Minggu, 16 Juni 2013

Setetes Embun Cinta Ajeng


 
Setetes Embun Cinta Ajeng..


Siapakah yang mampu hidup tanpa cinta??
Perempuan mana yang bisa membangun singgasana rumah tangganya tanpa cinta??
Tak ada!! Kecuali manusia yang hidup tanpa hati dan nurani. Seperti pelacur yang biasa hidup nista dan mendustakan cinta. Bahkan seekor merpati yang tiada dikaruniai akal pikiran menerima pasangan hidupnya atas dasar cinta. Tuhan menciptakan makhluk-Nya disemesta raya ini juga karena cinta. Matahari, rembulan dan bintang pun bersinar karna cinta. Sungai mengalir karena cinta. Angin bertiup karena cinta. Pohon berbuah karena cinta. Bunga-bunga bermekaran karena cinta. Segala benda dalam alam raya tunduk patuh menyembah Allah juga atas dasar cinta. Lalu kenapa selalu saja ada yang mengusik hukum cinta??
Gadis cantik itu masih terduduk diatas sejadahnya. Kedua matanya terpejam, dari dua sudut matanya keluar tetesan bening seperti embun. Ia mengambil kertas putih yang berada tak jauh dari jangkauannya. Sekali lagi ia membaca sepucuk surat penting dari ayahnya itu. surat yang membuatnya kehilangan gairah untuk hidup, surat yang membuat ia membenci dirinya sendiri, surat yang rasanya seperti mendapatkan vonis hukuman masuk nereka selama-lamanya. Padahal, beberapa hari lagi ia akan merayakan hari terindah dalam hidupnya, hari dimana ia diwisuda menjadi seorang Dokter.
Surat itu datang dan langsung menghancurkan semua kebahagiannya..
meluluhlantakan mimpi-mimpinya yang selama ini sudah ia kejar..
andai saja surat itu bukan dari ayahnya..
andai saja surat itu tidak seperti itu isinya..
andai saja orang yang disebut dalam surat itu bukan Raka.
Sekali lagi, gadis cantik itu memejamkan matanya.
Sakit, perih.. bagaikan belati yang tepat menghujam ulu hatinya.
“Mampukah aku melihat ayah terus menjadi budak, tanpa kemerdekaan..
Tidak!!! Aku tak mampu, dan Aku tak mau menjadi anak durhaka.” Lirihnya.
Namun dengan memenuhi isi surat itu, apa bedanya dengan menceburkan diri sendiri kedalam kolam yang penuh dengan buaya. Hidup akan terhina dan sengsara selamanya. lalu.. apa bedanya ia dengan seorang yang melacurkan diri?? Menggadaikan jiwa raganya untuk menebus materi delapan puluh juta demi kemerdekaan sang ayah.
“celakalah aku, aku akan melacurkan diri sendiri dengan kedok pernikahan.” Ia meratap sedih.

Gadis itu Ajeng, seorang gadis cantik yang berasal dari sebuah desa di Sidempuan. Gadis berjilbab ini telah kehilangan ibunya sejak ia masih kecil, ibunya sakit. Mengakibatkan sang ayah harus pontang panting cari uang untuk pengobatan ibunya. Ayah begitu mencintai ibu. 2 bidang sawah ayah jual hanya untuk berobat ibu, rumahpun ayah gadaikan. Masih kurang... ayah akhirnya meminjam uang pada seorang mucikari yang akhir-akhir ini telah masuk islam. Tak ada yang tau apa kedok mucikari itu masuk islam. Yang jelas dialah yang telah banyak membantu ayah.

Sejak kematian ibu, Ajeng tinggal bersama Uminya yang tak lain adalah sahabat baik dari ibunya. Umi adalah orang yang baik, ia begitu menyayangi Ajeng selayaknya anak sendiri. Umi tak pernah membentak bahkan berkata kasar pada Ajeng, hanya ada kasih sayang dengan tutur yang lembut dari Umi. Kalau bukan karena pengorbanan dan kerja keras Umi ia takkan pernah bisa sekolah sampai menjadi seorang mahasiswa yang berprestasi seperti ini. Bahkan dalam hitungan hari Ajeng akan diwisuda jadi seorang Dokter. Sungguh kebahagiaan yang tak terkira atas kerja kerasnya bersama Umi. Sejak ia datang kerumah yang cukup besar itu, Ajeng hanya tinggal bersama Umi dan Yudha, anak Umi yang sekarang sedang kuliah DiKairo. Suami Umi meninggal saat Yudha lahir. Yudha merupakan anak yang pintar dan Soleh. Berkat kepintarannya ia mendapat beasiswa untuk sekolah ke Kairo, Yudha sekarang sudah hampir menyelesaikan S3nya. Ia bahkan sudah pernah keliling dunia karena kepintarannya. Inggris, Amerika, Australia, Brazil, Istanbul (Turki) dan masih banyak lagi.
Untuk biaya hidup sehari-hari Umi hanya berjualan makanan ditoko-toko, terkadang Umi juga mau menerima pesanan orang. Dewasa ini, Ajeng membantu Umi untuk mencari uang. Yaitu dengan cara menjadi guru Private. Kamar Yudha yang sudah lama tak dihuni dimodif jadi sebuah kelas kecil yang cukup nyaman. Penghasilan yang lumayan untuk membeli segala keperluan Ajeng dan sisanya dapat ditabung.
--------------------------------------------------------------------------

