sayang? Ada apa? kenapa berhenti?” tanya Rizky saat sudah berhasil menyusul Karen, tadinya ia memang sempat tertinggal jauh dibelakang karna sibuk memakirkan mobil mereka dilapangan parkir. “Karen?”
Sang empunya nama tak kunjung menyahut.
“Karen? Sayang..hei, kenapa?” ujar Rizky menepuk pelan pundak Karen.
“Rizky....” Akhirnya Karen buka suara, ia menatap Rizky lalu tersenyum. “Ada...Aku melihat...”
“Apa?”
“Yua.”
“Hei kalian berdua! Jangan pacaran terus! Ayo cepat, nanti kita kehabisan jam makan siang!” teriak Nadia kesal saat menemukan kedua pasang sejoli itu masih terpaku menatap satu sama lain.
“eh..em.. Nad..kau duluan saja, nanti kami akan menyusul.” Balas Rizky.
Nadia menghela nafas lalu mengangguk mengiyakan.
“Karen? Kau serius?” tanya Rizky memegang kedua bahu Karen setelah memastikan Nadia telah menyusul Willy masuk kedalam restoran.
“Karen? Rizky?” Belum sempat Karen menjawab sebuah suara lembut menyapa mereka, keduanya serempak menoleh memastikan pendengaran mereka apa masih berfungsi dengan baik atau tidak.
---
Gadis itu menutup matanya lelah, lelah karena terus mengeluarkan air mata yang tidak ia kehendaki untuk keluar, air itu terus saja mengalir dengan mulus dipipinya yang chubby.
“Janji yang sudah tidak berlaku lagi ya?” tanyanya pada diri sendiri dengan suara lirih. Ia menghela air mata itu kasar, bosan merasakan air mata itu tiada henti-hentinya membasahi pipinya, apakah bendungan air mata itu sudah tidak berfungsi lagi? kenapa rasanya susah sekali untuk membuat air mata itu berhenti mengalir.
“padahal...padahal... apapun yang terjadi, aku masih, aku akan selalu... mencintaimu.”

Tiada hari tanpa bayang wajahmu..
Mengapa dirimu yang selalu hadir dibenakku..
Getar hatiku memanggil namamu..
Tanpa kusadari air mata ini bergulir..

Mungkinkah kujuga ada dihatimu..
Mungkinkah kau menangis mengingatku..
Mungkinkah kaupun memandang perih..
Dan tenggelam dalam kerinduan..

Sering kali ku berpura tertawa..
Laksana boneka yang tersenyum paksa, tersiksa..

Tak seorangpun tahu..
Ku tersenyum bukan bahagia..
Karena memang tak mungkin tanpamu..

“kau yakin Will?” tanya Nadia saat mereka berdua sudah tiba disebuah restorant mewah untuk dinner bersama keluarga besar Willy.
“tentu saja, mama sendiri yang mengatakan kalau aku harus mengajakmu. Kupikir mama mulai bisa menerimamu sebagai pacarku.” Jawab Willy tersenyum.
“ya.” Nadia tersenyum ragu. “kuharap juga begitu.”
Mereka berdua melangkah masuk kedalam restorant, berjalan menuju sebuah meja penuh makanan yang terlihat sudah ditempati oleh 5 orang itu.
“mama..papa..” panggil Willy tersenyum, beberapa hari terakhir ini hubungannya dengan sang mama tiba-tiba membaik, entahlah..mamanya tak pernah membahas soal hubungannya dengan Nadia lagi.
Cathy dan Alex Wiryawan, Kedua orang tua Willy berdiri menyambut kedatangan putra tunggalnya itu sambil tersenyum. “Sayang, kenapa lama sekali?” tanya Cathy.
“maaf ma, tadi dijalan macet.”
“ya sudah tidak apa-apa, ayo cepat kemari! Kau pasti masih ingat mereka kan?” tanya Cathy menunjuk 1 orang wanita dan 2 orang pria yang masih duduk manis dimeja mereka sambil tersenyum menatap Willy.
Willy terdiam saat melihat wajah-wajah itu lagi, 5 tahun. Waktu yang cukup lama tapi tak mampu menghapus bayang-bayang wajah 3 orang yang amat sangat dikenalnya itu.
“Hallo Willy.” Sapa Tia, ia beranjak dari duduknya lalu memeluk Willy.
“Tante.” Willy masih diam untuk beberapa saat, lalu setelah berhasil menenangkan hatinya ia membalas pelukan hangat wanita kedua yang sudah ia anggap sebagai ibunya itu. “I miss you tante.” Tia terkekeh lalu melepas pelukannya.
“I miss you too, banny.”
“Hei Sobat kecil.” Sapa Ari, suami Tia meninju pelan lengan Willy.
“Om.” Willy tersenyum lalu memeluk pria paruh baya itu. “Well, aku bukan sobat kecilmu lagi, Om. Apa Om tidak lihat, aku ini sudah menjadi lelaki dewasa.”
Ari tertawa lalu melepas pelukannya. “ya.. you looks like that.”

“Apa semuanya keluarga Willy?” Tanya Nadia dalam hati. Ia berdiri jauh dibelakang Willy dan orang-orang yang kini terlihat memeluk lelaki tampannya itu. Gadis cantik bergaun hijau itu merasa kalau tiba-tiba dirinya merasa diacuhkan oleh Willy, lelaki itu tampak mengabaikannya saat bertemu dengan orang-orang itu. bahkan tadi saat mereka masuk kedalam restorant, Willy sama sekali tak menyentuh tangannya seperti biasa. Malam ini, Willy tampak berbeda.

“Apa gadis itu temanmu Willy?” tanya Tia saat melihat gadis yang berdiri dibelakang mereka.
“Ya, dia itu bawahan Willy dikantor.” Jawab Cathy tersenyum.
“ohh..kemarilah sayang, teman Willy berarti teman keluarga kami juga.” Ujar Tia terdengar ramah dan bersahabat.
Ketiga orang yang sama sekali tak Nadia kenal itu ternyata sangat baik sekali, jarang ada keluarga kaya yang seperti mereka. Menjadi anak dari keluarga itu pasti sangat membahagiakan. Baru kenal beberapa menit yang lalu saja dirinya sudah diterima dengan sangat baik dan hangat dikeluarga itu. pantas saja Willy bisa merasa sangat nyaman. Dia belum pernah melihat senyuman yang terpahat jelas diwajah Willy tadi, senyuman yang terasa berbeda.

“Apa..dia juga ada disini?” Willy bergumam dalam hati, mengalihkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan restorant. Berusaha menemukan sesuatu, tidak, bukan sesuatu melainkan seseorang.

“Hei! Mencari adikku yah?” Goda seorang lelaki tampan yang duduk disebelah Willy.
“tidak.” Ujar Willy berusaha acuh tak acuh. Mengembalikan ekspresinya menjadi datar agar tak seorangpun dapat membaca apa yang tengah ia pikirkan.
“maaf aku terlambat.” Seorang gadis cantik bergaun putih muncul ditengah obrolan 2 keluarga itu.
Semuanya menoleh terutama Willy, bahkan ia tak bisa menghentikan gerak kepalanya sendiri yang seolah kini tengah bergerak dengan kemauannya sendiri tanpa ada aba-aba apapun darinya. Ia menatap gadis cantik itu. masih gadis yang sama, bahkan gadis itu sekarang semakin cantik dan... dan ya...hanya Willy yang tau jawabannya.
Nadia terpaku untuk beberapa saat. Gadis yang tengah ia lihat sekarang ini amat sangat cantik, tubuhnya yang tinggi semampai dibalut oleh gaun putih, membuat kulitnya yang memang sudah putih jadi makin bercahaya, rambut gadis itu panjang dengan ujung-ujung rambut yang dibuat ikal serta make up yang sangat natural. Sempurna! Pikir Nadia mengamati gadis itu dari ujung kaki sampai ujung kepala. ‘apa gadis ini benar-benar manusia?’ Nadia bertanya-tanya dalam hati. ‘kurasa, dia ini bukan manusia, melainkan bidadari yang tersesat dibumi.’ Tambahnya lagi. ‘Astaga, kenapa perempuan ini cantik sekali.’ Nadia menunduk, tiba-tiba merasa kecil bila dibandingkan dengan gadis itu. ia menoleh menatap Willy. Lelaki itu terlihat tak bisa mengalihkan pandangannya kearah lain. ‘lihat kan? Bahkan Willy saja tak mampu berkedip melihat pesona gadis itu.’ rutuknya dalam hati.