ADA UDANG DIBALIK GANDUM, ya... ternyata KEBAIKAN sang mucikari itu tidak Cuma-Cuma, melihat Ajeng yang tumbuh dewasa degan paras yang cantik, soleha, baik, sopan terlebih ia adalah satu-satunya anak yang bisa mendapatkan beasiswa diJakarta karna kepintarannya, sang mucikaripun melamar ajeng untuk putranya, RAKA. Inilah imbalan yang ia minta untuk menebus semua hutang-hutang ayah Ajeng. Dasar!!! Dari awal gerak-gerik laki-laki tua itu memang mencurigakan. Dan sekarang semuanya terjadi, tentu saja Ajeng tak mau dinikahkan dengan Raka, yang benar saja... siapa yang mau dinikahkan dengan laki-laki yang hampir saja merenggut kesuciannya saat mereka masih duduk dibangku sekolah dasar. Dari kecil saja pikirannya sudah sepicik itu, apalagi sekarang.. gayanya yang sok preman dan paling berkuasa membuat hati Ajeng tertutup rapat. Tak ada kesempatan, mungkin hanya mukzizat dari Allah-lah yang dapat merubah sudut pandang Ajeng tentang pria yang hendak dinikahkan dengannya itu. apalagi 2 bulan yang lalu setelah ajeng berkunjung ke Sidempuan ia mengetahui suatu kenyataan pahit. Indah, satu-satunya sahabat Ajeng di Sidempuan menjadi seorang pelacur karena RAKA, awalnya Indah diberi embel-embel kalau Raka akan menikahinya, hallow Indah... Itu RAKA, percaya dengannya sama saja dengan menlimakan tuhan. Semua kata-katanya adalah dusta. Dan benar saja, setelah semuanya diberikan Indah Raka malah cuek bebek, seolah tak pernah terjadi apa-apa. Hhuhh.. dasar laki-laki bejat, habis manis sepah dibuang, ehh..abis dibuang, dipungut lagi, teruss dijual..#tega hembb.. nggak kebayang gimana perasaan Indah kalau tau sahabat terbaiknya jadi nikah sama Raka. Pastilah hidup ajeng akan menderita. Tersiksa lahir dan bathin.
“Tak bisakah aku menikah dengan seorang laki-laki yang lebih bersih??? Yang bisa jadi imam untukku dan keluargaku???” bisiknya pelan.

Semenjak surat itu datang, Ajeng menjadi gadis pemurung yang selalu mengunci dirinya dikamar, mencoba berfikir untuk menemukan jalan keluar atas segala beban pikirannya. Ajeng tak mampu untuk bercerita pada siapapun, apalagi Umi. Ia tak mau membuat Umi bersedih memikirkan masalahnya, sudah cukup ia merepotkan Umi selama ini.