Sang gadis cantik melihat orang-orang yang menatapnya takjub, ada mama dan papanya, lalu kakaknya, seorang gadis manis dengan lesung pipinya, ada..tante Cathy dan Om Alex.
‘Tunggu dulu, kalau ada tante Cathy dan Om Alex berarti...’ belum selesai ia berguman pandangannya sudah jatuh pada seorang lelaki tampan berjas putih itu, Willy. Lama kedua saling beradu pandang, hanya saling menatap tanpa bergerak sedikitpun, seolah waktu disekitar mereka telah berhenti dan dunia ini telah dijadikan hak milik mereka berdua.

Pancaran kerinduan terlihat amat sangat jelas pada pandangan keduanya, kedua orang tua Willy dan gadis itu hanya tersenyum melihat anak-anak mereka saling menatap.
“Yua.”
“Willy.”

‘Semuanya masih terasa sama, tapi sayangnya, janji itu sudah tak bisa kau tepati lagi.’

***

“Ketika kau harus memilih, mana yang akan kau pilih? Sesuatu yang ada pada genggamanmu tetapi masih kau ragukan, atau sesuatu yang dulu pernah ada didalam genggamanmu, sempat terlepas, tetapi kini telah kembali lagi.” (Santhy agatha)

Nadia sudah pulang diantar Kevin dan Mama, Papa Yua. Sedangkan Mama dan Papa Willy baru saja pulang setelah berhasil merayu Willy untuk mengantarkan Yua dan membiarkan Nadia diantarkan oleh orangtua Yua. Bukankah itu suatu hal yang merepotkan? Namun apa mau dikata, kalo orangtua sudah berkehendak, sangat sulit untuk mengatakan tidak.

Tadinya Nadia  setuju untuk pulang bersama keluarga yang baik hati itu karena ia berpikir kalau ia akan bisa banyak mengobrol banyak dengan gadis cantik bernama Yua Anastasya itu, tapi sayang ternyata gadis itu tidak ikut pulang bersama keluarganya dan juga dirinya. Nadia malah harus menelan pil pahit saat mengetahui kalau gadis cantik itu akan pulang berduaan saja dengan kekasihnya, Willy. Gadis mana yang tak cemburu melihat sang pujaan hati malah memilih untuk mengantarkan gadis lain pulang kerumahnya, bukan dirinya yang notabennya adalah kekasihnya.

---
Camaro kuning itu berjalan mulus menembus padatnya aktivitas malam hari ditengah kota. Sang empunya mobil dan sang penumpang masih enggan buka suara, hening dan diam fokus pada pikiran masing-masing, yang satu memperhatikan jalanan, yang satu lagi sibuk mengamati indahnya pemandangan kota lewat jendela mobil.
Willy sama sekali tak mengemudikan mobilnya menuju rumah Yua, melainkan ke sebuah tempat, tempat dimana hanya Yua dan Willy yang tau.

Mobil itu berhenti tepat menghadap sebuah pantai yang kini telah sepi pengunjung. Yua dan Willy keluar dari mobilnya lalu duduk dikap mobil itu sambil melihat pemandangan pantai dimalam hari yang cukup indah.
“Jadi, apa kabarmu?” Kata Willy memecah keheningan setelah beberapa menit mereka membisu, ia menatap wajah gadis itu yang terlihat semakin cantik dibawah sinar rembulan.
“cukup baik.” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya. “kau?” lanjutnya bertanya ikut menoleh, membalas tatapan mata Willy.
“Setelah 5 tahun berlalu, tentu saja kabarku baik. aku bukan lelaki bodoh yang akan mengurung diriku dikamar selama bertahun-tahun hanya karena ditinggalkan oleh kekasih yang amat sangat dicintainya.”
Yua tersenyum miris mendengar kata-kata tajam Willy. “yah.. kau benar, kau memang tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu.”
Yua kembali menatap indahnya riak ombak pantai yang diterangi sinar rembulan itu, air matanya menetes perlahan. Mencoba kuat dihadapan lelaki yang masih amat sangat dicintainya itu.
“Gadis itu cantik dan manis. Kalian tampak serasi, kuharap.. kau dan dia...”
“heh..yang benar saja.” Willy menyela perkataan Yua. “Kau berharap apa? Aku dan dia hidup bahagia selama-lamanya? Terima kasih! tanpa kau harap pun aku akan tetap bahagia bersamanya.” Willy berujar sinis melihat Yua yang sama sekali enggan menatapnya.
Lagi, air mata Yua menetes begitu saja, bahkan cairan berwarna merah yang meluncur bebas dari hidung gadis cantik itupun tak ingin menunggu lebih lama lagi untuk keluar. “Baiklah, kau selalu benar Will. Aku pulang. Terima kasih untuk malam ini.” Yua beranjak dari kap mobil Willy lalu melangkah cepat meninggalkan Willy yang masih terdiam melihat kepergian Yua.
Willy tertawa sumbang, menertawakan dirinya sendiri. “kau seorang aktor yang hebat William Crishtian!” air mata meluncur turun dari pelupuk matanya. Ia memukul kap mobil sekuat tenaga berusaha menghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba menyerang dadanya.

---
Sementara Yua, gadis itu terus berlari mencoba menghilangkan rasa sakit didada dan dikepalanya. Air matanya berlomba-lomba untuk terjun bebas lagi kepipinya, mengalir disana dengan mulus bersamaan dengan cairan berwarna merah yang juga terus-terusan mengucur.
“Willy..” Bisiknya sebelum kesadarannya perlahan menghilang. Membawa kabut gelap dan tenggelam didalamnya.

---
Willy memutar stirnya ketika ia melihat siluet bayangan Yua dikegelapan malam, Gadis itu berjalan terseok-seok sambil memegangi kepalanya. Dengan segera Willy turun dari mobilnya ketika melihat kedua kaki jenjang itu berhenti melangkah. Ia berlari menghampiri tubuh yang tiba-tiba limbung itu. “Yua!!!”

“Willy..” Gadis itu bergumam.

Willy mendekap erat tubuh gadis cantik itu dalam pelukannya. “Ya Yua.. Ya, aku disini.”

---
Camaro kuning itu berhenti tepat didepan pagar tinggi sebuah rumah mewah. Rumah mewah yang terlihat sepi itu mengingatkannya akan hal-hal indah yang pernah terjadi disitu, dulu.. rumah itu tampak ramai oleh suara-suara pertengkarannya dengan gadis cantik ini, gadis yang sekarang berada disampingnya. Suara-suara orang yang memarahi mereka karena mereka terus berlarian kesana-kemari, dan suara tangis gadis ini yang akan mengakhiri kegiatan kejar mengejar mereka. Willy tersenyum kecil kala angannya kembali kemasa-masa indah itu. Dulu...
Rasanya sudah lama sekali..... Willy menatap gadis yang masih terlelap disampingnya, gadisnya memang bertambah cantik, tapi ada yang kurang.
Wajahnya kini tak lagi merona, Willy menyentuh lembut pipi Yua yang pucat.
Dulu, ketika ia mengeluarkan kata-kata gombalnya, pipi ini akan berubah warna menjadi pink. tapi lihat sekarang, rona itu seolah menghilang ditelan bumi.
Willy kembali menyentuh mata Yua yang terpejam. Dulu, mata ini menatapnya penuh cinta, mata yang terus berbinar penuh kebahagian. Perlahan, Willy menyentuh bibir Yua. Bibir yang selalu tersenyum cerah kepadanya, seperti sebuah sihir yang membuat orang yang melihatnya ikut tersenyum. Bahkan sekarang, bibir itu tampak pucat tidak semerah biasanya.
“Yua... kau kenapa?” Tanya Willy menatap gadisnya. Samar-samar ia melihat noda darah dihidung gadis itu, pandangannya jatuh pada gaun putih yang gadis itu kenakan. Ada beberapa tetes darah yang membuat gaun indah itu tampak menyeramkan. “Yua...”

---
1 minggu kemudian.

-Nadia’s POV-
Sejak malam itu, aku merasa Willy sangat berbeda dari biasanya, Malam dimana ia bertemu dengan Yua. Gadis yang baru-baru ini kuketahui sebagai mantan pacar Willy, oh tidak.. bahkan dari informasi yang kudapat mereka berdua itu belum pernah putus. Lalu, apa aku sekarang menjadi orang ketiganya? Apa statusku saat ini menjadi selingkuhan Willy? Hahh..kepalaku mendadak pusing bila memikirkan hal itu, semuanya jadi semakin buruk, apalagi dengan tingkah pola Willy sekarang, lelaki itu tampak lebih emosional dari biasanya belum lagi sekarang aku sering menangkap basah dirinya sedang melamun. 4 tahun aku mengenal Willy tapi selama ini lelaki tampan itu tak pernah menunjukkan emosinya didepan orang lain, ia cenderung bersikap dingin dan tenang. Tapi entah kenapa sekarang sifatnya yang dingin dan tenang itu lenyap ditelan bumi, hilang begitu saja.
Willy mudah sekali marah 1 minggu ini, bahkan aku saja yang berstatus sebagai pacarnya, ya pacar keduanya saja dibentak-bentak olehnya. Apa semua ini gara-gara Yua? Dan.. apakah selalu Yua juga yang dipikirkannya?