-------------------------------------------------------------------------------------
Siang itu, Umi mengajak Ajeng untuk menjemput Yudha dibandara. Yudha pulang.... kakak Angkat tersayangnya itu kini pulang..... pulang untuk dua hal, pertama. Karna Yudha telah menyelesaikan sekolahnya dan telah mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Dan Kedua karena Umi mau menjodohkan Yudha dengan gadis cantik, anak sahabatnya.
“kau gadis yang sangat beruntung Mbak Lia. Andaikan aku seberuntung dan secantik dirimu.” Lirih Ajeng setelah mendengar penjelasan Umi tentang perjodohan antara kakaknya Yudha dengan Mbak Lia.
“kenapa Ajeng?? Kenapa kau bicara seperti itu?? kau itu gadis yang sangat cantik anakku, sejatinya kau lebih cantik dari Lia bahkan kau juga sangat cerdas. Kurang beruntung apa lagi nak?? Apa yang membuatmu tak sempurna?? Apa yang kurang?? Apa ada yang kau inginkan?? Cerita pada Umi, kalau Umi mampu. Umi pasti akan memenuhinya.” Kata Umi lembut sambil membelai kepala Ajeng yang tertutup Jilbab berwarna cream.
“Maafkan ajeng Umi, maaf bila kata-kata ajeng menyakiti hati Umi. Sesungguhnya bukan itu maksud ajeng, ajeng hanya merasa iri pada Mbak Lia. Mbak Lia bisa mendapat suami yang baik, Saleh, setia dan bertanggung jawab seperti kak Yudha, sedangkan Ajeng???” Kata-kata itu menggantung begitu saja.
“Ajeng juga pasti akan mendapatkan suami seperti itu, seperti kak Yudha. Percaya sama Umi.” Umi tersenyum manis mengusap lembut pipi chubi Ajeng.
Ajeng hanya tersenyum tipis.
“semoga Umi, Ajeng pun berharap demikian. Seperti kak Yudha bukan Raka.” Gumam Ajeng dalam hati.
Kepulangan yudha memang mebuat Umi sangat bahagia. Anak lelakinya itu benar-benar gagah dan tampan, bahkan senyumnya sangat memikat, nada bicaranyapun enak, bacaan Al-Qurannya saat mengimami sholat maghrib sangat indah dan enak didengar.
“yudha belikan jilbab sutera asli dari Turki untuk Umi dan dek Ajeng. Yang ini untuk dek Ajeng, dan yang ini untuk Umi.” Kata yudha memberikan bungkusan kecil kepada dua orang paling berarti dalam hidupnya itu.
“Wahhh,, subhanallah kak. Indah sekali.” Ujar Ajeng langsung memakai Jilbab itu menutupi jilbab putihnya. “Gimana?? Bagus nggak??”
Umi tersenyum melihat Ajeng.
“Dasar orangnya sudah cantik ditambah dengan jilbab dari Turki itu. yaaaa... luar biasalah hasilnya. Kau seumpama bidadari yang turun dari surga Ajeng. Cahaya pesonamu mengalahkan cahaya yang dipantulkan oleh mentari siang hari.” Sahut yudha.
Seketika wajah Ajeng merona mendengar pujian kakak angkatnya itu, kakaknya memang suka berpuitis. Entah mengapa, Ajeng sangat suka dengan pujian-pujian kakaknya yang seperti ngegombal itu.
“Huuuhh...” hela yudha. “siapakah gerangan pangeran yang akan menikmati kesejukan cahayamu? Siapakah dia yang akan berbahagia mendapatkan kesucian jiwaragamu? Alangkah bahagianya dia!!.” Lagi-lagi Umi tersenyum mendengar perkataan Yudha yang terdengar seperti orang kasmaran. lain Umi lain Ajeng, Ajeng justru merasa seperti tersengat kalajengking saat mendengar kata-kata terakhir yudha. Air matanya kembali jatuh membasahi pipi putih dan mulusnya. Yudha melihat ajeng menitikan air matanya.
“loh?? Ajeng kenapa?? apa kata-kata kakak salah?? Apa barusan kakak menyinggungmu??” tanya yudha pelan.
“Tidak kak, Ajeng justru senang mendengar pujian kakak. Makanya Ajeng menangis.” Kata Ajeng Menyeka air matanya.
“Baguslah kalau begitu, sebagai imbalan karena pujian kakak tadi.. maukah dek Ajeng membuatkan nasi goreng spesial besok, sudah lama kakak tak menikmati makanan itu.”
Ajeng tersenyum. “Beres Bos!!”
Yudha kembali memberikan oleh-olehnya kepada Umi juga Ajeng. Ada tas tangan yang ia beli diParis, Liontin Kristal dari Italy, Cincin cantik dari Turki beserta sandal kulit putih gading yang modis. Dan Kebaya khas malaysia. Oleh-oleh terahkir yang Yudha berikan adalah sebuah gaun pengantin khas Turki yang sangat indah untuk Ajeng.
“Ini kakak belikan spesial untukmu Dik. Untuk kau pakai suatu saat nanti, ketika kau jadi pengantin.” Kata Yudha tersenyum.
“indah sekali kak, rapat menutup aurat dan islami. Sepertinya kau sangat mengetahui seleraku. Terus... untuk calon istri kakak mana??” tanya Ajeng.
“jangan khawatir, ada kok.”
“ya sudah, cukup ngobrolnya.. besok kita lanjutkan. Hari sudah larut nih.” kata Umi memegang pundak kedua anaknya.
“nahh lohhh... aku tidur dimana dong?? Kamarku kan jadi kelas?? Masa’ aku tidur dikelas?? Bu guru harus kudu tangung jawab!!!” Rajuk Yudha pada Ajeng.
Ajeng tersenyum tipis.
“malam ini Ajeng tidur sama Umi, Yudha tidurlah dikamar Ajeng.” Seloroh Umi yang kemudian berlalu kekamarnya.
“Ya sudah kak, selamat beristirahat yah. Semoga kakak merasa nyaman dengan kamarku.” Kata Ajeng beranjak dari duduknya. “dannn.... tenang saja, Bu guru akan tanggung jawab kok. Kelas itu akan jadi kamar kakak lagi, besok..” Ajeng tersenyum manis.

Jam menunjukan pukul tiga dinihari, Yudha bangun dari tidurnya. Membasuh diri dengan segarnya air wudhu berniat untuk sholat Tahajud, Ajeng yang mendengar suara Yudhapun ikut terbangun, tak tau kenapa, ia ingin sekali ikut sholat berjamaah bersama sang kakak. Diam-diam Ajeng makmum dibalik pintu kamar Yudha. Lantunan ayat suci yang Yudha baca sungguh indah, begitu merdu dan tartil. Yudha dan ajeng sama-sama larut dalam ayat-ayat yang mereka baca. Keduanya menangis menghadap Allah. Hati merekapun tak henti-hentinya bertasbih. Apalagi Ajeng, ia sungguh terisak. Berharap Allah akan memberikan petunjuk atas segala masalahnya. Yudha menghentikan tasbihnya saat mendengar isakan tangis, perlahan ia beranjak dari sujudnya dan membuka pintu kamar. Seketika ia terhenyak melihat Ajeng duduk diatas sejadah dengan menutup mukanya dengan kedua tangan. Yudha tersentuh dengan apa yang dilihatnya, perlahan yudha kembali ketempatnya semula dan melanjutkan tasbihnya.
“Dik Ajeng!!” panggil Yudha dengan suara halus.
“Ya Kak!!” Jawab Ajeng dengan suara bergetar.
“masih mau makmum??”
“Insyaallah.”
Yudha tersenyum. “sekarang witir dua rakaat lalu satu rakaat.”
Dan mereka berdua kembali bersujud dihadapan Allah.