“Maaf membuatmu menunggu.” Ujarku duduk tepat dihadapan Yua, gadis yang semakin hari semakin cantik saja rupanya.
“Tidak apa-apa.” Jawabnya tersenyum lembut. “ada perlu apa Nadia?”
“hmm... aku... baiklah aku akan langsung bicara to the point padamu, kau harus tau kalau aku dan Willy..”
Yua tersenyum lalu memegang tanganku. Lihat! Bahkan tangannya saja halus sekali.
“Aku tau Nad.”
“kau tau?”
“ya.. dan aku tidak akan merebut siapa pun darimu. Termasuk Willy. Jika itu yang kau takutkan.” Katanya lembut, ia tersenyum tapi aku tahu senyuman itu tak sampai kematanya. Gadis ini terlihat sedih.
“Yua.. aku tak..”
“Nadia.. maukah kau berjanji padaku.”
Yua menggenggam erat tanganku, gadis itu tampak meringis sesekali seperti tengah menahan sakit. “janji apa?”
“berjanjilah untuk selalu bersama Willy, karena dulu aku tak bisa menepati janji itu. maka aku berharap kau mau meneruskan janjiku itu pada Willy.”
“Aku....Yua, kupikir Willy masih sangat mencintaimu.”
“aku ini hanya masa lalunya Willy Nad, dan kau.. kau adalah masa depannya. Jangan kecewakan dia lagi ya. hmmm..aku ada urusan, apa lain kali kau punya waktu lagi? aku ingin bisa dekat denganmu. dan bisakah mulai sekarang kita berteman?”
Aku hanya mengangguk untuk menjawab semua pertanyaannya. Gadis ini!! sebenarnya hatinya itu terbuat dari apa sih? Kenapa dia baik sekali padaku. Hah pantas saja Willy sangat mencintainya dulu, dan sekarang. Tentu saja. bagaimanapun aku mencoba menutup mataku, hati tak akan bisa dibohongi.
“ya sudah, aku pergi dulu ya Nad, sampai berjumpa lagi.” gadis itu melangkah pergi meninggalkan aku yang masih diam terpaku.
“Yua gadis yang baik bukan?” suara seorang wanita yang kukenal mengembalikan kesadaranku. Wanita ini, Tante Cathy.

-Nadia’s POV end-

***

“Ketika kau mencintaiku, aku akan selalu ada dihatimu. Ketika kau membenciku, aku akan ada dipikiranmu. Dan pada akhirnya aku memang akan selalu ada, untukmu..”

“Yua..” Willy bergumam, jari-jari tangannya memutih karena terlalu keras mencengkram kemudi modil. Kini ia hanya bisa menatap gadisnya dari jauh. Gadisnya yang masih sangat dicintainya dan gadis yang terus-terusan mendatangi pikirannya. lalu Nadia, Tentu saja Willy juga menyayanginya, ya dia memang menyayangi gadis manis itu. Tapi.. sebesar apapun usaha gadis manis itu masuk kedalam hidupnya, bahkan hatinya. Willy tak dapat memungkiri kalau Yua.. ya.. Yualah yang masih dan akan tetap jadi ratu hatinya, penguasa penuh cintanya dan tulang rusuknya. Bukankah rasa sayang dan cinta itu sedikit berbeda?

---
Yua melangkah pelan menyusuri jalan setapak menuju sebuah taman. Bukan untuk menghindari masalah. Ia hanya ingin menenangkan hatinya, berusaha tegar dan kuat. Gadis cantik itu duduk di sebuah kursi panjang berwarna putih yang tepat menghadap beningnya danau yang tenang. Air mata yang sudah dari tadi mengambang di kelopak matanya kini jatuh, membuat beberapa aliran di pipinya yang pucat.
“Beginikah rasanya Will?” tanyanya pada keheningan danau. “Sesakit inikah?”