****
“nanti siang, ayah dan kakakmu akan datang kemari.” kata-kata umi berhasil menghentikan acara sarapan Ajeng.
Ajeng terdiam membisu, matanya kembali berkaca-kaca. Ayah pasti mau menjemputku pulang ke Sidempuan, apa aku akan segera dinikahkan dengan lelaki bejat seperti Raka??? Apa hanya sampai disini kebahagiaanku??? Bagaimana ini?? Lirih ajeng dalam hati.
“Ajeng bisakan jemput ayah sama kak Fathir?? Soalnya mereka lupa jalan menuju rumah kita.” Lanjut Umi.
Ajeng tetap tak bergeming, ia diam seribu bahasa. Yudha menatap adik tersayangnya itu curiga. Pasti ada hal yang sedang difikirkan ajeng, sesuatu yang berat....
“iya umi, ajeng bisa kok. Nanti yudha temenin.” Sahut Yudha memecah keheningan yang tercipta ulah diamnya ajeng.
Umi tersenyum. Selesai sarapan pagi mereka bertiga duduk manis diruang tamu, melanjutkan cerita-cerita seru yang sempat tertunda semalam. Selesai mengobrol, Umi duduk disamping Ajeng lalu mengusap lembut kepala anak kesayangannya itu.
“Umi sangat menyayangimu nak, Umi mohon jangan pernah tinggalkan Umi, tetaplah disamping Umi sampai Allah memanggil Umi, umi mau kamulah yang akan merawat dan menemani Umi dihari tua umi nanti.”
Ajeng kaget mendengar kata-kata Umi barusan, bagaimana ini??? Kenapa Umi harus bicara seperti itu??? apa yang harus ajeng katakan pada Umi saat nanti ayahnya datang dan membawanya pergi, jauh dari Umi. “Insyaallah ya Umi.” Lirih ajeng.
Yudha kembali tersenyum melihat keakraban Umi dan Ajeng.
Siang harinya, yudha dan ajeng berangkat menuju terminal untuk menjemput ayah dan kak Fathir. Diperjalanan, air mata Ajeng terus saja mengalir dengan tatapan kosong yang menerawang jauh keluar jendela mobil. Yudha menghentikan mobilnya dipinggir jalan.
“Ajeng, kakak merasa kau sedang menyimpan masalah yang kau sendiri tidak kuat menanggungnya, kau telah menyembunyikan sesuatu dari kakak, kau sedih dan kau tak mengakuinya.”
Ajeng tetap diam, hanya suara sesenggukan tangis yang keluar dari bibirnya.
“kalau kau menganggap kakak ini orang lain, ya sudah kau pendam saja masalahmu itu. kakak hanya ingin melihatmu bahagia, kau tau Umi sangat menyayangimu, bila kau bahagia Umipun bahagia. Apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu bahagia bila kakak sendiri tak tau masalah apa yang sedang menimpamu saat ini.”
“aku memang punya masalah kak.” Akhirnya hati Ajeng luluh, ia mau buka suara untuk segala masalahnya.
“masalah apa?? Udah kasih tau Umi??”
Ajeng menggeleng pelan. “Ajeng tak mau meyusahkan Umi kak.”
“apa kakak boleh tau masalahnya??”
“dengan satu syarat.”
“apa?”
“jangan beri tau Umi atau siapapun.”
“baiklah.”
Ajeng lalu menceritakan perihal surat ayahnya secara teperinci, tentang siapa Raka dan Bapaknya lengkap. Ajeng terisak kembali, meluaplah segalanya. Mata Yudha berkaca-kaca mendengar penuturan adik angkatnya itu. adiknya memang sedang dalam masalah yang serius.
“Ajeng perlu bantuan kakak.”
“apa??”
“bilang pada ayah untuk menolak lamaran Raka dan Bapaknya.”
“terus.. kalau kakak ditanya alasannya gimana??”
“katakan kalau Ajeng sudah punya calon sendiri. Pokoknya bicara menurut bahasa kakak aja deh, kakakkan pinter ngomong jangan sampai melukai hati ayah. Dan.. ajeng akan berusaha untuk mencari uang 80juta itu sebelum tanggal jatuh tempo.”
“ajeng, kalau boleh kakak bertanya. Bagaimana kau akan dapatkan uang sebanyak itu?”
“terus terang ajeng sama sekali tak tau kak, nanti akan ajeng pikirkan lagi. ajeng tak mau merepotkan siapapun dlm hal ini.”
“maaf jeng, kakak tak bisa berbohong.”
“ayolah kak, berbohong untuk kebaikankan tidak apa-apa.”
“tidak bisa Dik.”
“please kak!! Apa kakak rela kalau Ajeng jadi istri seorang Mucikari?”
“baiklah,  kakak akan menolongmu, tapi ada dua syarat?”
“Apa itu??”
“pertama, kau harus mencucikan pakaian kakak. Dan kedua, kau harus memijit kakak nanti malam.”
“kalau untuk sekedar mencucikan pakaian kakak sih Ajeng tak keberatan, lagian setelah kakak menikah nanti, istri kakaklah yang akan mengerjakan semua itu. tapi... kalau harus memijit... maaf kak ajeng tak bisa, kakak lupa ya.. kita kan bukan mahram.”
“kakak tidak lupa, nanti malam kakak akan pakai jaket supaya kulitmu tidak menyentuh kulit kakak. Dan..pijatnya juga diruang tamu saat kita mengobrol dengan ayah dan kakakmu beserta umi. Tapi kalau dik Ajeng tak mau, ya sudah kakak juga tak mau menolongmu!”
Ajeng hanya geleng-geleng kepala, dulu waktu masih kecil memang ia sering sekali memijit kakaknya itu. tapi setelah mereka menginjak bangku sekolah menengah atas. Ajeng tak pernah lagi bersentuhan dengan yudha.
“Hanya nanti malam saja kan??”
Yudha mengangguk.
“baiklah, ajeng setuju.”
“bagus.. kalau begitu kakak akan membantumu untuk bicara pada ayah dan kakakmu.”
Ajeng tersenyum, yudha menatap wajah adik angkatnya dengan seksama menyebabkan Ajeng tersipu. Dan mereka pun kembali melanjutkan perjalanan untuk menjemput ayah dan kakak ajeng.

Kedatangan Pak Ari dan Fathir disambut hangat oleh Umi. Lama mereka berbincang sambil mengenang almarhumah Bu Tia, ibunya ajeng. Ajeng cukup tenang karena sampai saat ini ayahnya tak mengungkit masalah pernikahannya dengan Raka. Selesai makan siang, mereka semua berkumpul diruang tengah. Kembali berbincang dan pada akhirnya Pak Ari pun mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu untuk menjemput Ajeng. Umi sempat syok, bagaimana tidak.. anak yang sudah dianggap anak, dibesarkan, dididik dan disayang dari kecil sampai hampir menjadi dokter hendak diambil begitu saja. Siapa yang rela???? Tapi umi sadar, mungkin tugasnya untuk menjaga ajeng sudah selesai, tak salah bila orang tua ajeng ingin mengambil anaknya. Dengan berlinangan air mata umi mencoba bijak, memasrahkan semuanya pada Ajeng. Ini hidup ajeng dialah yang berhak untuk memilih. Tetap tinggal atau pulang bersama ayah dan kakaknya dan segera dinikahkan.
Ajeng hanya diam tertunduk, ia tak mengeluarkan sepatah katapun ketika ditanya ayah dan Umi. Berkali-kali ditanya berkali-kali pula ajeng diam. Ia hanya bisa berharap kakaknya, yudha dapat segera mengeluarkan suara untuk menolongnya.
“ayo kakak, bicara pada ayah!!!” gumam ajeng dalam hati sambil sesekali menyenggol kaki kakaknya yang saat itu memang duduk disampingnya.
Yudha juga diam, mungkin ia sedang merangkai ribuan kata untuk menolong adiknya. Mencari berbagai macam alasan untuk menolak secara halus permintaan ayah ajeng.
“kakak...” lirih ajeng dengan suara pelan dan terdengar oleh siapapun. Ajeng kembali menyenggol kaki yudha, yudha masih saja diam.. hadehhh.. mungkin kakaknya lagi kehilangan sinyal, makanya pemikirannya jadi LOLA (loading Lambat).
“ayolah ajeng, bicaralah nak!! Umi akan terima semua keputusanmu.” Kata Umi membelas kepala Ajeng.
Mata ajeng pun berkaca-kaca, keringat dinginnya mulai keluar. Yudha pun berdehem.
“Boleh ananda bicara pada pak Ari dan Umi??”
“Silahkan nak yudha. Silahkan..kita kan memang sedang musyawarah.” Sahut pak Ari.
“Begini. Ananda bicara atas nama kemaslahatan dua keluarga. Sebelumnya dik Ajeng pernah mengutarakan masalah ini pada ananda. Baik selama ananda dirumah maupun diluar negeri, kami tak henti2nya untuk saling berkomunikasi. Sebenarnya dik ajeng ingin sekali pulang kekampung halamannya, berniat untuk berkumpul bersama keluarga besarnya dikampung. Tapi.. disini, dik Ajeng sudah memiliki calon sendiri untuk dijadikan pasangan hidup. Mereka berdua saling mencintai, hubungan merekapun sudah lama terjalin. Dik ajeng tak pernah berbuat maksiat dengan cintanya, dia hanya mencintai dengan sewajarnya saja. Laki-laki itupun sangat mencintai dik Ajeng, mungkin dia bisa mati bila ia tidak bisa memperistri dik ajeng. Ananda hanya berharap bahwa pak Ari dan Umi mau merestui hubungan dik Ajeng dan orang yang dicintainya, bagusnya lagi kita bisa menyegerakan pernikahan mereka. Saya berani menjamin bahwa orang yang dicintai dan mencintai ajeng adalah orang yang baik, soleh, bertanggung jawab dan akan berjuang sekuat tenaganya untuk membahagiakan Ajeng. Sebab saya tau cinta mereka tulus. Itu menurut pendapat ananda.”
Muka pak Ari pucat, begitupun Umi.. bagaimana bisa ini terjadi?? Anak kesayangannya menjalin hubungan dengan seorang laki-laki tanpa sepengetahuannya.
“Anakku, apa benar yang dikatakan kakakmu yudha barusan??” tanya Umi halus.
Ajeng mengangguk, mata Umi kembali berkaca-kaca. Kecewa, itulah yang Umi rasakan. Anak yang sudah ia anggap anak tak pernah bercerita tentang orang yang dicintainya, masalah sepenting ini?? Tak sekalipun ajeng membahasnya didepan Umi, apa ajeng tak percaya Umi?? Apa Umi tak berarti dalam hidup ajeng?? Segelintir pertanyaan2 muncul dibenak Umi.
“Siapa dia anakku?” tanya Umi mencoba tegar dan menyingkirkan segala pikiran negatifnya.
Ajeng bingung, ia sama sekali tak punya jawaban.. ya iyalah orang ajeng tak pernah jatuh cinta dan menjalin hubungan spesial dengan laki-laki sebelumnya. Haduhhh... ayo kak Yudha, ini semua skenario yang kau buat, jadi kaulah yang harus menuntaskannya. Ujar ajeng dalam hatinya. Jantungnya berdetak kencang, peluh mengaliri wajah cantiknya, mukanya pun pecat dan tubuhnya bergetar.
“Umi, Umi tau sendirikan kalau Dik Ajeng ini sangatlah pemalu untuk masalah seperti ini. Kalau boleh biarlah ananda saja yang menjelaskan siapa orang yang dicintai dik Ajeng. Namun sebelumnya ananda minta Umi tidak marah bila mendengar namanya, apa umi mau berjanji tidak akan marah?? Karena ananda takut Umi akan marah.” Kata Yudha.
“baiklah Umi berjanji tidak akan marah.”
“nama lengkap lelaki yang dicintai dik Ajeng dari dulu hingga sekarang adalah Muhammad Yudha bin Dharma Wijaya.”
“APA??? Jadi yang dicintai dan mencintai Ajeng itu kau sendiri Yudha??”
Semua mata tertuju pada Yudha, termasuk ajeng. Mereka Terkejut mendengar pengakuan yudha, ajeng sendiri tak habis pikir. Kakaknya mampu bersandiwara sampai seperti itu, membelanya gila-gilaan. APPLAUSE buat kak Yudha!!!
“Benar Umi, kami saling mencintai. Aku sangat mencintai dan menyayangi dik Ajeng demikian pula sebaliknya.”
“Bukankah cintamu pada Ajeng hanya sebatas cinta kakak pada adiknya yudha?? Bukan cinta sepasang kekasih.”
“Tidak Umi, aku mencintai Dik Ajeng seperti yusuf mencintai zulaikha, aku mencintai dik ajeng seperti romeo mencintai juliet atau seperti Nabi Muhammad mencintai Aisyah. Aku telah berkata sejujur2nya Umi.”
“Ajeng??” panggil Umi berharap ajeng buka suara.
“Be..be..benar Umi, apa Umi lupa.. kalau kami bukan kakak adik, kami bukan mahram. Kami saling mencintai namun tak pernah melakukan hal-hal yang menodai kesucian diri, hati dan jiwa.”
Pak Ari dan Umi sempat bicara memperdebatkan pembicaraan barusan, yudha berusaha semaksimal mungkin membujuk Pak Ari dan Umi agar mau merestuinya. Bahkan Fathir yang sedari tadi diam ikut buka suara, membantu yudha agar ayahnya dan Umi mau merestui hubungan adiknya dan Yudha. Lebih baikYudha dari pada Raka. Pikir fathir. Akhirnya Pak Ari pasrah, sekarang terserah Umi.
“Umi, ananda mohon.. apa saling mencintai itu dosa?? Apa cinta kami salah?? Perasaan itu datang dengan sendirinya Umi, masuk begitu saja terpanah tepat didalam hati.. apa Umi rela kami menderita?? Apa Umi tak melihat kesedihan dik Ajeng beberpa hari ini?? Dia menangis Umi, dia khawatir dan ketakutan akan kehilangan orang yang sangat dicintainya. Adik Ajeng itu sangat mencintai dan menghormati Umi sehingga ia tak mampu mengatakan isi hatinya, sebab orang yang dia cintai adalah anak laki-laki umi satu-satunya. Percayalah Umi, Dik Ajeng adalah menantu terbaik buat Umi.” Desak Yudha dengan nada serius.
SUMPAH!!!! Akting kak Yudha keren, kalau jadi aktor terus masuk HOLLYWOOD dijamin deh piala AMERICA MOVIE AWARDS bakalan dibawa pulang semua sama dia. Dengan sadar kalau lawan main filmnya saat ini begitu serius ajeng pun mengimbanginya. Dengan lantang ia mengakui cintanya pada yudha. Membuat Umi mnyadari satu hali, saat ini ia sedang menghadapi gelombang cinta yang begitu besar dan tak terkalahkan.