“Cengeng!”ejek seorang anak laki-laki pada gadis kecil yang duduk di kursi panjang berwarna putih dipinggir danau itu. Ia duduk disamping gadis itu dan tersenyum melihat wajah gadis kecil itu cemberut menahan tangis.
“Yua nggak cengeng!”
“Yua cengeng kok, itu buktinya air matanya seember.”
“ihh Willy nyebelin, udah sana pergi. Yua benci sama Willy.”
“Walaupun Yua benci sama Willy, Willy tetep sayang kok sama Yua.” Kata anak laki-laki itu tersenyum menatap wajah cantik yang kini bersemu merah. Ia menghapus sisa-sisa air mata dipipi gadis itu. “dan Willy akan selalu sayang sama Yua.”
“tapi tadi Willy ninggalin Yua.” Gadis yang sempat tersenyum itu kembali cemberut ketika kembali mengingat penyebab ia menangis.
“Willy nggak akan pernah ninggalin Yua.” Anak laki-laki itu menatap jalan setapak yang kini telah berlumuran dengan es krim coklat. “Tadi Willy beliin Yua es krim, tapi jatuh pas Willy nyariin Yua.” Anak laki-laki itu kembali mengalihkan tatapannya pada gadis disampingnya. “Maafin Willy ya, udah buat Yua sedih.”
Gadis kecil itu mengangguk sambil tersenyum. “Maafin Yua juga ya Willy, tadi Yua pergi...” Gadis itu mengambil sebuah miniatur sepeda ontel tua yang persis seperti sepeda kesayangan Willy dirumah dari dalam tasnya. “.. buat beli ini.. untuk Willy.”
Anak laki-laki itu tersenyum lebar. “Makasih ya, tapi Willy nggak suka kalau demi Willy Yua pergi seperti tadi, Willy takut kehilangan Yua. Kalau Yua pergi, Willy kan bingung mau cari Yua dimana. Pokoknya Yua harus janji sama Willy, kalau Yua nggak akan pernah pergi lagi tanpa Willy.”Anak laki-laki itu mengulurkan jari kelingkingnya.
“Janji.” Balas gadis kecil itu ikut mengaitkan jari kelingkingnya. Senyum keduanya mengembang menatap satu sama lain.

Gadis itu tersenyum, saat angannya kembali memutar memori yang terjadi ditempat ini juga. Bulir air matanya berjatuhan, seseorang duduk disampingnya, mengeluarkan sebuah sapu tangan dan mengapus sisa-sisa air mata dipipi gadis cantik itu.
Yua menoleh dan mendapati penyelamat hidupnya tengah tersenyum lembut kearahnya. “Juna..” Ia memeluk laki-laki tampan itu dan menangis kencang dibahunya. “rasanya sakit Juna, sakit!” Ujarnya terisak.
Juna mengusap pelan punggung Yua, mencoba menenangkan gadis itu. “Menangislah Yua, bebaskan semua rasa sakit yang mengganjal dihatimu. Itu akan membuatmu lebih baik.”

Willy mengepalkan tangannya, ia kesal setengah mati melihat adegan seperti di televisi itu terjadi didepannya. Rasanya ia tak sanggup, ia tak sanggup melihat gadis itu berada dalam pelukan laki-laki lain. Ia tidak sanggup melihat lelaki lainlah yang akan menghapus air mata gadisnya, ia tidak sanggup dan takkan pernah sanggup jika gadisnya mencintai pria lain.
“Willy..” seseorang memegang tangan Willy ketika laki-laki itu berniat menghampiri Yua.
“Apaan sih lepas.” Kata Willy tanpa mau repot-repot menoleh.

“Willy, aku mau ngomong sama kamu.” Teriak gadis itu kesal, karena pria tampan yang masih berstatus sebagai pacarnya itu bahkan tak berniat melirik kearahnya. Willy menoleh kesal. “N..Nad.. Nadia...? kamu kok.. ada disini?”

“Bisa kita bicara berdua?” tanya Nadia setelah menghembuskan nafas kesal.
“Tapi.. aku..”
“Willy please..” Willy menoleh kearah kursi taman yang tadinya diduduki Yua dan seorang pria namun kursi itu tampak kosong. Apa mereka sudah pergi? Batin Willy melirik kekanan dan kekiri, berharap ia bisa melihat sosok Yua. Namun hasilnya nihil, keduanya memang telah pergi.
“Ya. Kita duduk dikursi pinggir danau itu saja.” Kata Willy lalu berjalan duluan meninggalkan Nadia.
Nadia tersenyum miris. “Bahkan dia tak lagi mau menggandeng tanganku.”


---

just to be continued :Dv

Tidak ada komentar:

Posting Komentar