Umi luluh, karena cintanya yang begitu besar pada kedua anaknya.. Umipun merestui hubungan yudha dan ajeng. Pak Ari masih diam, sejujurnya dia sangat bahagia anak gadis satu2nya akan menikah dengan orang yang benar. Tapi..tak dipungkiri rasa khawatir itu juga menyeruak dihatinya. Hutang delapan puluh juta itu??? apa yang akan dikatakannya pada sang mucikari...
Umi menanyakan perihal rencana pernikahan yudha dan ajeng, dengan tegas yudha mengatakan kalau dirinya sudah membuat rencana yang matang sekali, dan akan segera melangsungkan akad nikah. DEGGG.... hati Ajeng berdesir, AKAD NIKAH??? Apa kakaknya sudah gila?? Apa kakaknya sedang dirasuki roh halus? Apa kakaknya tidak sadar tengah berbicara seperti itu dengan siapa?? Ajeng melirik yudha, disaat yang sama yudha pun melirik ajeng. Lirikan mereka bertemu. Yudha mengerdipkan mata sambil tersenyum. Ajeng hanya diam. Hmmm... pokoknya kalau ada masalah besar setelah ini yang bertanggung jawab adalah kakaknya, yudha.
“Kapan rencananya Yud??”
“secepatnya, saat Umi, Pak Ari dan kak Fathir sudah benar-benar merestui dan mengikhlaskan hubungan kami.”
“Umi sudah ikhlas lahir bathin anakku.”
“Bapak juga ikhlas lahir bathin.”
“Umi dan ayah saja sudah ikhlas lahir bathin, apalagi aku.. tentu saja.. akulah yang paling ikhlas adikku tersayang akan menikah dengan pemuda baik seperti dek Yudha.”
“Alhamdulillah, kami sangat bahagia mendengarnya, Dik Ajeng... kau sudah mantap lahir bathin kan dengan rencana pernikahan kita?” tanya yudha menyentuh pundak Ajeng.
Hati ajeng bergetar hebat, apa maksudnya ini?? Kenapa kakaknya bicara seperti itu, apakah ini juga bagian dari skenario kak Yudha??
“kenapa kau ragu adikku?? Apa kau menyangsikan cintaku padamu?? Apa kau ragu akan niatku untuk membahagiakanmu??”
Mata Ajeng berkaca-kaca. “kau sungguhan kak?? Atau..ini hanyalah sebuah sandiwara” tanyanya terisak.
“ini sungguh dan serius. Kita akan menikah, tinggal bersama mereda masa depan bersama dengan penuh cinta. Kita juga akan membesarkan anak-anak kita dirumah ini. Apa kau tidak mau??”
Tangis Ajeng meledak. “apakah benar kita akan menikah kak??”
Pak Ari, Fathir dan Umi menangis, mereka terharu menonton kisah cinta dua orang sejoli yang akan segera bersatu ini. Sungguh kebahagian yang sangat besar. namun apakah mereka tau kalau ajeng menangis bukan karna masalah itu, ajeng hanya bingung.. mencari kepastian dari kakaknya.
“kak yudha, jelaskan padaku.. apa artinya ini?? Kakak sedang bersandiwara bukan??”
“Adikku Ajeng, dengarkan baik-baik ya! Sumpah demi Allah kakak sungguh2 hendak menikahimu. Kakak sangat mencintaimu, kakak tak bisa hidup tanpa dirimu hanya kau.. tak ada yang lain. Kakak mau kamulah yang jadi istri kakak, menjadi pendamping kakak selamanya menuju ridha illahi, kakak ingin kaulah yang melahirkan dan membesarkan anak-anak kakak. Kakak janji akan sekuat tenaga membuatmu bahagia. Ini bukanlah sandiwara lagi, ini serius.. apa kau mau mengarungi hidup dengan kakak adikku??” yudha menjawab dengan segenap perasaannya, kedua matanya basah.
Ajeng mengangguk tanda setuju. “Adik ikut kakak, adik percaya pada kakak.”
Perasaan haru, bahagia, cinta, optimis, surprise dan kaget berbaur jadi satu apalagi setelah mendengar pernyataan selanjutnya dari Yudha. Akad nikah akan kami laksanakan malam ini juga!!! #GUBRAKKKK bener-bener hobi buat kejutan nih kak Yudha.
“ananda sudah menyiapkan semuanya, penghulu, saksi, katering, KUA dan segala administrasinya. Bahkan ananda juga telah mengundang tokoh2 masyarakat, remaja masjid dan masyarakat dekat sini. Semuanya sudahdipersiapkan di Aula Islamic Centre, Umi. Setengah jam lagi acaranya akan dimulai, orang2 sudah menunggu disana, sebentar lagi akan ada 2 mobil yang menjemput kita, dan sebaiknya Umi, pak Ari, Fathir dan dik Ajeng segera bersiap-siap.. dik ajeng..pakailah gaun pengantin dari Turki waktu itu, berdandan yang anggun jangan berlebihan. Kakak juga mau bersiap-siap.”

Mereka semua bersiap-siap, ajeng hanya berdandan sedikit sesuai keinginan kakak yang dikagumi dan dicintainya itu. tidak dandan saja ajeng sudah cantik mempesona apalagi dandan. Ya pastilah hasilnya AMAZING!!! Saat sama-sama keluar dari kamar keduanya berpandangan sesaat lalu saling menduduk. Hati keduanya berbunga-bunga. Baru kali ini mereka berpandangan namun disertai perasaan sangat indah yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Malam itu, akad nikah berjalan dengan lancar dan penuh khidmat. Dalam acara sakral itu yudha kembali memberikan kejutan. Yudha memberikan mahar sebuah mushaf cantik yang ia beli di Kairo beserta uang tunai senilai 85 juta rupiah dan hafalan surah Ar Rahman.
Acara akad nikah yang indah itu selesai tepat pukul 10 malam, setelah semua hadirin memberikan ucapan selamat, dua pengantin dan keluarganyapun pulang kerumah. Mereka kembali duduk diruang tengah sambil berbincang-bincang. Yudha menceritakan semuanya, tentang persiapan yang telah ia lakukan, itu semua karena dulu yudha adalah ketua Remaja  Masjid, yudha juga punya banyak kenalan di KUA, sehingga mudah untuknya mempersiapkan semua itu. yudha juga menceritakan dari mana ia bisa mempunyai uang  sebanyak itu. itu semua adalah uang tabungan yudha selama ia kuliah ditambah uang selama ini dia bekerja paruh waktu. Bahkan dibank uangnya masih tersimpan 15 ribu poundsterling. Sungguh mencengangkan.... yudha juga bicara jujur pada Umi, Pak Ari dan fathir perihal kebohongannya bersama Ajeng diawal tadi. Umi, Pak Ari dan fathir hanya manggut-manggut mendengar penjelasan yudha. Yudha juga mengaku kalau dirinya mulai jatuh cinta pada ajeng saat ia pulang dari Kairo kemarin, apalagi setelah mengetahui kalau Umi sangat menyayangi ajeng, cinta itu tumbuh semakin besar. semuanya terharu mendengar penuturan yudha.
“kalau kau Ajeng, sejak kapan kau mencintai kakakmu si yudha ini??” celetuk Fathir.
“hemb..kalau dia kayaknya sejak pertama kali lihat aku dulu, sejak masih ingusan hehehe..” serobot yudha sambil tertawa. Semuanya ikut tertawa kecuali Ajeng.
“ihh kakak nakal!! Main tuduh aja. ajeng itu suka sama kakak sejak musyawarah tadi, saat kakak menyakinkan ajeng kalau kakak tidak bersandiwara dan sungguh-sungguh sama ajeng.”
Yudha hanya tersenyum. Sedangkan Umi menitikan air mata haru.
“Emm.nak Yudha, apa maharnya tidak terlalu besar??”
“Masya Allah, mahar itu tidak ada nilainya untuk seorang gadis soleha seperti dik Ajeng. Bagi yudha Dik Ajeng tidak bisa dinilai dengan materi atau apapun isi dunia ini.”
Ajeng kembali menangis, kali ini benar-benar tangis kebahagiaan mendengar perkataan suaminya. Ia merasa sangat dimuliakan dan dihargai.
“apakah masih ada yang ingin dibicarakan?? Saya capek sekali. Saya perlu istirahat.”
“memang sudah malam, lebih baik kita semua istirahat. Bersiap2 untuk menyambut wisuda ajeng besok.”
Umi, pak Ari dan fathir beranjak dari duduknya, yudha berbisik manja ditelinga ajeng.
“Yudha malam ini tidur dimana Bu Dokter? Kamar yudha ditempati ayah dan kakakmu. Masa yudha harus tidur diruang tamu. Bolehkah yudha tidur dikamar Bu Dokter??”
Ajeng tersenyum, dia tidak menjawab sama sekali. Ia hanya meraih kepala yudha hendak menciumnya. Yudha meletakkan telunjuk kanannya didepan bibir ajeng. “SsssSSssTtttt... jangan disini??” dengan gerakan cepat yudha membopong ajeng kekamar. Umi, pak Ari dan fathir hanya tersenyum geli menyaksikan kejadian itu.

Sampai dikamar, yudha meletakkan ajeng dan mendudukannya perlahan disisi ranjang. Yudha mengamati wajah istrinya itu lekat-lekat. Maha suci Allah yang telah mengukir wajah seindah ini. Bisiknya dalam hati.
“kakak capek??” tanya Ajeng.
“He eh..”
“Mau dipijit??”
“He eh..”
“kak, boleh adik minta sesuatu??”
“Boleh.”
“Adik tau kakak capek. Tapi adik minta, malam ini juga wisuda-lah adik menjadi seorang perempuan yang paling berbahagia didunia. Sebelum besok adik diwisuda menjadi sarjana kedokteran.”
“Maksud adik??”
Ajeng mengerdipkan mata.
Yudha tersenyum. “baiklah, kakak mengerti maksudmu. Tapi tolong kakak dipijit dulu dong biar agak segar. Setelah segar nanti kita sholat bareng dulu dua rakaat. Bermunajat kepada Allah SWT. Barulah kakak akan mewisuda kamu dan membawamu ketaman surga.”
“tapi nanti sholatnya jangan baca surat yang panjang-panjang yah kak. Baca surat pendek saja.”
“Lho?? justru nanti kakak malah mau baca surat Al Baqarah sampai selesai terus Surat Ali Imran.”
“Jangan Kak!!!” rengek Ajeng manja.
“kenapa??”
“Ahh kakak, nanti keburu pagi terus.. kapan dong kakak mau mewisuda aku.”
Yudha tersenyum, ajeng menatapnya dengan penuh cinta.
Malam itu purnama memancar terang..
Angin mengalir sepoi-sepoi..
Langit pun cerah..
Bintang-bintang bertaburan..
Sepasang kunang-kunang menari-nari diangkasa..
Dan kedua pasangan pengantin baru ini tampak bagitu indak memadu cinta....

-------------------------------THE END-------------------------------------


pernah baca? ya iyalah, ini kan mirip-mirip ehh mirip bener asli fix mirip banget kek pinang dibelah dua sama Novel dengan judul yang sama Setetes embun cinta... dohh saya lupa nama aslinya di tuh novel apaan pokoknya judulnya kek gitu deh :D hihihii gak maksud plagiat yaaaa.. cuma kebetulan file ini muncul lagi dilaptop saya, hohoho jadi saya post ulang deh, maap banget bagi yang merasa dirugikan :) hehehe ciyusss gak ada maksud apa-apa cuma mau menuhin blog saya doang kok ;) hihihihi tapi ini gak copas loh, ngetik sendiri nih walaupun idenya yang rada-rada copas sama penulis itu novel, doh saya lupa lagi nama penulisnya.. intinya gitu aja sih. :D bye.. thanks for visiting my blog ;)v

Tidak ada komentar:

Posting Komentar